HOMO SEKSUAL DAN LESBIAN
Saat ini kita sedang di hebohkan dengan isue LGBT, pembicaraan LGBT menjdi salah satu permsalahan yang banyak menyita perhatian, Praktik
homo dan lesbian masih kerap ditemukan di masyarakat. Kecendrungan cinta para
penyimpang seks itu bukan kepada lawan jenis (heteroseks) tapi kepada
sejenisnya (homoseks). Pelaku perbuatan yang menyimpang dari kodrat itu sangat
subur dinegara yang menjadikan kebebasan individu dibawah payung demokrasi
seperti yang dikuatkan oleh Syekh Abdul Qadim Zalum dalam bukunya
Al-Dimukrathiyyah Nizaham al-Kufr bahwa
diantara kebebasan yang dujamin dalam demokrasi adalah kebebasan
berekspresi/berprilaku. Atas dasar tersebut kaum homo dan lesbi dapat dengan
bebas mengekspresikan kelakuannya. Atas dasar itu juga maka Undang-undang
perkawinan Sejenis (Gay) seperti dimuat pada harian Tempo, 15 agustus 2004,
disahkan oleh Pengadilan Tinggi Massachusset Amerika Serikat dengan
konsekkuaensi dari sebuah demokrasi, meski undang-undang ini tidak disetujui
oleh banyak kalangan termasuk Presiden Amerika ketika itu.
Untuk
menanggulangi praktik kelainan seks yang tampaknya masih banyak ditemukan di
masyarakat tersebut maka perlu ditegaskan kembali hukum homo dan lesbian,
sejarahnya, dan penyebab serta dampak yang ditimbulkannya seperti diuraikan
pada pembahasan berikut ini.
A.
PENGERTIAN
DAN SEJARAH
Secara
bahasa, homo seksual berarti hubungan seks dengan pasangan yang sejenis baik
laki-laki atau perempuan. Tapi kemudian
istilah untuk pria yang mengadakan hubungan seks dengan pria lainnya yang dalam
bahasa Arabnya disebut dengan liwath. Adapun hubungan seks sejenis
antara perempuan dengan perempuan disebut dengan lesbian yang bahasa Arabnya
disebut al-sahaq
Bagaimana
cara kerja para homoseksual ini melakukan aktivitasnya. Untuk homo, seorang
pria memasukan penis (zakar) ke dalam anus (dubur) pria lain untuk mendapatkan
kepuasan seks. Adapun lesbian dilakukan dengan cara masturbasi (capai kepuasan
seks tanpa hubungan kelamin) atau bisa juga dengan cara lain untuk mendapatkan
orgasme (puncak kenikmatan) atau climax
of the sex act.
B. PENYEBAB DAN DAMPAKNYA
Dampak
dari penyimpangan seks telah terlihat jelas dakan kehidupan sosial. Data
empiris menunjukan bahwa hubungan seks sejenis, baik homo maupun lesbian telah
mengakibatkan kerusakan moral para pelakunya yang bukan hanya terdiri dari
sederetan orang yang tidak “beragama” atau terjadi d negeri yang “liberal”
saja. Tapi juga tercatat pelakunya itu orang yang mengaku beriman kepada Allah
dan terjadi di negara-negara yang memegang teguh hukum agama. Gejala ini
menurut Murthada Mutahhari dapat disebabkan oleh sebuah pradaban manusia dewasa
ini yang telah cendrung kepada paham materialisme dan pragmatisme, mereka
mengejar kenikmatan sesaat dengan meninggalkan agama dan nilai spiritual.
Akibatnya berkembanglah berbagai sarana pembangkit syahwat serta naluriah hewan.
Munurut
ahli jiwa, prilaku penyimpangan seks berupa homo dan lesbian dapat
menghilangkan keinginan seseorang untuk mengasungkan perkawinan. Jika
diantaranya yang telah kawin, ia akan menyuruh laki-laki yang disukainya untuk
menggauli istrinya sendiri asalkan laki-laki itu bersedia digauli secara homo.
