Pembebasan Wilayah Masa Khulafur Rasyidin
a.
Pembebasan
Wilayah Persia
Kerajaan Persia
sudah sejak dulu merupakan sebuah kerajaan yang kuat dan memiliki wilayah yang
sangat luas. Luas wilayahnya membentang dari timur negeri Syam di sisi barat,
hingga negeri Afganistan di sebelah timur, dari laut Khazar (Qazwin) di sisi
utara, sampai negeri As-Sind di sebelah selatan. Meliputi daerah Irak, Persia,
Khurasan, Thabaristan, Azerbaijan, dan daerah-daerah kecil lainnya.
Kerajaan Persia
memiliki kelebihan berupa jumlah personil yang banyak dan teratur, akan sulit
bagi kerajaan lain untuk membuat perkara atau menantang perang dengannya.
Kerajaan Persia dengan pasukannya yang kuat itu pernah terlibat dalam
peperangan yang hebat melawan kekaisaran Romawi. Dengan pasukan kuat itu pula,
kerajaan Persia sering mendapatkan kemenangan, dan dari peperangan yang mereka
lakukan telah meningkatkan pengalaman pasukannya yang kuat. Meskipun demikian,
pasukan Islam tetap melihatnya biasa; karena kemenangan dan mati syahid yang telah
Allah Ta’ala janjikan,
“Katakanlah
(Muhammad), “Tidak ada yang kamu tunggu-tunggu bagi kami, kecuali salah satu
dari dua kebaikan (menang atau mati syahid). Dan kami menunggu-nunggu bagi kamu
bahwa Allah akan menimpakan adzab kepadamu dari sisi-Nya, atau (adzab) melalui
tangan kami. Maka tunggulah, sesungguhnya kami menunggu (pula) bersamamu.” (QS.
At Taubah [9]: 52)
Gerakan
pembebasan daerah dari kekuasaan Persia dimulai dari tangan pemimpin muslim,
Al-Mutsanna bin Haritsah Asy-Syaibani Radhiyallahu Anhu, yang sebelumnya telah
meminta izin kepada khalifah Abu Bakar untuk memerangi Persia. Dalam
penyerangan tersebut, Al-Mutsanna memanfaatkan pasukan muslimin yang berasal
dari sukunya, dengan alasan kedekatan lokasi mereka dengan daerah kekuasaan
Persia. Melalui aksinya, Al-Mutsanna Radhiyallahu Anhu berhasil mengubah
keadaan selatan Irak dengan sejumlah kemenangan yang diperolehnya melawan
Persia dan sekutunya, Nasrani Arab. Meskipun tentaranya sedikit jumlahnya dan
tentara musuh jauh lebih banyak. Menyadari keadaan pasukannya yang telah
berkurang, Al-Mutsanna mengirimkan surat kepada Abu Bakar untuk meminta
bantuan.
Ketika itu, Khalid bin Walid telah menyelesaikan tugasnya, memerangi
Musailamah Al-Kadzdzab di Yamamah. Oleh sebab itu, Abu Bakar mengirimkan surat
perintah kepada Khalid untuk membawa pasukannya menuju Irak, guna membantu Al
Mutsanna bin Haritsah dan pasukannya. Khalid pun berangkat ke Irak. Peristiwa
ini terjadi pada tahun 12 Hijriyah. Abu Bakar juga memerintahkan pasukan lain
di bawah komando Iyad bin Ghanam Al-Fahrawi. Abu Bakar memerintahkan agar
pasukan Islam memasuki Irak dan arah atas, juga memerintahkan agar, baik Khalid
dan juga Iyadh, menuju ke Al-Hirah, ibu kota kerajaan Arab yang terasing. Abu
Bakar juga menjanjikan akan memberikan hadiah bagi mereka yang terlebih dahulu
mencapai Al-Hirah.
Khalid berhasil
memasuki kawasan Irak dan arah selatan dan mulai menaklukkan beberapa desa yang
berada di dekat sungai Eufrat. Khalid berhasil menguasai Alis, Barmusa, Banqiya
dan desa-desa lainnya.
Khalid pun
merencanakan pembebasan kota Al-Abalah, yang merupakan pangkalan militer paling
kuat kerajaan Persia di selatan Irak, juga menjadi pelabuhan yang disiapkan
untuk penyerangan ke India, bahkan kota itu memiliki julukan “Pelabuhan India.”
