Friday, November 30, 2018

Makalah manajemen pendidikan


BAB I
PENDAHULUAN
I.A. Latar belakang
Tidak dapat dipungkiri bahwa mutu pendidikan di idndonesia masih jauh  dari yang diharapkan, apalagi jika diabndingkan dengan mutu pendidikan dinegara lain. Hasil survey political and economic Risk Consultancy (PERC) yang dilakukan pada tahun 2000 tentang mutu pendidikan di mawasan Asia, menempatkan Indonesia di ranking 12 setingkat dibawwah vietnam.
            Selain itu, mutu perguruam tinggi nasional di indonesia juga sangat rendah yang menempati rangking papan bawah dibandingkan dengan perguruan tinggi di kawasan Asia. Hasil riset mingguan Asiaweek (www.cnn.com/AsiaNow/Asiaweek) pada tahun 2000 menempatkan Universitas Indonesia Jakarta pada urutan 61, universitas Gajah mada Yogyakarta 68, universitas Diponegoro Semarang 73, dan Universitas Airlangga Surabaya 75 dari 77 univeristas multidisiplin di Asia, Australia, dan Selandia Baru. Sedangkan untuk kategori Science and technology schools, institut Teknologiu Bandung menduduki peringkat 21 dari 39 universitas.
            Merosotnya mutu pendidikan di indonesia secara umum dan mutu pendidikan tinggi secara spesifik dilihat dari perpektif makro dapat disebabkan oleh buruknya sistem pendidikan nasional (PERC, 2000) dan rendahnya Sumberdaya Manusia (SDM), yaitu menempati peringkat 113 dari 177 negara didunia. Data ini diperoleh sesuai hasil survey tentang Human Development Index (HDI) oleh United Nation Development Program atau UNDP (Brodjonegoro, dalam Pikiran Rakyat, 28 oktober, 2005)
Rendahnya sumberdaya manusia Indonesia berdasarkan hasil survey UNDP tersebut adalah akibat rendahnya mutu pendidikan diberbagai jenis dan jenjang pendidikan, karena itu salah satu kebijakan pokok pembangunan pendidikan nasional ialah peningkaatan mutu dan relevansi pendidikan. Selain itu, perluasan dan pemerataaan pendidikan serta akuntabilitas juga menjadi kebijakan pembnagunan nasional (UUSPN No. 20 Tahun 2003).
            Dalam persepektif makro banyak faktor yang mempengaruhi mutu pendidikan, diantranya faktor kurikulum, kebijakan pendidikan, fasilitaas pendidikan, aplikasi teknologi informasi dan komunikasi dalam dunia pendidikan, khusunya dalam kegiatan proses belajar mengajar di kelas, di laboratorium, dan di kancah belajar lainnya.
            Dalam persepektif mikro atau tinjauan secara sempit dan khusus, faktor dominan yang berpengaruh dan berkontribusi besar terhadap ,muitu pemdidikan ialah guru yang profesional dan gurru yang sejahtera.
I.B. Rumusan Masalah
Pada makalah kali ini saya akan mencoba merumuskan masalah tentang management mutu pendidikan yang akan meliputi pengertian, penunjang kualitas mutu pendidikan, hal-hal yang berpengaruh pada penentu kualitas pendidikan, dan beberapa hal yang menyangkut permasalahan tersebut, yang didukukung oleh penyataan para ahli tentang mutu pendidikan.
I.C. Tujuan Pembahasan.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Untuk memenuhi tugas salah satu mata kuliah tentang management pendidikan.
2.      Menambah ilmu dan wawasan dari penulis.
3.      Memberikan wawasan dan pengetahuan dari setiap pembaca makalah ini.










BAB II
PEMBAHASAN
I.A.    TEORI MANAGEMENT
A. DEFINISI MANAJEMEN
Pengertian Manajemen Ada banyak pendapat yang diutarakan para ahli manajemen tentangpengertian manajemen. Oleh karena perbedaan pengertian manajemen yang ada, pengertian manajemen terdiri atas beberapa segi.
1. Pengertian manajemen ditinjau dari segi (art)
Pengertian manajemen ditinjau dari segi seni dikemukakan oleh Mary Parker Follet. Follet berpendapat bahwa pengertian manajemen ialah seni (art) dalam menyelesaikan pekerjaan (duty) orang lain.
2. Pengertian manajemen ditinjau dari segi ilmu pengetahuan
Pengertian manajemen ditinjau dari segi ilmu pengetahuan dikemukakan olehLuther Gulick. Gulick mengatakan bahwa pengertian manajemen adalah bidang pengetahuan yang berusaha secara sistematis untuk memahami mengapa dan bagaimana manusia bekerja sama untuk menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi kemanusiaan.
3. Pengertian Manajemen ditinjau dari segi proses
Pengertian manajemen ditinjau dari segi proses menurut James A.F. Stoner. Stoner berpendapat bahwa definisi manajemen adalah proses perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), kepemimpinan (leadership) dan pengawasan (mengendalikan /controlling) kegiatan anggota dan tujuan penggunaan organisasi yang sudah ditentukan.
Pengertian dan Definisi Manajemen menurut ahli lainnya:
Pengertian manajement menurut George R. Terry (1977) bahwa pengertian manajemen adalah suatu proses yang terdiri dari planning (perencanaan), organizing (pengorganisasian), actuating, dan controlling (pengendalian) yang dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan dengan menggunakan manusia dan sumber daya lainnya
Dari berbagai pengertian manajemen diatas, dapat kita rumuskan bahwa pengertian dan definisi manajemen adalah proses perencanaan pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian kegiatan anggota organisasi dan proses penggunaan sumber daya organisasi lainnya untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.
Jenjang (Hierarki) Manajemen
Organisasi atau badan usaha umumnya memiliki sedikitnya 3 jenjang (tingkatan) manajemen yaitu manajemen pelaksana, manajemen menengah, dan manajemen puncak.
pengertian manajemen menurut para ahli, piramida hirarki manajemen meliputi:
Manajemen puncak (Top Management)
Manajemen puncak adalah jenjang (hirarki) manajemen tertinggi. Jenjang (hirarki) manajemen tertinggi atau puncak biasanya terdiri atas dewan direksi (board direction) dan direktur utama. Dewan direksi memiliki tugas memutuskan hal hal yang bersifat sangat penting untuk bertahannya perusahaan. Manajemen puncak (Top management) bertugas menetapkan kebijaksanaan operasional dan membimbing interaksi antara organisasi dengan lingkungan.