Bila pelaku homo umurnya sudah lanjut, maka ia sendiri mengundang dan membayar
sejumlah uang kepada lelaki pilihannya. Akibat dari prilaku suami yang seperti
itu, maka si istri tidak merasakan kepuasan dan terbuka peluang bagi istri juga
untuk melakukan hubungan dengan sejenisnya (lesbian). Berdasarkan penelitan Dr.Muhammad Rashi yang
dimuat dalam kitabnya al-Islam wa al-Thib yang dikutip oleh Sayyid Sabiq dalam kitabnya
Fiqih Sunah bahwa dampak yang diakibatkan oleh homo seksual sangat negati
terhadap kehidupan pribadi dan masyarakat. Atas dasar dampak negatif tersebut,
maka Islam dengan tegas dan jelas melarang perbuatan tak terpuji itu. Dampak negatif yang dimaksud
adalah:
1.
Si lelaki homo tidak memiliki rasa
tertarik kepada wanita. Seandainya ia kawin, maka istrinya menjadi korban
(merana) karena sang suami tidak dapat lagi memenuhi fungsinya (memenuhi
kebutuhan seks istrinya). Energi seks nya telah tertumpah kepada laki-laki yang
menjadi pasangan homonya. Akibatnya hubungan suami istri tidak harmonis, sang
istri hidup tanpa ketenangan dan kasih sayang serta tak mendapatkan keturunan
sekalipun si istri masih subur.
2.
Si lelaki homo dapat terjangkit penyakit
kejiwaan, yaitu mencintai sesama jenis, jiwanya labil (tidak stabil), muncul
tingkah laku yang ganjil alias sneh-aneh, misalnya bergaya seperti wanita dalam
berpakaian, berhias, dan bertingkah laku.
3.
Si lelaki homo dapat terkena gangguan
syaraf otak yang dapat melemahkan saya fikir dan semangat kerja.
Akibat
lain yang tidak kalah bahayanya, bahwa homo dapat mengakibatkan AIDS yang
membuat pelakunya kehilangan daya tahan tubuh akibat serangan bakteri yang
menggerogoti pembuluh darah, kulit, dan alat kelamin. Dan yang sangat
merisaukan bahea penyakit AIDS ini sampai sekarang belum ditemukan obatnya
padahal korbannya yang tidak lain adalah pelakunya itu sendiri sudah cukup
banyak. Tercatat di Amerika, sekitar 30 tahun yang lalu pada tepanya 1985 dari
12.000 penderita AIDS, 73 % diantaranya disebabkan oleh hubungan free sex
terutama homoseks. Di Indonesia tahun 2014 korban AIDS menembus angka 55.799
orang, peningkatan tercepat urutan ketiga di dunia. Bentuk hubungan seks yang
tersebut terakhir ini ternyata bukan hanya AIDS, tapi juga menimbulkan penyakit
sifilis.
Tak
luput, dampak negatif dari prilaku menyimpang tersebut juga dapat menimbulkan
penyakit sosial berupa runtuhnya sistem kekeluargaan dan kebobrokan akhlak yang
dapat merpauhkan norma-norma agama berupa kehidupan bebas tanpa batas.
Perbuatan tak bermoral tersebut telah menyimpang jauh dari fitrah manusia yang
sebenarnya. Pelakunya telah menjauhkan diri ke tempat yang kotor dan menjijikan
.
C.
HUKUM
HOMO DAN SANKSI BAGI PELAKUNYA
Telah
sepakat para ulama bahwa hukum homo seks dan lesbian diharamkan oleh agama
Islam dan pelakunya yang telah terbukti harus dijatuhkan hukuman. Namun dalam
menjatuhkan hukuman terhadap pelaku homo diperlukan akta yang benar dan jelas,
baik dari pengakuan dan keterangan saksi. Tentang saksi yang sibutuhkan untuk
membuktikan perbuatan homo, para ulama fiqih berbeda pendapat. Malikiyah,
Syai’iyah, dan Hanabilah berpendapat bahwa saksi homo sama dengan saksi
perzinahan, yaitu empat orang saksi laki-laki yang adil dan tidak terdapat
salah satunya perempuan. Adapun Hanafiah berpendapat bahwa saksi homoseksual
didak sama dengan saksi zina. Dengan alasan kemudaratan yang ditimbulkan homo
leboh ringan dibandingkan zina serta tidak menimbulkan percmpuran keturunan.
Oleh karenanya untuk membuktikan homo cukup hanya dengan satu orang saksi saja
dan tidak penting untuk menghubungkannya dengan zina. Jika sudah dapat
dibuktikan secara meyakinkan dari fakta yang ada, maka secara hukum Islam
pelaku homo dapat dijatuhkan hukuman. Apa dan bagaimana hukum yang harus di
terima oleh pelku homo? Hal inipun terjadi perbedaan pendapat dikalangan para
ulama yang tidak leboh berkisar pada tiga hukuman.