Sebelum Khalid melakukan penyerangan ke kota Ablah, dia mengirimkan surat
kepada pemimpim kota itu. Dalam surat itu, Khalid meminta kepada sang pemimpin
kota untuk masuk Islam, jika tidak sang pemimpin itu harus membayar pajak.
Selain itu, Khalid juga memberikan ancaman jika pemimpin kota itu menolak,
dengan mengatakan, “Jika kamu menolak permintaanku, maka jangan pernah kamu
salahkan kecuali dirimu sendiri, karena kamu akan didatangi sebuah kelompok
yang menyukai kematian, sebagaimana kamu mencintai kehidupan.” Pasukan kaum
muslimin lalu mempersiapkan diri untuk bertempur melawan Persia, begitu pula
Persia bersiap menerima serangan kaum muslimin dalam sebuah peristiwa yang
kemudian dikenal dengan: Perang Dzatus Salasil, Perang Al Waljah (Peristiwa
Alis), Pembebasan Al Hirah dan Al Anbar, Pembebasan Daumah Al Jandal yang akan
dijelaskan nanti satu persatu. Bersambung insyaallah.
b.
Pembebasan
Wilayah Syam
embebasan/penaklukan
ini dibawah pimpinan Usamah bin Zaid, yang sudah mendapatkan mandat dari Abu
Bakar. Pasukan ini merupakan pasukan handal yang sudah dipersiapkan untuk
memantau terlebih dahulu, atas “gebrakan” yang dipimpin oleh Khalid Al-Walid
menuju Syam. Melihat kekuatan pasukan Romawi, akhirnya Abu Bakar mengatur
kembali strategi untuk mengahadapi lawan dengan empat kaveleri, sekaligus empat
jenderal yang memimpin.
a.
Abu Ubaidah bin Al-Jarrah, dengan kota tujuan
Homs. Dan diminta untuk melewati jalur Tabuk Jabiyah sampai daerah Damaskus.
b)
Yazid bin Abu Sofyan dengan kota tujuan
Damaskus, dan diminta melewati daerah Tabuk Balqa’ sampai daerah Damaskus.
c)
Mar bin Al-Ash dengan kota tujuan Palestina,
dengan jalur Ailah, Palestina.
d)
Syarhabil bin Hasanah dengan tujuan Yordania,
menggunakan jalur Tabuk.
Para pemimpin
bergerak sesuai perinta Abu Bakar. sampai semua pasukan yang terbagi itu
bersatu lagi untuk menaklukan pasukan musuh.
Perang Yarmuk
telah berakhir di awal masa kekhalifahan Umar radhiyallahu ‘anhu, dengan
kemenangan bagi kubu Islam. Setelah itu, tentara Islam berdiam diri untuk
menyusun langkah selanjutnya. Apakah tentara Islam akan melanjutkan misinya ke
Damaskus, sebagai kota administrative negeri Syam, ataukah tentara Islam
melanjutkan infiltrasi ke Fihl, tempat
pasukan Romawi menyusun kekuatan besar. Maka kaum muslimin meminta
petunjuk kepada khalifah Umar, dan kemudian sang khalifah memberikan petunjuk
kepada mereka dengan mengirimkan surat yang berisikan, “Dengan hormat, mulailah
kalian dari kota Damaskus, robohkan kota itu, karena kota itu adalah benteng
negeri Syam dan kediaman para pemimpinnya. Sibukkanlah penduduk Fihl dengan
kuda yang kalian sembelih.” Maka Abu Ubaidah bin Al Jar’ah sebagai pemimpin
kaum muslimin segera melaksanakan titah dari Umar bin Khaththab tersebut,
dengan bertolak untuk mengepung Damaskus bersama tentaranya. Abu Ubaidah juga
menyisakan tentaranya di Yarmuk dan mengirimkan sepasukan untuk menyibukkan
Romawi di Fihl.
Setibanya Abu
Ubaidah radhiyallahu ‘anhu di kota Damaskus, ia langsung melakukan pengepungan,
dan pada waktu yang sama dia juga mengirimkan sepasukan menuju arah utara kota
Damaskus, dengan tujuan kekuatan Romawi sibuk sendiri dan tidak mampu
memberikan bala bantuan untuk Damaskus.
Kota Damaskus
dikelilingi oleh tembok dan aliran air di setiap sisinya. Untuk itu, Abu
Ubaidah radhiyallahu ‘anhu membagi tentara Islam mengelilingi Damaskus, dan
mulai mengepung kota tersebut dengan gempuran-gempuran selama tujuh puluh hari.
