KATA
PENGANTAR
Puji syukur kami
haturkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan Karunia-Nya kami dapat
menyelesaikan tugas Mata Pelajaran Seni Budaya berupa Makalah. Makalah ini yang
kami susun berjudul “Seni Teater Tradisional”.
Meskipun banyak hambatan
yang kami alami dalam proses pengerjaannya, tapi kami telah berhasil
menyelesaikan makalah ini.
Tidak lupa kami
sampaikan terima kasih kepada teman-teman yang juga sudah memberikan bantuan
kepada kami baik secara langsung maupun tidak langsung dalam pembuatan makalah
ini.
Kami menyadari bahwa
dalam menyusun karya tulis ini jauh dari kesempurnaan, untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna sempurnanya makalah
ini pada khususnya dan pembuatan makalah-makalah yang lain dikemudian hari.
Kami berharap semoga karya tulis ini bisa bermanfaat bagi pembaca pada
umummnya.
Bogor, Oktober
2018
Kelompok
Penyusun
DAFTAR
ISI
COVER
KATA
PENGANTAR
....................................................................................................... ii
DAFTAR ISI
..................................................................................................................... iii
BAB
I PENDAHULUAN
A. Latar belakang
......................................................................................................... 1
B. Rumusan masalah
................................................................................................... 2
C. Tujuan
..................................................................................................................... 2
BAB
II PEMBAHASAN
A. Pengertian Teater Tradisional
.................................................................................. 3
B. Unsur-unsur teater tradisional
................................................................................. 5
C. Ciri-ciri teater tradisional
........................................................................................ 7
D. Macam-macam teater tradisional
............................................................................. 8
E. Fungsi seni teater tradisional
................................................................................... 12
BAB
III PENUTUP
A. Kesimpulan
................................................................................................................ 13
B. Saran
.......................................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Teater
merupakan suatu media langsung atau media komunikasi langsung yang djadikan
wahana penting dalam menyebarkan kebudayaan dan pemikiran di sepanjang zaman.
Teater terkadang mengisahakan tragedi yang begitu menyedihkan yang terkadang
memaksa penonoton untuk terhanyut turut menangis dan terkadang pula ada teater
yang terkadang menyodorkan pertanyaan kepada publik, akan tetapi ada juga
teater yang bisa membuat penontonnya tertawa lebar.
Perubahan
struktural dalam substansi teater tradisional perlu diciptakan namun tetap
mempertahankan secara utuh kaidah pementasan, sehingga bisa terwujud pengalaman
baru. Bahkan dalam beberapa kasus, format dan penampilan pementasan harus
diubah juga. Masyarakat sekarang sangat berbeda dengan tipe masyarakat ratusan
tahun yang lalu. Mereka memiliki tuntutan dan selera yang baru pula. Karena
itu, teater mesti menggarap persoalan hidup sehari-hari mereka. Dengan begitu,
inovasi semacam itulah yang akan menjamin kelestarian teater tradisional dan
menjaganya untuk generasi mendatang".
Teater
tradisional yang kita kenal sekarang lahir dari situasi sosial tertentu yang
berbeda dengan kondisi sekarang. Ada banyak peneliti teater yang mengakui bahwa
jika teater tradisional dipentaskan sesuai dengan format aslinya, tentu tidak
akan banyak menarik minat publik. Dan perlahan akan mengubahnya menjadi ragam
seni yang layak dimuseumkan.
Teater
tradisional merupakan bagian dari identitas budaya dan menjadi kekayaan
kultural bangsa-bangsa yang berperadaban kuno. Meski demikian sebagian besar
pakar seni menilai perlu diadakannya perubahan dalam menampilkan seni pentas
tersebut sesuai dengan tuntutan masyarakat modern. Menggali kembali akar
sejarah teater tradisional merupakan langkah awal untuk menggelar perubahan.
Selain itu, mengenal asal-asul dan mencari unsur-unsur asli teater tradisional
dengan cara memisahkannya dari tendensi sosial dan politik yang melingkupinya
di masa lalu merupakan salah satu cara untuk menemukan format dasarnya. Selain
itu, memadukan teater tradisional dengan sentuhan modern yang lebih inovatif
seperti penggunaan tata cahaya, dekorasi, dan musik merupakan salah satu cara
untuk membuat seni pentas tradisional terlihat makin menarik.