Manajemen menengah (Middle Management)
Manajemen menengah biasanya memimpin suatu divisi atau departemen. Middle Management bertugas dalam mengembangkan rencana-rencana operasi (operation plan) dan menjalankan tugas tugas yang telah ditetapkan manajemen puncak (Top Management). Manajemen menengah bertanggung jawab kepada manajemen puncak.
Manajemen pelaksana (Supervisory management)
Pengertian Manajemen pelaksana adalah hiraki manajemen yang memiliki tugas dalam menjalankan rencana-rencana yang dibuat oleh manajemen menengah. Manajemen pelaksana atau supervisory management  juga bertugas dalam melaksanakan pengawasan terhadap para pekerja dan memiliki tanggung jawab pada manajemen menengah (middle management). Jenjang manajemen diatas dapat diilustrasikan sebagai piramida. Puncak piramida diduduki oleh manajemen puncak, tengah piramida diduduki oleh manajemen menengah, dan bawah piramida oleh manajemen pelaksana.
Gambar piramida yang semakin melebar ke bawah menunjukkan bahwa jumlah orang yang menduduki jabatan manajemen puncak lebih sedikit daripada orang yang menduduki jabatan manajemen menengah dan pelaksana. Begitu juga dengan orang yang menduduki jabatan manajemen menengah, jumlanya lebih banyak daripada manajemen puncak, tetapi tidak sebanyak manajemen pelaksana. Perhatikan garis komando dan arah pertanggungjawaban pada piramida.
·         Prinsip Manajemen Oleh Henry Fayol
·         Pembagian Kerja
·         Otoritas/Wewenang
·         Disiplin (Discipline)
·         Kesatuan Perintah (Unity of Command)
·         Kesatuan arah (Unity of Direction)
·         Kepentingan bersama haruslah lebih diutamakan daripada kepentingan pribadi (Subordination of Individual Interest to the common Good)
·         Pemberian upah (Renumeration)
·         Pemusatan (Centralization)Pengambilan keputusan  yang menggunakan berbagai pertimbangan atasan.
·         Jenjang jabatan (Hierarki) : Jenjang jabatan dalam suatu organisasi sering digambarkan dengan garis garis rapi dalam bagan organisasi. Kedudukan manajemen puncak hingga ke manajemen bawah ditunjukkan dalam bagan dibawah.
·         Tata tertib (Order)
·         Kesamaan (Equity)
·         Kestabilan staf (Stability of Staff)
·         Inisiatif (Initiative)
·         Semangat Korps (Esprit de Corps)
B.     DEFINISI MUTU
Mutu memiliki beberapa pengertian yang berbeda menurut para ahli. Phil Crosby,misalnya, menyatakan mutu berarti kesesuaian terhadap persyaratan ,seperti jam tahan air, sepatu tahan lama, dokter yang ahli,dll. Dokter yang mampu mendiagnosa dengan tepat penyakit pasiennya digolongkan sebagai dokter yang ermutu. Sementara Edward Deming ,menyatakan mutu berarti pemecahan masalah untuk mencapai penyempurnaan terus menerus seperti Kaizen di Toyota. Dalam hal ini berarti mutu berarti sesuatu yang kontinu, senantiasa ada perbaikan,tidak stagnan. K.Ishikawa, pencipta diagram tulang ikan, menyatakan mutu berarti kepuasan pelanggan,baik pelanggan internal maupun eksternal. Kepuasan pelanggan internal akan menyebabkan kepuasan pelanggan eksternal.
1. mutu pendidikan?
Menurut Umaedi,  Mutu mengandung makna derajat (tingkat) keunggulan suatu produk (hasil kerja/upaya) baik berupa barang maupun jasa; baik yang tangible maupun yang intangible. Dalam konteks pendidikan pengertian mutu, dalam hal ini mengacu pada proses pendidikan dan hasil pendidikan. Dalam "proses pendidikan" yang bermutu terlibat berbagai input, seperti; bahan ajar (kognitif, afektif, atau psikomotorik), metodologi (bervariasi sesuai kemampuan guru), sarana, dukungan administrasi dan sarana prasarana dan sumber daya lainnya serta penciptaan suasana yang kondusif.
 Dari sisi guru, mutu dapat dilihat dari seberapa optimal guru mampu memfasilitasi proses belajar siswa. Menurut Djemari Mardapi bahwa setiap tenaga pengajar memiliki tanggung jawab terhadap tingkat keberhasilan siswa belajar dan keberhasilan guru mengajar. Sementara itu dari sudut kurikulum dan bahan belajar mutu dapat dilihat dari seberapa luwes dan relevan kurikulum dan bahan belajar mampu menyediakan aneka stimuli dan fasilitas belajar secara berdiversifikasi. Dari aspek iklim pembelajaran, kualitas dapat dilihat dari seberapa besar suasana belajar mendukung terciptanya kegiatan pembelajaran yang menarik, menantang, menyenangkan dan bermakna bagi pembentukan profesionalitas kependidikan.
 Sedangkan Departemen pendidikan nasional, Direktorat jendral pendidikan dasar dan menengah (Dit.Dikdasmen) menyatakan bahwa Secara umum, mutu adalah gambaran dan karakteristik menyeluruh dari barang atau jasa yang menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang diharapkan atau yang tersirat. Dalam konteks pendidikan, pengertian mutu mencakup input, proses, dan output pendidikan.
2. macam pendekatan terhadap mutu?
-Pendekatan Makro
a)      Merancang Program Pembelajaran yang Unggul
b)      Merumuskan Kembali Tujuan Kurikulum PAI
c)      Menciptakan Sumber Belajar Unggul
-Pendekaran Mikro
a)      Menentukan Tujuan Materi
b)      Mengukur Kemampuan Awal Siswa dan Solusinya
c)      Pembentukan Perfomansi (perilaku)
d)     Menyusun Evaluasi
C.    DEFINISI PENDIDIKAN
Langeveld
Pendidikan adalah setiap usaha, pengaruh, perlindungan dan bantuan yang diberikan kepada anak tertuju kepada pendewasaan anak itu, atau lebih tepat membantu anak agar cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri. Pengaruh itu datangnya dari orang dewasa (atau yang diciptakan oleh orang dewasa seperti sekolah, buku, putaran hidup sehari-hari, dan sebagainya) dan ditujukan kepada orang yang belum dewasa.