Di Damaskus, tentara Islam harus mengalami penderitaan yang berat, karena udara
yang sangat dingin, sedangkan mereka
hanya berpakaian seadanya. Tentara Islam telah mempersiapkan tangga-tangga dan
tali untuk diikatkan ke tembok, untuk melakukan penyerangan di waktu yang
tepat.
Suatu malam
penduduk Damaskus sibuk dengan sebuah upacara. Kesempatan itu dimanfaatkan
benar oleh Khalid bin Al Walid. Dia bersama sekelompok tentara yang pemberani
berenang menyeberangi sungai yang dingin, hingga mereka sampai di sisi kota
yang tidak banyak di jaga tentara musuh. Khalid dan para tentara lalu
menyandarkan tangga di tembok dan menaikinya. Sesampainya di atas, Khalid
bertakbir dan diikuti oleh tentara lain yang masih berada diluar. Penduduk
Damaskus menjadi tercengang, mereka kaget. Khalid dan tentara yang menyertainya
kemudian turun dan berperang dengan pedang-pedang mereka, hingga mereka
berhasil membuka pintu gerbang Damaskus untuk masuknya tentara kaum muslimin.
Tentara Islam lalu bergerak masuk ke dalam kota. Hal itu membuat para pejabat
kota berlari menuju ke pintu lainnya, tetapi pada akhirnya para pejabat itu
meminta perdamaian kepada Abu Ubaidah radhiyallahu ‘anhu.
Setelah kota
Damaskus berhasil ditaklukan, Abu Ubaidah mengangkat seorang gubernur yaitu
Yazid bin Abu Sufyan radhiyallahu ‘anhu. Setelah itu, Abu Ubaidah melanjutkan
penyerangan ke kota Fihl untuk menghadapi tentara Romawi. Jumlah pasukan Romawi
di kota Fihl tersebut berjumlah hampir mendekati delapan puluh ribu, selain
itupula mereka juga membetuk parit-parit berair disekeliling kota Fihl. Hal itu
dilakukan untuk menghalau serangan tentara Islam.
Tentara Islam
kemudian mengepung kota tersebut. Ternyata pasukan Romawi melakukan serangan
malam hari. Karena tentara Islam telah melakukan observasi lokasi sebelumnya,
tentara Islam telah siap dengan serangan musuh
yang tiba-tiba. Terjadilah pertikaian antara pasukan Romawi melawan
tentara Islam dalam sebuah perang yang dahsyat. Pasukan Romawi pada akhirnya
berusaha melarikan diri, mereka berusaha kembali ke dalam kota. Akan tetapi
karena panik, mereka salah jalan. Mereka justru terperosok ke dalam jebakan
yang sebelumnya telah dipersiapkan untuk tentara Islam. Jadilah lumpur yang
tidak disukai oleh tentara Islam berhasil membantu mereka. Tidak ada satu pun
pasukan Romawi yang lepas, kecuali beberapa orang yang berhasil melarikan diri.
Perang ini menjadi salah satu perang yang memberikan kemenangan besar atas
Romawi di negeri Syam.
c.
Pembebasan
wilayah Mesir dan Utara Afrika
Pada tahun 18
Hijriyah, tentara Islam tertimpa wabah tha’un amwas (wabah pes). Hampir dua per
tiga tentara Islam pada saat itu meninggal dunia. Namun,saat itu tentara islam
tidak berdiam diri dari pembebasan daerah lain. Amr bin Ash meminta ijin kepada
Umar bin Khaththab untuk melakukan pembebasan terhadap kota Mesir. Dengan
menjelaskan beberapa alasan akhirnya Umar bin Khaththab memberikan ijin untuk
melakukan pembebasan terhadap Mesir.
Pengepungan
tentara Islam masih terus berlangsung, juga perundingan pasukan Islam dan
Persia pun dilakukan. Sementara itu, Muquaqis, raja Qiblit di Mesir yang
membela Romawi berusaha mengetahui bagaimana keadaan tentara Islam. Setelah ia
mengetahui bagaimana keadaan tentara Islam dan kekuatan pasukan yang mereka
miliki, Muqauqis tercengan ia merasakan kekuatan tentara Islam dan pertolongan
Allah yang selslu menyertai mereka. Oleh sebab itu, Muqauqis berniat melakukan
perjanjian damai dan mau membayar pajak kepada Islam. Setelah Benteng tersebut
menyerah, Islam mampu mengontrol sejumlah besar daerah mesir, dan menjadi
pengadil baik untuk bagian tengah Mesir maupun Selatannya.