Pementasan
teater tradisional secara klasik sudah tidak menarik lagi bagi publik modern
dan hanya menghibur mereka beberapa jam saja. Karena itu, upaya mempromosikan
teater tradisional harus diiringi dengan rekonstruksi seni pentas ini.
Kehidupan masyarakat tradisional dan problematika mereka harus bisa menyusup
dalam teater tradisional. Sebab hanya dengan cara itulah teater tradisional
bisa tetap bertahan.
B. RUMUSAN MASALAH
Dari
latar belakang diatas maka penulis menjabarkan beberapa rumusan masalah yang
akan kami bahas dalam makalah ini, yaitu sebagai berikut :
1. Apa Pengertian Teater Tradisional ?
2. Apa saja unsur-unsur teater
tradisional ?
3. Apa ciri-ciri teater tradisional ?
4. Apa saja macam-macam teater
tradisional ?
5. Apa Fungsi teater tradisional ?
C. TUJUAN
Dengan
disusunnya makalah ini maka tujuan yang ingin dicapai oleh penulis adalah:
1. Untuk
mengetahui Pengertian Teater Tradisional
2. Untuk
mengetahui unsur-unsur teater tradisional
3. Untuk
mengetahui ciri-ciri teater tradisional
4. Untuk
mengetahui macam-macam teater tradisional
5. Untuk
mengetahui fungsi teater tradisional
BAB
II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN TEATER TRADISIONAL
1. Arti Teater
Kata
“Teater” berasal dari kata yunani kuno yakni theatron, yang dalam bahasa
inggris seeing place dan dalam bahasa Indonesia “tempat untuk menonton” adalah
cabang dari seni pertunjukan yang berkaitan dengan akting/seni peran di depan
penonton dengan menggunakan gabungan dari ucapan, gestur (gerak tubuh), mimik,
boneka, musik, tari dan lain-lain.
Teater
merupakan salah satu bentuk kegiatan manusia yang secara sadar menggunakan
tubuhnya sebagai unsure utama yang menyatakan dirinya yang mewujudkan dalam
suatu karya seni pertunjukan (pementasan) yang didukung dengan unsur gerak,
suara, bunyi, dan rupa yang dijalin dalam cerita (lakon).
Secara
etimologis : Teater adalah gedung pertunjukan atau auditorium. Dalam arti luas
: Teater ialah segala tontonan yang dipertunjukkan di depan orang banyak. Dalam
arti sempit : Teater adalah drama, kisah hidup dan kehidupan manusia yang
diceritakan di atas pentas dengan media : Percakapan, gerak dan laku didasarkan
pada naskah yang tertulis ditunjang oleh dekor, musik, nyanyian, tarian, dsb.
Misalnya wayang orang, ketoprak, ludruk, arja, reog, lenong, topeng, dagelan,
sulapan akrobatik, bahkan pertunjukan band dan lain sebagainya. Dalam arti
sempit/khusus: drama, kisah hidup dan kehidupan manusia yang diceritakan di atas
pentas, disaksikan oleh penonton, dengan media percakapan, gerak dan laku,
dengan atau tanpa dekor (setting), didasarkan atas naskah yang tertulis (hasil
dari seni sastra) dengan atau tanpa musik, nyanyian, tarian.
2. Definisi Teater Tradisional
Sejarah
teater tradisional di Indonesia dimulai sejak sebelum Zaman Hindu. Pada zaman
tersebut, terdapat tanda-tanda bahwa unsur-unsur teater tradisional banyak
digunakan untuk mendukung upacara ritual. Dimana Teater tradisional adalah
merupakan bagian dari suatu upacara keagamaan ataupun upacara adat-istiadat
dalam tata cara kehidupan masyarakat.
Penyebutan
teater pada saat itu sebenarnya baru merupakan unsur-unsur teater, dan belum
merupakan suatu bentuk kesatuan teater yang utuh. Setelah melepaskan diri dari
kaitan upacara, unsur-unsur teater tersebut membentuk suatu seni pertunjukan
yang lahir dari spontanitas rakyat dalam masyarakat lingkungannya.