1.
Dihukum mati.
2.
Dihukum seperti hukum zina. Artinya jika
pelakunya perjaka (ghairu mukhson), ia harus di dera seratus kali, jika
pelakunya sudah kawin (mukhson), ia harus di rajam sampai mati.
3.
Diganjar dengan hukuman ta’zir.
Pendapat
pertama antara lain dianut Imam Syafi’i, bahwa pasangan homoseks dihukum mati.
Pendapat Imam Syai’i didasarkan oleh Hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Khamsah
(perawi hadis yang lima), kecuali Nasa’i, dari Ibnu Abbas Rasulullah bersabda:
“Siapa yang mendapatkan
orang lain berbuat seperti perbuatan kamun Nabi Luth, yaitu homo seks, maka
bunuhlah pelaku dan yang diperlakukannya (pasangannya).”
Pendapat
Imam Syai’i di atas juga diperkuat oleh al-Munziri, bahwa Abu Bakar dan Ali
pernah menghukum mati terhadap pasangan homoseks.
Pendapat
kedua dikemukakan oleh al-Auza’i, Abu Yusuf, dan lain-lain bahwa hukuman yang harus
di terima oleh pelaku homoseks adalah disamakan dengan hukuman zina, yaitu
dengan cara di dera dan siasingkan bagi yang belum kawin dan di rajam sampai
mati bagi pelaku yang sudah nikah. Penempatan hukuamn ini dilakukan dengan cara
meng-qiyas dengan hukuman zinam, di mana hukuman zina sebagai ashal telah jelas
dan telah ada sebagaimana dijelaskan dalam hadis nabi:
“Jika
seorang pria melakukan hubungan seks dengan pria lainnya maka keduanya dihukumi
orang yang berzina.”
Dirinci lagi dalam
hadis lain:
“Hukuman homo seperti hukum pelaku zina, jika pelakunya mukhson, maka di
rajam, bila ghairu mukhson dicambuk seratus kali.”
Pendapat
ketiga dikemukakan antara lain oleh Imam Abu Hanifah yang mengatakan bahwa
pelaku homoseks dapat dikenakan hukum ta’zir, yaitu hukuman yang dijatuhkan
terhadap suatu kejahatan atau pelanggaran yang ditentukan macam dan kadar
hukumannya oelh Al-Qur’an ataupun hadist. Ta’zir bertujuan sebagai edukati,
besar ringan hukuman diserahkan kepada pengadilan (hakim).
Hukuman
ta’zir yang ditetapkan oleh Imam Abu Hanifah kepada pelaku homoseks seperti
tersebut diatas didasari oleh pemikiran bahwa homoseks tidak membawa akibat
yang lebih berbahaya jika dibandingkan dengan zina. Homo tidak membuahkan
keturunan dan tidak merusaknya. Maka homo seksual menurutnya tidak dapat
dihubungkan dengan zina ditambah hukumannya tidak terdapat dalam Al-Qur’an dan
Hadist, maka lebih tepat jika hukumannya diserahkan kepada pengadilan (hakim).
Imam
al-Syaukani dalam menilai hukuman yang dikemukakan oleh para ulama sebagaimana
tersebut diatas, sampai kepada titik kesimpulan bahwa yang lebih kuat adalah
pendapat pertama yang menghukumi pelaku homo dengan hukuman mati. Karena
didasari oleh nash sahih ( hadist) yang jelas maknanya. Adapun pendapat kedua
dan ketiga yang mempersamakan hukumannya dengan zina dan ta’zir, menurut
al-Syaukani dipandang lemah karena bertentangan dengan nash yang telah
menentukan hukuman mati (hukuman had), bukah hukuman ta’zir.
Menurut
pendapat penulis, hukuman mati untuk pelaku homo sebagimana yang dikemukakan
oelh Imam Syafi’i yang dikuatkan oleh al-Syaukani dan hukum homo yang disamakan
dengan pelaku zina, sulit untuk direalisasikan sebab persyaratannya harus dapat
menghadirkan empat orang saksi. Untuk menghadirkan empat orang saksi merupakan
hal yang tidak mudah, kalaupun memenuhi persyaratan saksi permasalahannya
adalah di negara kita tidak menganut hukuman mati untuk para pelaku homo.
Menurut
No comments:
Post a Comment