Di Mesir terdapat
kota Iskandaria yang menjadi kota
pelabuhan dan pertahanan angkatan laut untuk Asia dan Afrika.
Kemudian khalifah Umar memerintahkan
Amru bin Ash untuk membebaskan Mesir. Namun
Iskandaria dipertahankan dengan
segala kekuatan oleh angkatan
laut yang amat
besar. Amru bin Ash berupaya
mendobrak pertahanan kota pelabuhan
itu, tetapi belum
berhasil. Namun dengan semangat
yang tinggi dan kerja keras akhirnya tentara Romawi tidak tahan lagi menghadapi
serangan yang terus menerus dari kaum muslimin, dan akhirnya mereka
mengundurkan diri. Dan Iskandariahpun jatuh ke tangan islam melalui perjanjian
yang dilakukan oleh Gubernur Muqauqis. Isi perjanjian tersebut yaitu:
a) Jaminan mengenai kebebasan beragama
b) Tentara Romawi meninggalkan Mesir
c) Membayar jizyah (pajak).
Penaklukan wilayah Arika Utara
Setelah
keadaan mereda dan pemerintahan sepenuhnya dikuasai oleh Muawiyah bin Abu
Sufyan, ia mangirimkan surat kepada gubernurnya di Mesir, Amr bin Ash, dan
memerintahkannya untuk mengirimkan pasukan guna menuntaskan penaklukan Islam di
wilayah Afrika utara. Pada tahun 41 Hijriyah, pasukan pertama berangkat
dipimpin oleh Uqbah bin Nafi. Ekspedisi pertama ini berlangsung hingga tahun 45
H. kenudian gerakn tersebut dipimpin oleh Muawiyah bin Khudaij As-Sukuni yang
menjadikan kota Burqah segabai markas pasukan Islam. Dan Abdullah bin Zubair
dan Abdul Malik bin Marwan juga ikut bergabung.
Setibanya
Qairawan, Uqbah menata ulang pemerintahannya dan kemudian segara menunjuk
seorang pangganti yang akan mengemban tugas-tugasnya. Ia pun berangkat bersama
pasukan kaum muslimin hingga berhasil merebut kota Bijayah, Qisanthinah,
Tilmisan, dan Taharat. Uqbah juga mengirimkan ekspedisi militernya ke wilayah
Sus yang terletak di pedalaman Maroko.
Ia juga berpikir untuk menyeberang ke arah utara menuju ke Andalus,
namun ia memutuskan untuk kembali ke Qairawan untuk sementara waktu. Kasilah
memanfaatkan saat-saat Uqbah terpisah dari pasukannya untuk membunuhnya. Dan
Uqbah pun gugur sebagai syahid pada tahun 63 H.
Wafatnya
Uqbah mengakibatkan banyaknya kemurtadhan dari Islam, dan menyulut
pemberontakan, sehingga kondisi kaum muslimin terpaksa meninggalkan afrika
utara.
Setelah
sintuasi di Afrika berjalan dengan baik, Hassan bin An-Nu'man dicopot dari
kedudukannya pada yahun 89 H, dan ia digantikan oleh Musa bin Nusair dengan
perintah langsung dari Umawiyah Al-Walid bin Abdul Malik. Situasi di wilayah
itu menjadi terkendali dan stabil pada masa Musa bin Nusair, sehingga kaum
muslim di sana, baik orang-orang Arab, maupun Barbar, berkeinginan membuka wilayah-wilayah
baru.
d. Pembebasan Wilayah Asia Tengah
Dahulu negeri
ini dikuasai oleh Timurlank, lalu dibagi- bagi diantara anak- anaknya. Kemudian
berdiri sendiri membentuk penguasa- penguasa local hingga dimulainya penjajahan
Rusia. Mereka menguasai Bukhara (Transoxania) pada tahun 1338 H/ 1919 M dan
mengambil Khawarizm pada tahun 1337 H/ 1918 M, sebelmnya juga Farghanah dan
Taskent sejak tahun 1293 H/ 1876 M.