Proses
terjadinya atau munculnya teater tradisional di Indonesia sangat bervariasi
dari satu daerah dengan daerah lainnya. Hal ini disebabkan oleh unsur-unsur
pembentuk teater tradisional itu berbeda- beda, tergantung kondisi dan sikap
budaya masyarakat, sumber dan tata-cara di mana teater tradisional lahir.
Teater
tradisional atau yang juga dikenal dengan istilah “Teater daerah” adalah
merupakan suatu bentuk pertunjukan dimana para pemainnya berasal dari daerah
setempat dengan membawakan cerita yang bersumber dari kisah-kisah yang sejak
dulu telah berakar dan dirasakan sebagai milik sendiri oleh setiap masyarakat yang
hidup di lingkungan tersebut, misalnya mitos atau legenda dari daerah itu.
Dalam teater tradisional, segala sesuatunya disesuaikan dengan kondisi adat
istiadat, diolah sesuai dengan keadaan sosial masyarakat, serta struktur
geografis masing-masing daerah. Teater Tradisional mempunyai ciri-ciri yang
spesifik kedaerahan dan menggambarkan kebudayaan lingkungannya.
Teater
yang berkembang dikalangan rakyat disebut teater tradisional, sebagai lawan
dari teater modern dan kontemporer. Teater tradisional tanpa naskah (bersifat
inprovisasi). Sifatnya supel, artinya dipentaskan disembarang tempat. Jenis ini
masih hidup dan berkembang didaerah-daerah seluruh Indonesia. Teater
tradisional tidak menggunakan naskah. Sutradara hanya menugasi pemain untuk
memainkan tokoh tertentu. Para pemain di tuntut mempunyai spontanitas dalam
berimprovisasi yang tinggi.
Contoh
teater tradisional antara lain: ludruk (Jawa timur), ketoprak (Jawa tengah),
dan lenong (Jawa barat) .Yang disebut teater tradisional itu, oleh Kasim Ahmad
diklarifikasikan menjadi 3 macam, yaitu:
a. Teater rakyat
Sifat
teater rakyat sama halnya seperti tradisional, yaitu improvisasi, sederhana,
spontan dan menyatu dengan kehidupan rakyat. Contohnya antara lain: Makyong dan
Mendu didaerah Riau dan Kalimantan Barat, Randai dan Bakaba di Sumatera Barat,
Ketoprak, Srandul, Jemblung di Jawa Tengah dan lain sebagainya.
b. Teater Klasik
Sifat
teater ini sudah mapan, artinya segala sesuatunya sudah teratur, dengan cerita,
pelaku yang terlatih, gedung pertunjukkan yang memadai dan tidak lagi menyatu
dengan kehidupan rakyat (penontonnya). Lahirnya jenis teater ini dari pusat
kerajaan. Sifat feodalistik tampak dalam jenis teater ini. Contohnya: wayang
kulit, wayang orang dan wayang golek. Ceritanya statis, tetapi memiliki daya
tarik berkat kretatifitas dalang atau pelaku teater tersebut dalam menghidupkan
lakon.
c. Tetaer Transisi
Teater
transisi merupakan teater yang bersumber dari teater tradisional, tetapi gaya
penyajiannya sudah dipengaruhi oleh teater barat. Jenis teater seperti komedi
istambul, sandiwara dardanela, srimulat dan sebagai contoh, pola ceritanya sama
dengan ludruk atau ketoprak, tetapi jenis ceritanya diambil dari dunia modern.
Musik, dekor dan properti lain menggunakan tehnik barat.
B.
UNSUR-UNSUR TEATER TRADISIONAL
Unsur-unsur
dalam pementasan teater tradisional adalah sebagai berikut.
1.Tema
Tema
adalah pikiran pokok yang mendasari kisah drama. Pikiran pokok tersebut di
kembangkan sedemikian rupa sehingga menjadi kisah yang seru dan menarik. Tema dapat di persempit menjadi topik
kemudian topik tersebut di kembangkan menjadi kisah dalam teater dengan
dialpg-dialognya. Sementara itu, judul dapat diambil dari isi ceritanya.