John Dewey
Pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan-kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional kearah alam dan sesama manusia.
J.J. Rousseau
Pendidikan adalah memberi kita perbekalan yang ada pada masa kanak-kanak sampai remaja yang nantinya akan dibutuhkan pada saat kita dewasa nanti..
Carter V.Good
a.       Seni, praktik, atau profesi pengajar.
b.      Ilmu yang sistematis atau pengajaran yang berhubungan dengan prinsip dan metode-metode mengajar, pengawasan dan bimbingan murid; dalam arti luas digantikan dengan istilah pendidikan.
=== Faktor Pendidik ===
Pendidik adalah orang yang memikul pertanggungjawaban untuk mendidik. Dwi Nugroho Hidayanto, menginventarisasi bahwa pengertian pendidik meliputi:
a.       Orang Dewasa
b.      Orang Tua
c.       Guru
d.      Pemimpin Masyarakat
e.       Pemimpin Agama
Karakteristik yang harus dimiliki pendidik dalam melaksanakan tugasnya dalam mendidik[1], yaitu:
a.       kematangan diri yang stabil, memahami diri sendiri, mandiri, dan memiliki nilai-nilai kemanusiaan.
b.      kematangan sosial yang stabil, memiliki pengetahuan yang cukup tentang masyarakat, dan mempunyai kecakapan membina kerjasama dengan orang lain.
c.       kematangan profesional (kemampuan mendidik), yaitu menaruh perhatian dan sikap cinta terhadap anak didik serta mempunyai pengetahuan yang cukup tentang latar belakang anak didik dan perkembangannya, memiliki kecakapan dalam menggunkan cara-cara mendidik.
Kriteria kualitas guru yang dibutuhkan dalam pendidikan adalah:
a.       Guru sebagai perencana]
b.      Guru sebagai penginisiasi
c.       Guru sebagai pemotivasi
d.      Guru sebagai pengamat
e.       Guru sebagai pengantisipasi
f.       Guru sebagai model
g.      Guru sebagai pengevaluasi
h.      Guru sebagai teman berjelajah bersama anak didik
i.        Promotor agar anak menjadi pembelajar sejati
Ki Hajar Dewantara
Pendidikan yaitu tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya.
Faktor Pendidik
Pendidik adalah orang yang memikul pertanggungjawaban untuk mendidik. [1]. Dwi Nugroho Hidayanto, menginventarisasi bahwa pengertian pendidik meliputi:
Menurut UU No. 20 tahun 2003
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara.
Menurut UU Nomor 2 Tahun 1989
Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang. [1]88er568ew8uswu,
hidup sehari-hari, dan sebagainya) dan ditujukan kepada orang yang belum dewasa.
Di dalam UU Nomor 2 tahun 1989 secara jelas disebutkan Tujuan Pendidikan Nasional, yaitu "Mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantab dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan."
Sesungguhnya faktor tujuan bagi pendidikan adalah:
a.       Sebagai Arah Pendidikan, tujuan akan menunjukkan arah dari suatu usaha, sedangkan arah menunjukkan jalan yang harus ditempuh dari situasi sekarang kepada situasi berikutnya.
b.      Tujuan sebagai titik akhir, suatu usaha pasti memiliki awal dan akhir. Mungkin saja ada usaha yang terhenti karena sesuatu kegagalan mencapai tujuan, namun usaha itu belum bisa dikatakan berakhir. Pada umumnya, suatu usaha dikatakan berakhir jika tujuan akhirnya telah tercapai.
c.       Tujuan sebagai titik pangkal mencapai tujuan lain, apabila tujuan merupakan titik akhir dari usaha, maka dasar ini merupakan titik tolaknya, dalam arti bahwa dasar tersebut merupakan fundamen yang menjadi alas permulaan setiap usaha.
d.      Memberi nilai pada usaha yang dilakukan
Faktor Anak Didik
Anak didik adalah setiap orang yang menerima pengaruh dari seseorang atau sekelompok orang yang menjalankan kegiatan pendidikan. Sedang dalam arti sempit anak didik ialah anak (pribadi yang belum dewasa) yang diserahkan kepada tanggung jawab pendidik.  Salah satu pertanda bahwa seseorang telah belajar adalah adanya perubahan tingkah laku dalam dirinya. Dengan demikian, pendidikan berusaha untuk membawa anak yang semula serba tidak berdaya, yang hampir keseluruhan hidupnya menggantungkan diri pada orang lain, ke tingkat dewasa, yaitu keadaan di mana anak sanggup berdiri sendiri dan bertanggung jawab terhadap dirinya, baik secara individual, secara sosial maupun secara susila.
Faktor Alat Pendidikan
Pengajaran yang baik adalah Alat Pendidikan yang terutama.  Alat Pendidikan merupakan faktor pendidikan yang sengaja dibuat dan digunakan demi pencapaian tujuan pendidikan yang diinginkan.
Ditinjau dari wujudnya, alat pendidikan dapat berupa:
a.       Perbuatan Mendidik (biasa disebut piranti lunak); mencakup nasihat, teladan, larangan, perintah, pujian, teguran, ancaman, dan hukuman.
b.      Benda-benda sebagai alat Bantu (biasa disebut piranti keras); mencakup meja kursi, belajar, papan tulis, penghapus, kapur tulis, OHP, dan sebagainya.
Faktor Lingkungan
Pada dasarnya lingkungan mencakup:
a.       Tempat (Lingkungan Fisik); keadaan iklim, keadaan tanah, keadaan alam.
b.      Kebudayaan (Lingkungan Budaya); dengan warisan budaya tertentu bahasa, seni, ekonomi, ilmu pengetahuan, pandangan hidup, keagamaan.
c.       Kelompok hidup bersama (Lingkungan sosial atau masyarakat) keluarga, kelompok bermain, desa, perkumpulan.