Setelah
kebangkitannya yang gemilang, umat Islam berusaha mengadakan ekspansi ke negeri
ini. Akan tetapi, usaha-usaha itu selalu gagal, kecuali setelah Qutaibah bin
Muslim ditunjuk sebagai gubernur Khurasan. Ketika itu Samarkand diperintah oleh
Tharkun pada tahun 91 H (709 M) Ia mengadakan perjanjian damai dengan Qutaibah
dan berjanji untuk membayar jizyah (pajak) kepada pemerintahan Islam di
Damaskus, di bawah dinasti Bani Umayyah. Namun, penduduk negeri itu marah
kepada Tarkhun dan menurunkannya dari kekuasaannya. Posisinya di ganti oleh
Ikhsyiz Ghurik, Qutaibah berhasil memaksa Ikhsyiz untuk menerima perjanjian itu
pada tahun 93 H (912 M) setelah ia dan pasukannya mengepung kota tersebut dalam
waktu yang cukup panjang. Quthaibah memperkenankan Ikhsyiz tetap pada
posisinya, tetapi ia menempatkan seorang wakilnya sebagai penguasa Arab dengan
satu pasukan yang kuat. Sejak itu, Samarkand dan Bukhara menjadi batu loncatan
untuk melancarkan ekspansi lebih luas di negeri Transoxiana. Ekspansi Islam itu
dilalui dengan berat dan melalui banyak sekali pertempuran.
Pada tahun 204 H
(819 M), Al-makmun, khalifah dari dinasti Bani Abbas yang berpusat di Baghdad,
menyerahkan urusan pemerintaha negeri Transoxiana, khususnya Samarkand dan
Bukhara kepada keluarga keluarga Asad bin Saman. Sejak itu, dua kota ini berada
di bawah kekuasaan dinasti Samaniah. Dalam pemerintahan dinasti Samaniah.
Samarkand menjadi daerah yang sangat makmur dan masyarakatnya hidup sejahtera.
Ketika itu
Samarkand dan Bukhara, masing-masing terbagi menjadi tiga bagian sebagaimana
lazimnya kota-kota di Persia, yaitu daerah benteng, kota sebagai pusat dan
perkampungan. Di daerah benteng terdapat istana, kantor-kantor pemerintahan dan
penjara. Di sekitar kota di gali parit yang dalam dan tanahnya dibuat tembok
kota. Kota Samarkand mempunyai empat buah pintu utama, sementara itu Bukhara
tujuh buah pintu. Kota berbatasan dengan perkampungan, yang terdapat
pasar-pasar besar, pertokoan, dan gudang harta yang jarang terdapat di kota di
tengah berdiri kantor-kantor pemerintahan dan masjid Jami’.
Hubungan antara
Iran dan Asia Tengah diperkuat oleh invasi bangsa Mongol. Pada abad ke-13
masyarakat Mongol non Muslim mendirikan pemerintahan mereka di Asia Tengah,
sebagian besar wilayah Timur Tengah dan Cina. Penaklukan bangsa Mongol scara
cepat memperluas wilayah Asia Tengah dalam berhubungan dengan Timur Tengah
mengantarkan daerah-daerah padang rumput disebelah utara laut hitam, laut
Caspia, laut Aral kedalam hubungan dengan masyarakat Muslim di Transoxania dan
Iran, dan melalui penyatuan Transoxania Muslim dengan wilayah Asia Tengah dan
Cina.
Islam memiliki
sejarah panjang di kawasan Asia Tengah, yang hadir disana sejak abad ke-7
melalui para pedagang Arab, sejak saat itulah, Islam menjadi bagian tak
terpisahkan dari kehidupan masyarakat Asia Tengah. Islam diberbagai wilayah
Asia Tengah sejak awal telah memperlihatkan karakteristik penyebaran awalnya.
Misalnya, penduduk muslim di Asia Tengah yang masuk pada penaklukan Arab yang
cenderung konservatif dan tradisional. Sementara itu, mayoritas masyarakat
muslim Asia Tengah adalah berakidah sunni dan bermazhab hanafi, rata-rata
mereka berasal dari Turki, dan bertutur bahasa Turki. Abad ke-13 dan 14 lahir
Khusraw va Syirin karya Quthb, Mahabbatnnah karya Khawarismy. Dari generasi
Timurid muncul Sakkaki, Ghada’i, Nava’i. Yang jelas sastra- sastra religious
sufi sangat dominan mewarnai karakteristik Islam Asia Tengah sampai sekarang,
dan hamper bisa dipastikan bahwa tradisi sufisme dikawasan ini lebih dominan
dan mengakar. Hal ini dapat dilihat dalam berbagai ikatan komunalismenya dimana
maqam- maqam orang suci selalu dijadikan symbol kesatuan spiritual, sekaligus
sumber inspirasi perjuangan mereka dalam mewujudkan tujuan Islam.
e. Pembebasan Wilayah Armenia
Armenia, negara
kecil di Eropa ini pernah menjadi wilayah kekuasaan Turki Utsmani. Lokasinya
yang berdekatan dengan Timur Tengah, membuat Armenia telah mengenal Islam sejak
abad ketujuh. Saat ini muslim masih eksis di negara perbatasan Asia Eropa
tersebut, meski hanya sebagai kelompok minoritas.