2.
Plot
Plot
adalah rangkaian peristiwa atau jalan kisah dalam drama. Plot terdiri atas
konflik yang berkembang secara bertahap, dari sederhana menjadi kompleks,
klimaks, sampai penyelesaian. Tahapan plot yaitu sebagai berikut.
a.
Eksposisi
Perkenalan
tokoh melalui adegan-adegan dan dialog yang mengantarkan penonton pada keadaan
yang nyata.
b.
Konflik
Pada
tahapan ini mulai ada kejadian atau peristiwa atau insiden yang melibatkan
tokoh dalam masalah.
c.Komplikasi
Insiden
yang terjadi mulai berkembang dan menimbulkan konflik semakin banyak, rumit dan
saling terkait tetapi belum tampak pemecahan masalahnya.
d.
Klimaks
Berbagai
konflik telah sampai pada puncaknya atau puncak ketegangan bagi para penonton.
Disinilah konflik atau pertikaian antar tokoh semakin memanas.
e. Penyelesaian
Tahap
ini merupakan akhir penyelesaian konflik. Disini, penentuan ceritanya akan
berakhir menyenangkan,mengharukan, tragis, atau menimbulkan sebuah teka-teki
bagi para penonton.
3. Penokohan
Penokohan
dalam teater mencakup beberapa hal di antaranya sebagai berikut.
a.
Aspek Fsisikologis
Aspek
ini berkaitan dengan penamaan, pameran dan keadaan fisik tokoh. Keadaan fisik
antara lain tinggi, pendek, warna rambut, rambut panjang, gemuk, kurus atau
warna kulit.
b.
Aspek Sosiologis
Aspek
ini berkaitan dengan keadaan sosial tokoh, yaitu interaksi atau peran sosial
tokoh dengan tokoh lain.
c. Aspek sosiologis
Aspek
ini berkaitan dengan karakter yaitu keseluruhan ciri-ciri jiwa atau kepribadian
seorang tokoh. Jenis karakter dalam sebuah pementasan teater antara lain
protagonis, antagonis, figuran serta tritagonis.
Penokohan/karakter
pelaku utama adalah pelukisan karakter/kepribadian pelaku utama. Penokohan erat
hubungannya dengan perwatakan. Penokohan berhubungan dengan nama pelaku, jenis
kelamin, usia, bentuk fisik, dan kejiwaannya. Perwatakan berhubungan dengan
sifat pelaku. Dalam teater penokohan dapat dikelompokkan ke dalam tiga macam,
yaitu:
·
Tokoh protagonis, yaitu tokoh yang
pertama kali mengambil prakarsa dalam cerita. Tokoh protagonis adalah tokoh
yang pertama mengalami benturan-benturan atau masalah, memiliki sifat yang baik
sehingga penonton biasanya berempati.
·
Tokoh antagonis, yaitu tokoh yang
menentang tokoh protagonis atau tokoh yang menentang cerita. Tokoh antagonis
biasanya memiliki sifat jahat.
·
Tokoh tritagonis, yaitu tokoh penengah
serta pendamai dua pihak (tokoh protagonis dan tokoh antagonis) dan
penyelesaian ketegangan.
4.
Dialog
Dialog
adalah percakapan antar tokoh (yang bersamaan dalam satu gerak atau adegan)
untuk merangkai jalannya kisah. Dialog harus mendukung karakter tokoh,
mengarahkan plot dan mengungkap makna yang tersirat.
5. Bahasa
Bahasa
merupakan bahan dasar naskah atau skenario dalam wujud kata dan kalimat. Kata
dan kalimat harus dapat mengungkapkan pikiran dan perasaan secara komunikatif
dan efektif.
6. Ide dan Pesan
Ide
dan pesan dalam pertunjukan harus bisa di tuliskan oleh penulis dan di
implementasikan di atas panggung oleh pemeran. Ide bisa di dapat dengan cara
merekayasa secara logis, sehingga selain dapat menghibur, pementasan teater
juga menampilkan pesan moral melalui nilai-nilai pendidikan.