Menurut Ki Hajar Dewantara lingkungan pendidikan meliputi lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan organisasi pemuda, yang ia sebut dengan Tri Pusat Pendidikan.
a. Lingkungan Keluarga (Komunitas utama)
Pendidikan Keluarga berfungsi:
a. Sebagai pengalaman pertama masa kanak-kanak.
b.Menjamin kehidupan emosional anak.
c. Menanamkan dasar pendidikan moral.
d.                        Memberikan dasar pendidikan sosial.
e. Meletakkan dasar-dasar pendidikan agama bagi anak-anak.
b. Lingkungan Sekolah
Tidak semua tugas mendidik dapat dilaksanakan oleh orang tua dalam keluarga, terutama dalam hal ilmu pengetahuan dan berbagai macam ketrampilan.  Karena jika ditilik dari sejarah perkembangan profesi guru, tugas mengajar sebenarnya adalah pelimpahan dari tugas orang tua karena tidak mampu lagi memberikan pengetahuan, ketrampilan, dan sikap-sikap tertentu sesuai dengan perkembangan zaman.
Fungsi Sekolah antara lain:
1.Sekolah membantu orang tua mengerjakan kebiasaan-kebiasaan yang baik serta menanamkan budi pekerti yang baik.
2.Sekolah memberikan pendidikan untuk kehidupan di dalam masyarakat yang sukar atau tidak dapat diberikan di rumah.
3.Sekolah melatih anak-anak memperoleh keahlian-keahlian seperti membaca, menulis, berhitung, menggambar serta ilmu-ilmu lain yang sifatnya mengembangkan kecerdasan dan pengetahuan.
4.Di sekolah diberikan pelajaran etika , keagamaan , estetika , membedakan moral .
5.Memelihara warisan budaya yang hidup dalam masyarakat dengan jalan menyampaikan warisan kebudayaan kepada generasi muda, dalam hal ini tentunya anak didik.
c. Lingkungan Organisasi Pemuda
Peran organisasi pemuda yang terutama adalah mengupayakan pengembangan sosialisasi kehidupan pemuda. Melalui organisasi pemuda berkembanglah semacam kesadaran sosial , keahlian-keahlian di dalam pergaulan dengan sesama kawan (kemampuan bersosial) dan sikap yang tepat di dalam membina hubungan dengan sesama manusia (perilaku bersosial).
D.     Definisi Manajemen Mutu
Di era industrialisasi yang semakin ketat dan kompetitif seperti sekarang ini, menurut Gaspersz (2008:3) setiap pelaku bisnis yang ingin memenangkan kompetisi/pertandingan dalam dunia industri akan memberikan perhatian penuh terhadap mutu. Nasution (2005:21) menegaskan hanya perusahaan yang dapat menghasilkan mutu barang atau jasa yang sesuai dengan tuntutan pelanggan dapat memenangkan persaingan tersebut. Cara terbaik agar dapat bersaing dan unggul dalam persaingan global menurut Tjiptono dan Diana (2003:10) yaitu dengan melakukan upaya/usaha perbaikan yang berkesinambungan terhadap kemampuan manusia, proses, serta lingkungan, melalui penerapan manajemen mutu. Berdasarkan hasil studi mengenai keberhasilan perusahaan-perusahaan industri kelas dunia yang berhasil mengembangkan konsep mutu dalam perusahaan, menurut Gaspersz (2008:4) lahirlah apa yang disebut sebagai Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management, TQM).
Sedangkan Purnama (2006:51) mengemukakan TQM ( Management Mutu) ialah sistem terstruktur dengan serangkaian alat, teknik, dan filosofi yang didesain untuk menciptakan budaya perusahaan yang memiliki fokus terhadap konsumen, melibatkan partisipasi aktif para pekerja, dan perbaikan kualitas yang berkesinambungan yang menunjang tercapainya kepuasan konsumen secara total dan terus-menerus. Gaspersz (2008:266) mengemukakan TQM ( Management Mutu) ialah pendekatan manajemen sistematik yang berorientasi pada organisasi, pelanggan, dan pasar melalui kombinasi antara pencarian fakta praktis dan penyelesaian masalah, guna menciptakan peningkatan secara signifikan dalam kualitas, produktivitas, dan kinerja lain dari perusahaan
E.     Definisi management pendidikan.
Manjemen Pendidikan mempunyai pengertian kerja sama untuk mencapai tujuan pendidikan. Kerjasama menyelenggarkan sekolah itu harus dibina sehingga semua yang terlibat dalam urusan sekolah tersebut memberikan sumbanganya secara maksimal. Kerja sama untuk mencapai tujuan pendidikan dengan berbagai aspeknya ini dapat dipandang sebagai manajemen pendidikan.
Kedua, manajemen pendidikan mengandung pengertian proses untuk mencapai tujuan pendidikan. Proses itu dimulai dari perencanaan, pengorganisasiaan, pengarahan, pemantauan, dan penilaiaan.
II.B. PEMBAHASAN
A.    Definisi Mutu Pendidikan
 Mutu Pendidikan adalah kemampuan sekolah dalam pengelolaan secara operasional dan efesien terhadap komponen-komponen yang berkaitan dengan sekolah, sehingga menghasilkan nilai tambah terhadap komponen tersebut menurut norma atau standar yang berlaku.
Ciri-ciri Pendidikan di IndonesiaCara melaksanakan pendidikan di Indonesia sudah tentu tidak terlepas dari tujuan pendidikan di Indonesia, sebab pendidikan Indonesia yang dimaksud di sini ialah pendidikan yang dilakukan di bumi Indonesia untuk kepentingan bangsa Indonesia.
B.     Fungsi  Manajemen Mutu Pendidikan
Manajemen Mutu Terpadu Di Sekolah
Manajemen Mutu Terpadu yang diterjemahkan dari Total Quality Management (TQM) atau disebut pula Pengelolaan Mutu Total (PMT) adalah suatu pendekatan mutu pendidikan melalui peningkatan mutu komponen terkait. M. Jusuf Hanafiah, dkk (1994:4) mendefinisikan Pengelolaan Mutu Total (PMT) adalah suatu pendekatan yang sistematis, praktis, dan strategis dalam menyelenggarakan suatu organisasi, yang mengutamakan kepentingan pelanggan. pendekatan ini bertujuan untuk meningkatkan dan mengendalikan mutu. Sedang yang dimaksud dengan Pengeloaan Mutu Total (PMT) Pendidikan tinggi (bisa pula sekolah) adalah cara mengelola lembaga pendidikan berdasarkan filosofi bahwa meningkatkan mutu harus diadakan dan dilakukan oleh semua unsur lembaga sejak dini secara terpadu berkesinambungan sehingga pendidikan sebagai jasa yang berupa proses pembudayaan sesuai dengan dan bahkan melebihi kebutuhan para pelanggan baik masa kini maupun yang akan datang.