Dalam sejarah,
Armenia memang salah satu wilayah yang menjadi dakwah Kristen awal. Negara
seluas 29,743 kilometer persegi tersebut memiliki tradisi Gereja Armenia yang
lahir sejak abad pertama masehi. Tak heran jika saat ini lebih dari 93 persen
warganya menganut agama Kristen, lebih khusus Gereja Apostolic Armenia. Bahkan hingga
kini, Armenian (orang Armenia) selalu diidentikkan dengan Kristen.
Islam masuk ke
Armenia saat era pembukaan Islam, yakni sekitar abad ketujuh. Saat itu, bangsa
Arab berhasil memasuki Armenia, namun pemerintahan masih dipegang penguasa
setempat. Hingga kemudian seorang gubernur muslim dikirim untuk memerintah
disana. Tak ada paksaan agama, pemerintah muslim memberikan kesepakatan damai..
Di abad
kedelapan, telah banyak bangsa Arab dan etnis Kurdi yang menetap di wilayah
Armenia. Mereka tersebar di kota-kota utama Armenia. Hingga kmudian sekitar
abad ke-11, Bani Seljuk berhasill menguasai Armenia. Di bawah Seljuk membuat
banyak warga Armenia memeluk Islam.
Ketika Turki
Utsmani mengambil alih, posisi muslim makin menguat di Armenia. Wilayah tersebut
resmi masuk menjadi bagian wilayah Islam. Terdapat sejarah kelam yang masih tak
dapat dipastikan kebenarannya, yakni peristiwa berdarah genosida Armenia. Namun
sejarah tersebut pun ditolak pemerintah Turki hingga kini. Hanya sebagian
negara Barat yang menuding adanya Genosida dalam sejarah Turki Utsmani di
Armenia.
Perluasan Islam
memasuki Tunisia (Afrika Utara) dipimpin oleh Abdullah bin Sa‘ad bin Abi Sarah.
Tunisia sebelum kedatangan pasukan Islam sudah lama dikuasai Romawi. Tidak
hanya itu saja pada saat Syiria bergubernurkan Muawiyah, ia berhasil menguasai
Asia kecil dan Cyprus. Dimasa pemerintahan Utsman, negeri-negeri yang telah
masuk ke dalam kekuasaan Islam antara lain: Barqah, Tripoli Barat, sebagian
Selatan negeri Nub’ah, Armenia, dan beberapa bagian Thabaristan bahkan tentara
Islam telah melampaui sungai Jihun (Amu Daria), negeri Balkh (Baktria), Hera,
Kabul dan Gzaznah di Turkistan. Jadi Enam tahun pertama pemerintahan Ustman bin
Affan ditandai dengan perluasan kekuasaan Islam. Perluasan dan perkembangan
Islam pada masa pemerintahannya telah sampai pada seluruh daerah Persia,
Tebristan, Azerbizan dan Armenia selanjutnya meluas pada Asia kecil dan negeri
Cyprus. Atas perlindungan pasukan Islam, masyarakat Asia kecil dan Cyprus
bersedia menyerahkan upeti sebagaimana yang mereka lakukan sebelumnya pada masa
kekuasaan Romawi atas wilayah tersebut.
Masjid Biru
rupanya tak hanya ada di ibukota Turki, Istanbul. Di ibu kota Armenia, Yereven,
terdapat pula masjid yang disebut dengan Masjid Biru (Blue Mosque).
Arsitekturnya tak kalah indah dengan masjid yang di Turki. Berwarna biru,
Masjid Biru Yereven Nampak megah dilengkapi kubah dan menara.
Masjid ini
merupakan satu-satunya masjid yang tersisa dan masih bertahan hingga kini.
Padahal dalam sejarah panjang Islam di Armenia, banyak masjid berdiri disana.
Bahkan terdapat pula gereja yang diubah menjadi masjid. Namun hanya Masjid Biru
yang yang tersisa. Masjid Biru ini pun sempat ditutup saat Armenia dibawah
pemerintahan Uni Soviet. Hingga ketika Armenia merdeka, masjid ini kembali
dibuka.