7. Setting
Setting
atau latar adalah keadaan tempat dan suasana terjadinya suatu adegan di
panggung. Setting ini bisa mencakup tata panggung dan tata lampu.
C. CIRI-CIRI TEATER TRADISIONAL
Teater
tradisional tiap-tiap daerah memiliki keunikan yang berbeda-beda. Namun, secara
umum teater tradisional memiliki ciri-ciri yang bersifat sama (kecuali teater
transisi), yaitu :
1.Tidak
ada naskah
Teater
tradisional biasanya tidak menggunakan naskah. Para pelaku hanya diberi garis
besar ceritanya (Wos). Mereka berbicara secara spontan mengikuti pembicaraan
pelaku lain. Oleh karena itu, pelaku dituntut bisa berimprovisasi. Jika tidak
bisa, jalannya pertunjukan akan tersendat-sendat.
2.
Persiapan dilakukan secara sederhana
Pada
umumnya teater tradisional tidak memiliki perencanaan yang formal dan tidak ada
penjadwalan secara rinci. Persiapan, latihan, dan persiapan dilaksanakan secara
sederhana. Misalnya, persiapan dilakukan tanpa menggunakan naskah, pelaku hanya
diberi garis besar ceritanya. Sutradara tidak membuat perencanaan latihan
secara formal, latihan hanya dilakukan pada saat akan pentas. Pada saat
pelaksanaan, persiapan peralatan pun dilakukan secara sederhana. Dekorasi, tata
rias, tata busana, tata lampu, dan tata musik dipersiapkan secara sederhana
juga.
3.
Ceritanya monoton
Cerita
teater tradisional biasanya monoton, tidak beragam dan tidak bervariasi seperti
bervariasinya kehidupan manusia. Biasanya cerita diambil dari cerita rakyat
daerah setempat, seperti dongeng, hikayat, atau cerita kepahlawanan (epos)
daerah setempat. Ini berbeda dengan teater modern yang ceritanya lebih
bervariasi. Teater modern bercerita tentang segala aspek kehidupan manusia,
seperti keagamaan, ekonomi, kemasyarakatan dan budaya.
4.
Menyatu dengan masyarakat
Teater
tradisional bersifat fleksibel, artinya pertunjukan itu bisa dilaksanakan
dimana saja, teater tradisional tidak memerlukan tempat khusus. Bahkan, bisa
menyatu dengan masyarakat. Hal ini disebabkan karena teater tradisonal tidak
memerlukan perlengkapan yang kompleks.
D. MACAM-MACAM TEATER TRADISIONAL
1. Wayang
Wayang dikenal sejak
zaman prasejarah yaitu sekitar 1500 tahun sebelum Masehi. Masyarakat Indonesia
memeluk kepercayaan animisme berupa pemujaan roh nenek moyang yang disebut
hyang atau dahyang, yang diwujudkan dalam bentuk arca atau gambar. Wayang
merupakan seni tradisional Indonesia yang terutama berkembang di Pulau Jawa dan
Bali. Pertunjukan wayang telah diakui oleh UNESCO pada tanggal 7 November 2003,
sebagai karya kebudayaan yang mengagumkan dalam bidang cerita narasi dan
warisan yang indah dan sangat berharga. G.A.J. Hazeu mengatakan bahwa wayang
dalam bahasa/kata Jawa berarti: bayangan
2. Makyong
Makyong adalah seni
teater tradisional masyarakat Melayu yang sampai sekarang masih digemari dan
sering dipertunjukkan sebagai dramatari dalam forum internasional. Makyong
dipengaruhi oleh budaya Hindu-Buddha Thai dan Hindu-Jawa. Nama makyong berasal
dari mak hyang, nama lain untuk dewi sri, dewi padi. Makyong adalah teater tradisional
yang berasal dari Pulau Bintan, Riau. Makyong berasal dari kesenian istana
sekitar abad ke-19 sampai tahun 1930-an. Makyong dilakukan pada siang hari atau
malam hari. Lama pementasan ± tiga jam
3.Drama Gong
Drama Gong adalah
sebuah bentuk seni pertunjukan Bali yang masih relatif muda usianya yang
diciptakan dengan jalan memadukan unsur- unsur drama modern (non tradisional
Bali) dengan unsur-unsur kesenian tradisional Bali. Dalam banyak hal Drama Gong
merupakan pencampuran dari unsur-unsur teater modern (Barat) dengan teater
tradisional (Bali). Karena dominasi dan pengaruh kesenian klasik atau
tradisional Bali masih begitu kuat, maka semula Drama Gong disebut "drama
klasik". Nama Drama Gong diberikan kepada kesenian ini oleh karena dalam pementasannya
setiap gerak pemain serta peralihan suasana dramatik diiringi oleh gamelan Gong
(Gong Kebyar). Drama Gong diciptakan sekitar tahun 1966 oleh Anak Agung Gede
Raka Payadnya dari desa Abianbase (Gianyar). Drama Gong mulai berkembang di
Bali sekitar tahun 1967 dan puncak kejayaannya adalah tahun1970. Namun semenjak
pertengahan tahun 1980 kesenian ini mulai menurun popularitasnya, sekarang ini
ada sekitar 6 buah sekaaDrama Gong yang masih aktif.