Komponen yang terkait dengan mutu pendidikan yang termuat dalam buku Panduan Manajemen Sekolah (2000: 191) adalah 1) siswa :  kesiapan dan motivasi belajarnya, 2) guru : kemampuan profesional, moral kerjanya (kemampuan personal), dan kerjasamanya (kemampuan social). 3) kurikulum : relevansi konten dan operasionalisasi proses pembelajarannya, 4) dan, sarana dan prasarana : kecukupan dan keefektifan dalam mendukung proses pembelajaran, 5) Masyarakat (orang tua, pengguna lulusan, dan perguruan tinggi) : partisipasinya dalam pengembangan program-program pendidikan sekolah. Mutu komponen-komponen tersebut di atas menjadi fokus perhatian kepala sekolah.
Adapun prinsip dari MMT dalam buku tersebut yaitu selama ini sekolah dianggap sebagai suatu Unit Produksi, dimana siswa sebagai bahan mentah dan lulusan sekolah sebagai hasil produksi. Dalam MMT sekolah dipahami sebagai Unit Layanan Jasa,  yakni pelayanan pembelajaran.
Sebagai unit layanan jasa, maka yang dilayani sekolah (pelanggan sekolah ) adalah: 1) Pelanggan internal : guru, pustakawan, laboran, teknisi dan tenaga administrasi, 2) Pelanggan eksternal terdiri atas : pelanggan primer (siswa), pelanggan sekunder (orang tua, pemerintah dan masyarakat), pelanggan tertier (pemakai/penerima lulusan baik diperguruan tinggi maupun dunia usaha).
C.     Tujuan mutu pendidikan sekolah
Tujuan supervisi pengajaran secara umum ialah memantau dan mengawasi kinerja para staf dan melaksanakan tugas tanggung jawabnya masing-masing agar  para staf sekolah tersebut dapat bekerja secara profesional. Dan mutu kinerjanya meningkat.
Aplikasi teknik-teknik peningkatan mutu yang didasarkan pada data kualitatif dan kuantitatif
         Upaya pemberdayaan semua komponen sekolah
         Peningkatan kapasitas dan kemampuan organisasi secara terus menerus untuk memenuhi tuntutan dan kebutuhan peserta didik dan masyarakat
Kriteria tujuan yang baik:
1.      Semua pihak yang akan terlibat diikutsertakan dalam menyusun tujuan/target Jelas, mudah dipahami semua pihak yang terlibat/terkait.
2.      Setiap pihak yang terkait paham akan peran dan kedudukannya
D. Unsur-Unsur Manajemen Mutu Pendidikan
Secara garis besar, ada dua faktor utama yang mempengaruhi mutu proses dan hasil belajar mengajar di kelas, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Adapun yang termasuk kedalam faktor internal berupa: faktor psikologis, sosiologis, dan fisiologis yang ada pada diri siswa dan guru sebagai pebelajar dan pembelajar. Sedangkan yang termasuk ke dalam faktor eksternal ialah semua faktor-faktor yang memepengruhi proses belajar mengajar dikelas selain faktor yang bersumber dari faktor guru dan siswa. Faktor-faktor tersebut berupa faktor: masukan loingkungan, masukan peralatan, masukan eksternal lainnya (klaumeier, et al:1995).
Kesemua faktor-faktor internal dan eksternal tersebut harus menjaddi “perhatian bagi guru dan siswa jika proses pendidikan di kelas ingin berhasil dengan baik” (Bruner, 1980). Dan kesemua faktor-faktor tersebut “merupakan kondisi-kondisi yang mempengaruhi proses dan hasil belajar (Gagne, 1990).
Oleh karena itu, unmtuk mencapai mutu proses dan hasil belajar dan mengajar di kelas, kedua pihak, yaitu peserta didik dan guru harus memiliki kondisi kesehatan pancaindera yang prima. Selain itu, para guru sebagai pemeblajar dikelas dan para peerra didik sebgai pebelajar dikelas, juga harus memeiliki kondisi kesehatan fisik secara umum sehat.
Dari segi mutu proses belajar mengajar, selain mutunya ditentukan oleh mutu masukan, dalam hal ini mutu peserta didik diberbagai satuan pendidikan, juga ditentukan oleh mutu  masukan, dalam hal ini mutu peserta didik diberbagai satuan pendidikan, juga ditentukan oleh mutu peserta didik di berbagai satuan pendidikan, juga ditentukan oleh mutu masukan instrumental dan masukan lingkungan. Masukan instrumental dan masukan lingkungan. Masukan instrumental mencakup guru, kepala sekolah, staf administrasi sekolah, guru bimbingan dan kosneling, dan staf sekolah lainnya; media dan sumber belajar, alat-alat dan perlengkapan belajar, dan infrastruktur atau fasilitass pendidikan di sekolah baik berbentuk perangkat lunak dan keras yang dibutuhkan dalam proses belajar mengajar dikelas.
Berbagai ahli pendidikan di Indonesia dan diluar negeri menyintesiskan bahwa mutu proses dan mutu hasil belajar mengajar di kelas dapat dilihat dari beberapa indikator sebagai berikut:
1.Gruru membuka peljaran dengan ucapan salam.
2.Guru melakukan presensi siswa.
3.Guru melakukan pengelolaan kelas
4.Guru menjelaskan materi pelajaran di kelas
 E. Permasalahan
Masalah-masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan manajemen peningkatan mutu pendidikan sebagaimana dikemukakan oleh Hanafiah, dkk adalah : pertama sikap mental para pengelola pendidikan, baik yang memimpin maupun yang dipimpin. Yang dipimpin bergerak karena perintah atasan, bukan karena rasa tanggung jawab. Yang memimpin sebaliknya, tidak memberi kepercayaan, tidak memberi kebebasan berinisiatif, mendelegasikan wewenang.
Masalah kedua adalah tidak adanya tindak lanjut dari evaluasi program. Hampir semua program dimonitor dan dievaluasi dengan baik, Namun tindak lanjutnya tidak dilaksanakan. Akibatnya pelaksanaan pendidikan selanjutnya tidak ditandai oleh peningkatan mutu.