4. Randai
Randai adalah kesenian
(teater) khas masyarakat Minangkabau, Sumatra Barat yang dimainkan oleh
beberapa orang (berkelompok atau beregu). Randai dapat diartikan sebagai
“bersenang-senang sambil membentuk lingkaran” karena memang pemainnya berdiri
dalam sebuah lingkaran besar bergaris tengah yang panjangnya lima sampai
delapan meter. Cerita dalam randai, selalu mengangkat cerita rakyat
Minangkabau, seperti cerita Cindua Mato, Malin Deman, Anggun Nan Tongga, dan
cerita rakyat lainnya. Konon kabarnya, randai pertama kali dimainkan oleh
masyarakat Pariangan, Padang Panjang, ketika mereka berhasil menangkaprusa yang
keluar dari laut. Kesenian randai sudah dipentaskan di beberapa tempat di
Indonesia dan bahkan dunia. Bahkan randai dalam versi bahasa Inggris sudah
pernah dipentaskan oleh sekelompok mahasiswa di University of Hawaii, Amerika
Serikat. Kesenian randai yang kaya dengan nilai etika dan estetika adat
Minangkabau ini, merupakan hasil penggabungan dari beberapa macam seni,
seperti: drama (teater), seni musik, tari dan pencak silat.
5. Mamanda
Mamanda adalah seni teater
atau pementasan tradisional yang berasal dari Kalimantan Selatan. Dibanding
dengan seni pementasan yang lain, Mamanda lebih mirip dengan Lenong dari segi
hubungan yang terjalin antara pemain dengan penonton. Interaksi ini membuat
penonton menjadi aktif menyampaikan komentar-komentar lucu yang disinyalir
dapat membuat suasana jadi lebih hidup. • Asal muasal Mamanda adalah kesenian
Badamuluk yang dibawa rombongan Abdoel Moeloek dari Malaka tahun 1897. Dulunya
di Kalimantan Selatan bernama Komedi Indra Bangsawan. Persinggungan kesenian
lokal di Banjar dengan Komedi Indra Bangsawan melahirkan bentuk kesenian baru
yang disebut sebagai Ba Abdoel Moeloek atau lebih tenar dengan Badamuluk.
6. Longser
Longser merupakan salah
satu bentuk teater tradisional masyarakat sunda, Jawa barat. Longser berasal
dari akronim kata melong (melihat dengan kekaguman) dan saredet (tergugah) yang
artinya barang siapa yang melihat pertunjukan longser, maka hatinya akan
tergugah. Longser yang penekanannya pada tarian disebut ogel atau doger.
Sebelum longser lahir dan berkembang, terdapat bentuk teater tradisional yang
disebut lengger. Busana yang dipakai untuk kesenian ini sederhana tapi mencolok
dari segi warnanya terutama busana yang dipakai oleh ronggeng. Biasanya seorang
ronggeng memakai kebaya dan kain samping batik. Sementara, untuk lelaki memakai
baju kampret dengan celana sontog dan ikat kepala.
7. Ketoprak
Ketoprak merupakan
teater rakyat yang paling populer, terutama di daerah Yogyakarta dan daerah
Jawa Tengah. • Kata ‘kethoprak’ berasal dari nama alat yaitu Tiprak. Kata
Tiprak ini bermula dari prak. Karena bunyi tiprak adalah prak, prak, prak. •
Dalam bahasa Jawa terdapat tingkat-tingkat bahasa yang digunakan, yaitu: -
Bahasa Jawa biasa (sehari-hari) - Bahasa Jawa kromo (untuk yang lebih tinggi) -
Bahasa Jawa kromo inggil (yaitu untuk tingkat yang tertinggi) Menggunakan
bahasa dalam ketoprak, yang diperhatikan bukan saja penggunaan tingkat-tingkat
bahasa, tetapi juga kehalusan bahasa. Karena itu muncul yang disebut bahasa ketoprak,
bahasa Jawa dengan bahasa yang halus dan spesifik.
8. Ludruk
Ludruk merupakan salah
satu kesenian Jawa Timuran yang cukup terkenal, yakni seni panggung yang
umumnya seluruh pemainnya adalah laki-laki. Ludruk merupakan suatu drama
tradisional yang diperagakan oleh sebuah grup kesenian yang di gelarkan
disebuah panggung dengan mengambil cerita tentang kehidupan rakyat sehari-hari
(cerita wong cilik), cerita perjuangan dan lain sebagainya yang diselingi
dengan lawakan dan diiringi dengan gamelan sebagai musik. Dialog/monolog dalam
ludruk bersifat menghibur dan membuat penontonnya tertawa, menggunakan bahasa
khas Surabaya, meski kadang-kadang ada bintang tamu dari daerah lain seperti
Jombang, Malang, Madura, Madiun dengan logat yang berbeda. Bahasa lugas yang
digunakan pada ludruk, membuat dia mudah diserap oleh kalangan non intelek
(tukang becak, peronda, sopir angkutan umum, dll).
9. Lenong
"Lenong"
adalah seni pertunjukan teater tradisional masyarakat Betawi, Jakarta. Lenong
berasal dari nama salah seorang Saudagar China yang bernama Lien Ong. • Pada
zaman dahulu (zaman penjajahan), lenong biasa dimainkan oleh masyarakat sebagai
bentuk apresiasi penentangan terhadap tirani penjajah. • Pada mulanya kesenian
ini dipertunjukkan dengan mengamen dari kampung ke kampung. Pertunjukan
diadakan di udara terbuka tanpa panggung. Ketika pertunjukan berlangsung, salah
seorang aktor atau aktris mengitari penonton sambil meminta sumbangan secara
sukarela • Terdapat dua jenis lenong yaitu lenong denes dan lenong preman.
kedua jenis lenong ini juga dibedakan dari bahasa yang digunakan; lenong denes
umumnya menggunakan bahasa yang halus (bahasa Melayu tinggi), sedangkan lenong
preman menggunakan bahasa percakapan sehari-hari.
10. Ubrug
"Ubrug" di
Pandeglang dikenal sebagai kesenian tradisional rakyat yang semakin hari
semakin dilupakan oleh penggemarnya. Istilah ‘ubrug’ berasal dari bahasa Sunda
‘sagebrugan’ yang berarti campur aduk dalam satu lokasi. • Kesenian ubrug
termasuk teater rakyat yang memadukan unsur lakon, musik, tari, dan pencak
silat. Semua unsur itu dipentaskan secara komedi. • Bahasa yang digunakan dalam
pementasan, terkadang penggabungan dari bahasa Sunda, Jawa, dan Melayu
(Betawi). Alat musik yang biasa dimainkan dalam pemenetasan adalah gendang,
kulanter, kempul, gong angkeb, rebab, kenong, kecrek, dan ketuk.