Masalah ketiga adalah gaya kepemimpinan yang tidak mendukung. Pada umumnya pimpinan tidak menunjukkan pengakuan dan penghargaan terhadap keberhasilan kerja stafnya. Hal ini menyebabkan staf bekerja tanpa motivasi.   Masalah keempat adalah kurangnya rasa memiliki pada para pelaksana pendidikan. Perencanaan strategis yang kurang dipahami para pelaksana, dan komunikasi dialogis yang kurang terbuka. Prinsip melakukan sesuatu secara benar dari awal belum membudaya. Pelaksanaan pada umumnya akan membantu sustu kegiatan, kalau sudah ada masalah yang timbul. Hal inipun merupakan kendala yang cukup besar dalam peningkatan dan pengendalian mutu. (M. Jusuf Hanafiah dkk, 1994:8).
F. Analisis Masalah Dan Pemecahan Masalah
Sikap mental bawahan yang bekerja bukan atas tanggung jawab, tetapi hanya karena diperintah atasan akan membuat pekerjaan yang dilaksanakan  hasilnya tidak optimal. Guru hanya bekerja berdasarkan petunjuk dari atas, sehingga guru tidak bisa berinisitiaf sendiri. Sementara itu pimpinan sendiri punya sikap mental yang negatif dimana ia tidak bisa memberikan kesempatan bagi bawahan untuk berkarir dengan baik, bawahan harus mengikuti pada petunjuk atasan, bawahan yang selalu dicurigai, bawahan yang tidak bisa bekerja sesuai dengan caranya. Kenyatan ini karena profil kepala sekolah yang belum menampilkan gaya entrepeneur dan gaya memimpin situasional. 
Penelitian Usman (1996) menyimpulkan bahwa pelaksanaan Pengembangan Sekolah Seutuhnya (PSS) di SMK mengalami kegagalan karena kepala sekolahnya masih cenderung manampilkan gaya kepemimpinan otoriter, hal ini karena lemahnya kemandirian sekolah akibat pembinaan pemerintah yang sangat sentralistik. Birokratik, formalistik, konformistik, uniformistik dan mekanistik. Pembinaan yang demikian ini tidak memberdayakan  potensi sekolah. Akibatnya, setiap hierarki yang berada di bawah kekuasaan bersikap masa bodoh, apatis, diam supaya aman, menunggu perintah, tidak kreatif dan tidak inovatif, kurang berpartisipasi dan kurang bertanggung jawab, membuat laporan asal bapak senang dan takut mengambil resiko.
Kelemahan sistem sentralistik  dengan komunikasi dari atas ke bawah lebih menekankan fingsinya sebagai line of command dan tidak fungsinya sebagai line of services, hal ini tampaknya merintangi perkembangan-perkembangan potensi SDM untuk memcahkan masalah-masalah khusus on the spot (Sutisna, 1972 dalam Husaini Usman, 2001).Hal tersebut merupakan penghalang dalam pelaksanaan manajemen mutu pendidikan, maka solusinya adalah dengan diadakannya penerapan pendidikan yang tidak sentralistik, sehingga pola manajemen pendidikan dapat disesuaikan dari pola lama ke pola baru.
Program peningkatan mutu pendidikan tidak akan jalan jika setelah diadakannya monitoring dan evaluasi tanpa ditindaklanjuti. Fungsi pengawasan (controlling) dalam manajemen berguna untuk membuat agar jalannya pelaksanaan manajemen mutu sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya. Pengawasan bertujuan untuk menilai kelebihan dan kekurangan. Apa-apa yang salah dintinjau ulang dan segera diperbaiki.  Tidak adanya tindak lanjut bisa disebabkan karena rendahnya etos kerja para pengelola pendidikan, iklim organisasi yang tidak menyenangkan. Mengenai etos kerja Pidarta (1998), mengutip hasil penelitian Internasional bahwa Indonesia sebagai bangsa termalas nomor tiga dari 42 negara termalas di dunia. Temuan Pidarta tersebut mendukung temuan Muchoyar (1995, dan Rasyid, 1995 dalam Husaini Usman) yang menyatakan etos kerja dosen dan karyawan IKIP cenderung rendah.
Agar program  dapat dimonitor dan ditindaklanjuti maka perlu melibatkan semua pihak untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan partisipatif ialah suatu cara pengambilan keputusan yang terbuka dan demokratis yang melibatkan  seluruh stakeholders di dewan sekolah. Asumsinya jika seseorang diundang untuk pengambilan keputusan, maka ia kan merasa dihargai, dilibatkan, memiliki, bertanggung jawab. Pelibatan stakeholders didasarkan keahlian, batas kewenangan, dan relevansinyan dengan tujuan pengambilan keputusan.
Gaya kepemimpinan yang tidak mendukung, akan mengakibatkan gagalnya pelaksanaan manajemen peningkatan mutu. Kepala sekolah harus senantiasa memahami sekolah sebagai suatu sistem organic. Untuk itu kepala sekolah harus lebih berperan sebagai pemimpin dibandingkan sebagai manager. Sebagai leader maka kepala sekolah harus :
a.       Lebih banyak mengarahkan daripada mendorong atau memaksa
b.      Lebih bersandar pada kerjasama dalam menjalankan tugas dibandingkan bersandar pada kekuasaan atau SK.
c.       Senantiasa menanamkan kepercayaan pada diri guru dan staf administrasi. Bukannya menciptakan rasa takut.
d.      Senantiasa menunjukkan bagaimana cara melakukan sesuatu daripada menunjukkan bahwa ia tahu sesuatu.
e.       Senantiasa mengembangkan suasana antusias bukannya mengembangkan suasana yang menjemukan
f.       Senantiasa memperbaiki kesalahan yang ada daripada menyalahkan kesalahan pada seseorang, bekerja dengan penuh ketangguhan bukannya ogah-ogahan karena serba kekurangan(Boediono,1998).
Menurut Poernomosidi Hadjisarosa (1997 dalam slamet, PH, 2000), kepala sekolah merupakan salah satu sumberdaya sekolah yang disebut sumberdaya manusia jenis manajer (SDM-M) yang memiliki tugas dan fungsi mengkoordinasikan dan menyerasikansumberdaya manusia jenis pelaksana (SDM-P) melalui sejumlah input manajemen agar SDM-P menggunakan jasanya untuk bercampur tangan dengan sumberdaya selebihnya (SD-slbh), sehingga proses belajar mengajar dapat berlangsung dengan baik untuk menghasilkanoutput yang diharapkan.