E. FUNGSI SENI TEATER TRADISIONAL
Peranan seni
teater telah mengalami pergeseran seiring dengan berkembangnya
teknologi. Seni teater tidak hanya dijadikan sebagai sarana upacara maupun
hiburan, namun juga sebagai sarana pendidikan. Sebagai seni,
teater tidak hanya menjadi
konsumsi masyarakat sebagai hiburan semata, namun juga berperan dalam nilai
afektif masyarakat. Adapun beberapa fungsi seni teater, diantaranya meliputi:
1. Teater sebagai Sarana Upacara
Pada awal munculnya,
teater hadir sebagai sarana upacara persembahan kepada dewa Dyonesos dan
upacara pesta untuk dewa Apollo. Teater
yang berfungsi untuk kepentingan
upacara tidak membutuhkan
penonton karena penontonnya adalah bagian dari peserta upacara itu
sendiri.
Di Indonesia seni
teater yang dijadikan sebagai sarana upacara dikenal dengan istilah teater tradisional.
2. Teater sebagai Media Ekspresi
Teater merupakan salah
satu bentuk seni dengan fokus utama pada laku dan dialog. Berbeda dengan seni
musik yang mengedepankan aspek suara dan seni tari yang menekankan pada
keselarasan gerak dan irama. Dalam praktiknya, Seniman teater akan
mengekspresikan seninya dalam bentuk gerakan tubuh dan ucapan-ucapan.
3. Teater sebagai Media
Hiburan
Dalam perannya sebagai
sarana hiburan, sebelum pementasannya sebuah teater itu harus dengan persiapkan
dengan usaha yang maksimal. Sehingga
harapannya penonton akan terhibur dengan
pertunjukan yang digelar.
4. Teater sebagai Media
Pendidikan
Teater adalah seni
kolektif, dalam artian teater tidak dikerjakan secara individual. Melainkan
untuk mewujudkannya diperlukan kerja tim yang harmonis. Jika suatu teater
dipentaskan diharapkan pesan-pesan yang
ingin diutarakan penulis dan pemain tersampaikan kepada penonton. Melalui
pertunjukan biasanya manusia akan lebih mudah mengerti nilai baik buruk
kehidupan dibandingkan hanya membaca lewat sebuah cerita.
BAB
III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Arti Teater secara
etimologis teater adalah gedung pertunjukan atau auditorium. Dalam arti luas
teater ialah segala tontonan yang dipertunjukkan di depan orang banyak. Dalam
arti sempit teater adalah drama, kisah hidup dan kehidupan manusia yang
diceritakan di atas pentas dengan media : Percakapan, gerak dan laku didasarkan
pada naskah yang tertulis ditunjang oleh dekor, musik, nyanyian, tarian, dsb.
Misalnya wayang orang, ketoprak, ludruk, arja, reog, lenong, topeng, dagelan,
sulapan akrobatik, bahkan pertunjukan band dan lain sebagainya. Dalam arti
sempit/khusus: drama, kisah hidup dan kehidupan manusia yang diceritakan di
atas pentas, disaksikan oleh penonton, dengan media percakapan, gerak dan laku,
dengan atau tanpa dekor (setting), didasarkan atas naskah yang tertulis (hasil
dari seni sastra) dengan atau tanpa musik, nyanyian, tarian.
B.
SARAN
Makalah ini merupakan
bagian dari media pembelajaran, maka dengan itu kepada semua pihak bisa
menggali ilmunya ( khususnya ilmu tentang seni teater ) dengan mendalami isi
makalah ini.
Khususnya kepada kaum
muda agar seni teater tidak hilang begitu saja tetapi bisa diwariskan kepada
segenap penerus bangsa sehingga negara Indonesia bisa disebut sebagai salah
satu negara yang hebat dalam dunia seni.
DAFTAR
PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/wiki/Seni_Teater
http://karyailmiahbn2013.files.wordpress.com/2013/02/seni-teater-by-mutiara-mc-moran-rambet.pdf
http://kliping.co/pengertian-seni-teater-unsur-jenis-dan-contohnya/
http://seputarpengertian.blogspot.co.id/2016/02/pengertian-teater-tradisional.html
http://www.teaterpetass.com/2013/02/10-bentuk-teater-tradisional-di.html
No comments:
Post a Comment