Secara umum, karakteristik kepala sekolah tangguh dapat dituliskan sebagai berikut (Slamet, PH,2000) :
Kepala sekolah: (a) memiliki wawasan jauh kedepan (visi) dan tahu tindakan apa yang harus dilakukan (misi) serta paham benar tentang cara yang akan ditempuh (strategi); (b) memiliki kemampuan mengkoordinasikan dan menyerasikan seluruh sumberdaya terbatas yang ada untuk mencapai tujuan atau untuk memenuhi kebutuhan sekolah (yang umumnya tak terbatas); (c) memiliki kemampuan mengambil keputusan dengan terampil (cepat, tepat, cekat, dan akurat); (d) memiliki kemampuan memobilisasi sumberdaya yang ada untuk mencapai tujuan dan yang mampu menggugah pengikutnya untuk melakukan hal-hal penting bagi tujuan sekolahnya; (e) memiliki toleransi terhadap perbedaan pada setiap orang dan tidak mencari orang-orang yang mirip dengannya, akan tetapi sama sekali tidak toleran terhadap orang-orang yang meremehkan kualitas, prestasi, standar, dan nilai-nilai; (f) memiliki kemampuan memerangi musuh-musuh kepala sekolah, yaitu ketidakpedulian, kecurigaan, tidak membuat keputusan, mediokrasi, imitasi, arogansi, pemborosan, kaku, dan bermuka dua dalam bersikap dan bertindak.
1.Kepala sekolah menggunakan "pendekatan sistem" sebagai dasar cara berpikir, cara mengelola, dan cara menganalisis kehidupan sekolah. Oleh karena itu, kepala sekolah harus berpikir sistem (bukan unsystem), yaitu berpikir secara benar dan utuh, berpikir secara runtut (tidak meloncat-loncat), berpikir secara holistik (tidak parsial), berpikir multi-inter-lintas disiplin (tidak parosial), berpikir entropis (apa yang diubah pada komponen tertentu akan berpengaruh terhadap komponen-komponen lainnya); berpikir "sebab-akibat" (ingat ciptaan-Nya selalu berpasang-pasangan); berpikir interdipendensi dan integrasi, berpikir eklektif (kuantitatif + kualitatif), dan berpikir sinkretisme.
2.Kepala sekolah memiliki input manajemen yang lengkap dan jelas, yangditunjukkan oleh kelengkapan dan kejelasan dalam tugas (apa yang harus dikerjakan, yang disertai fungsi, kewenangan, tanggungjawab, kewajiban, dan hak), rencana (diskripsi produk yang akan dihasilkan), program (alokasi sumberdaya untuk merealisasikan rencana), ketentuan-ketentuan/limitasi (peraturan perundang-undangan, kualifikasi, spesifikasi, metoda kerja, prosedur kerja, dsb.), pengendalian (tindakan turun tangan), dan memberikan kesan yang baik kepada anak buahnya.
3.Kepala sekolah memahami, menghayati, dan melaksanakan perannya sebagai manajer (mengkoordinasi dan menyerasikan sumberdaya untuk mencapai tujuan), pemimpin (memobilisasi dan memberdayakan sumberdaya manusia), pendidik (mengajak nikmat untuk berubah), wirausahawan (membuat sesuatu bisa terjadi), penyelia (mengarahkan, membimbing dan memberi contoh), pencipta iklim kerja (membuat situasi kehidupan kerja nikmat), pengurus/administrator (mengadminitrasi), pembaharu (memberi nilai tambah), regulator (membuat aturan-aturan sekolah), dan pembangkit motivasi (menyemangatkan).Catatan: manajer tangguh, menurut hasil-hasil penelitian kelas kakap dunia, paling tidak memiliki sejumlah kompetensi seperti berikut. Menurut Enterprising Nation (1995), manajer tangguh memiliki delapan kompetensi, yaitu: (a) people skills, (b) strategic thinker, (c)visionary, (d) flexible and adaptable to change, (e) self-management, (f) team player, (g)ability to solve complex problem and makedecisions, and (h) ethical/high personal standards. Sedang American Management Association (1998) menuliskan 18 kompetensi yang harus dimiliki manajer tangguh, yaitu: (a)efficiency orientation, (b) proactivity, (c)concern with impact, (d) diagnostic use of concepts, (e) use of unilateral power, (f)developing others, (g) spontaneity, (h) accurate self-assessment, (i) self-control, (j) stamina and adaptability, (k) perceptual objectivity, (l)positive regard, (m) managing group process, (n) use of sosialized power, (o) self-confidence, (p) conceptualization, (q) logical thought, and(r) use of oral presentation.
4.Kepala sekolah memahami, menghayati, dan melaksanakan dimensi-dimensi tugas (apa), proses (bagaimana), lingkungan, dan keterampilan personal, yang dapat diuraikan sebagai berikut: (a) dimensi tugas terdiri dari: pengembangan kurikulum, manajemen personalia, manajemen kesiswaan, manajemen fasilitas, pengelolaan keuangan, hubungan sekolah-masyarakat, dsb; (b) dimensi proses, meliputi pengambilan keputusan, pengelolaan kelembagaan, pengelolaan program, pengkoordinasian, pemotivasian, pemantauan dan pengevaluasian, dan pengelolaan proses belajar mengajar; (c) dimensi lingkungan meliputi pengelolaan waktu, tempat, sumberdaya, dan kelompok kepentingan; dan (d) dimensi keterampilan personal meliputi organisasi diri, hubungan antar manusia, pembawaan diri, pemecahan masalah, gaya bicara dan gaya menulis (Lipham, 1974; Norton, 1985).
5.Kepala sekolah mampu menciptakan tantangan kinerja sekolah (kesenjangan antara kinerja yang aktual/nyata dan kinerja yang diharapkan). Berangkat dari sini, kemudian dirumuskan sasaran yang akan dicapai oleh sekolah, dilanjutkan dengan memilih fungsi-fungsi yang diperlukan untuk mencapai sasaran, lalu melakukan analisis SWOT (Strength, Weaknes, Opportunity, Threat) untuk menemukan faktor-faktor yang tidak siap (mengandung persoalan), dan mengupayakan langkah-langkah pemecahan persoalan. Sepanjang masih ada persoalan, maka sasaran tidak akan pernah tercapai.
6.Kepala sekolah mengupayakan teamworkyang kompak/kohesif dan cerdas, serta membuat saling terkait dan terikat antar fungsi dan antar warganya, menumbuhkan solidaritas/kerjasama/kolaborasi dan bukan kompetisi sehingga terbentuk iklim kolektifitas yang dapat menjamin kepastian hasil/output sekolah.
7.Kepala sekolah menciptakan situasi yang dapat menumbuhkan kreativitas dan memberikan peluang kepada warganya untuk melakukan eksperimentasi-eksperimentasi untuk menghasilkan kemungkinan-kemungkinan baru, meskipun hasilnya tidak selalu benar (salah). Dengan kata lain, kepala sekolah mendorong warganya untuk mengambil dan mengelola resiko serta melindunginya sekiranya hasilnya salah.
8.Kepala sekolah memiliki kemampuan dan kesanggupan menciptakan sekolah belajar .
9.Kepala sekolah memiliki kemampuan dan kesanggupan melaksanakan Manajemen Berbasis Sekolah sebagai konsekuensi logis dari pergeseran kebijakan manajemen, yaitu pergeseran dari Manajemen Berbasis Pusat menuju Manajemen Berbasis Sekolah (dalam kerangka otonomi daerah). Untuk lebih jelasnya, lihat Gambar 2 "Pergeseran Kebijakan dari Manajemen Berbasis Pusat menuju Manajemen Berbasis Sekolah" (Slamet PH, 2000).
10. Kepala sekolah memusatkan perhatian pada pengelolaan proses belajar mengajar sebagaikegiatan utamanya, dan memandang kegiatan-kegiatan lain sebagaipenunjang/pendukung proses belajar mengajar. Karena itu, pengelolaan proses belajar mengajar dianggap memiliki tingkat kepentingan tertinggi dan kegiatan-kegiatan lainnya dianggap memiliki tingkat kepentingan lebih rendah.
11. Kepala sekolah mampu dan sanggup memberdayakan sekolahnya (Slamet PH, 2000), terutama sumberdaya manusianya melalui pemberian kewenangan, keluwesan, dan sumberdaya.
Kurangnya rasa memilikipada para pelaksana pendidikan. Perencanaan strategis yang kurang dipahami para pelaksana, dan komunikasi dialogis yang kurang terbuka. Prinsip melakukan sesuatu secara benar dari awalï belum membudaya merupakan penghalang dalam pelaksanaan manajemen peningkatan mutu. Untuk itu perlu ditanamkan kepada warga sekolah untuk mempunyai asa memiliki bangga terhadap sekolahnya. Hal ini bisa terlaksana jika para warga sekolah itu merasa puas terhadap pelayanan sekolah.
Dalam MMT (Manajemen Mutu Terpadu) keberhasilan sekolah diukur dari tingkat kepuasan pelanggan, baik internal maupun eksternal. Sekolah dikatakan berhasil jika mampu memberikan pelayanan sama atau melebihi harapan pelanggan. Dilihat jenis pelanggannya, maka sekolah dikatakan berhasil jika :
a.       Siswa puas dengan layanan sekolah, antara lain puas dengan pelajaran yang diterima, puas dengan perlakuan oleh guru maupun pimpinan, puas dengan fasilitas yang disediakan sekolah. Pendek kata, siswa menikmati situasi sekolah.
b.      Orang tua siswa puas dengan layanan terhadap anaknya maupun layanan kepada orang tua, misalnya puas karena menerima laporan periodik tentang perkembangan siswa maupun program-program sekolah.
c.       Pihak pemakai/penerima lulusan (perguruan tinggi, industri, masyarakat) puas karena menerima lulusan dengan kualitas sesuai harapan
d.      Guru dan karyawan puas dengan pelayanan sekolah, misalnya pembagian kerja, hubungan antarguru/karyawan/pimpinan, gaji/honorarium, dan sebagainya. (Panduan Manajemen Sekolah, 2000:193).


BAB III
PENUTUP
Kesimpulan Dan Saran
Berdasarkan uraian diatas maka dapat penulis disimpulkan sebagai berikut :
1.Berdasarkan rendahnya mutu SDM pada era otomomi daerah dan menyongsong era global, maka perlu bagi pemerintah untuk memperbaiki mutu pendidikan nasional. Dalam perbaikan mutu pendidikan tersebut manajemen  mutu yang diadaptasi dari Total Quality Management yang ada Industri Modern, layak untuk diadaptasai dalam Manajemen Pendidikan. Pada prinsipnya manajemen mutu ini berbasis sekolah memberdayakan semua komponen sekolah, dan sekolah sebagai unit produksi yang melayani siswa, orang tua, pihak pemakai/penerima lulusan, dan guru/karyawan.
2.Masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan manajemen peningkatan mutu adalah sikap mental para pengelola pendidikan, tidak adanya tindak lanjut dari evaluasi program, gaya kepemimpinan yang tidak  mendukung, kurangnya rasa memiliki para pelaksana pendidikan. Dan belum membudayanya prinsip melakukan sesuatu secara benar dari awal. Kendala-kendala itu disebabkan oleh adanya kepemimpinan yang tidak berjiwa entrepeneur dan tidak tangguh, adanya sentralistrik manajemen pendidikan, dan rendahnya etos kerja apara pengelola, kurangnya melibatkan semua pihak untuk berpartisipasi.
Dari kesimpulan  tersebut penulisan ini perlu penulis sarankan sebagai berikut :
1)     Manajemen Peningkatan Mutu  yang sering di seminarkan dan dikenalkan pada dunia pendidikan, ternyata banyak warga sekolah terutama guru yang belum tahu, kenal, dan memahami. Kebanyakan hanya diketahui oleh kepala sekolah, dan calon kepala sekolah. Disarankan agar hal ini disebarluaskan dan betul-betul bisa dilaksanakan di sekolah-sekolah.
2)     Perlu ditingkatkan etos kerja, motivasi, kerjasama tim, moral kerja yang baik, punya rasa memiliki, mau bekerja keras agar Manajemen Mutu Pendidikan dapat  terlaksana secara optimal sehingga mampu menghasilkan Mutu SDM. Disamping itu diperlukan seorang kepala sekolah yang berjiwa pemimpin dengan visi yang baik

DAFTAR PUSTAKA :
         Abdul, B. Nurhayati 2010. Manajemen Mutu Pendidikan, Alfabeta, Bandung.


No comments:

Post a Comment

POSTER PLANTAE