ZAMAN
PRA AKSARA
Kata sejarah sendiri berasal dari bahasa
Arab, yaitu syajaratun yang berarti pohon, apabila kita melihat pohon secara
terbalik, kita dapat menghubungkannya dengan bentuk penggambaran silsilah
keluarga, sedangkan sejarah itu sendiri adalah Suatu ilmu yang mempelajari
kejadian-kejadian/peristiwa yang terjadi pada masa lampau dalam lingkungan
kehidupan manusia, yang dipelajari melalui sumber dan bukti sejarah baik
tertulis, lisan, maupun benda-benda, dan peninggalan-peninggalan bersejarah.
Sedangkan Zaman Prasejarah adalah zaman
sebelum manusia mengenal tulisan. Uraian mengenai kehidupan serta kebudayaan
manusia pada masa lampau sebelum ada bukti-bukti tertulis, dan Zaman Sejarah
adalah zaman ketika peninggalan tertulis sudah ditemukan. Setiap daerah
memasuki zaman Sejarah dalam waktu yang berbeda-beda.
Dan pada kesempatan kali ini kami akan
mencoba membahas sekelumit tentang masa atau zaman pra-aksara, sebagai
pemenuhan tugas sejarah pada kelas X semester 1 di SMK Bina Bangsa Mandiri.
A. Zaman Pra Aksara
Zaman praaksara adalah masa kehidupan
manusia sebelum mengenal tulisan. Praaksara berasal dari dua kata, yaitu pra
yang artinya sebelum dan aksara yang berarti tulisan. Praaksara disebut juga
nirleka, nir berarti tanpa dan leka berarti tulisan. Batas antara zaman
Praaksara dengan zaman sejarah adalah mulai adanya tulisan. Hal ini menimbulkan
suatu pengertian bahwa Praaksara adalah zaman sebelum ditemukannya tulisan,
sedangkan sejarah adalah zaman setelah adanya tulisan.
Berakhirnya zaman Praaksara atau
dimulainya zaman sejarah untuk setiap bangsa di dunia tidak sama tergantung
dari peradaban bangsa tersebut. Salah satu contoh yaitu bangsa Mesir + tahun
4000 SM masyarakatnya sudah mengenal tulisan, sehingga + tahun 4000 bangsa
Mesir sudah memasuki zaman sejarah.
Pembabakan Zaman
Praaksara berdasarkan Geologi
Geologi
adalah ilmu yang mempelajari bumi secara keseluruhan. Berdasarkan geologi,
terjadinya bumi sampai sekarang dibagi ke dalam empat zaman. Zaman-zaman
tersebut merupakan periodisasi atau pembabakan Praaksara yang terdiri dari:
a. ARKAEKUM/zaman tertua
Zaman ini berlangsung kira-kira 2500
juta tahun, pada saat itu kulit bumi masih panas, sehingga tidak ada kehidupan.
Dari penjelasan ini tentu Anda ingin bertanya kapan muncul kehidupan? Untuk itu
simak uraian berikutnya.
b. PALEOZOIKUM/zaman primer atau zaman hidup tua
Zaman ini berlangsung 340 juta tahun.
Makhluk hidup yang muncul pada zaman ini seperti mikro organisme, ikan, ampibi,
reptil dan binatang yang tidak bertulang punggung. Untuk lebih mengenal
bintang-binatang tersebut amatilah gambar berikut ini.
c. MESOZOIKUM/zaman sekunder atau zaman hidup
pertengahan
Zaman ini berlangsung kira-kira 140 juta
tahun. Pada zaman pertengahan ijenis reptil mencapai tingkat yang terbesar
sehingga pada zaman ini sering disebut juga dengan zaman reptil. Amati gambar
berikut:Setelah berakhirnya zaman sekunder ini, maka muncul kehidupan yang lain
yaitu jenis burung dan binatang menyusui yang masih rendah sekali tingkatannya.
Sedangkan jenis reptilnya mengalami kepunahan. Selanjutnya berlangsunglah zaman
hidup barud. NEOZOIKUM/zaman hidup baru.
Zaman
ini dibedakan menjadi 2 zaman, yaitu:
1) Tersier/zaman ketiga
Zaman ini berlangsung sekitar 60 juta
tahun. Yang terpenting dari zaman ini ditandai dengan berkembangnya jenis
binatang menyusui seperti jenis primat, contohnya kera.
2) Kuartier/zaman keempat
Zaman ini ditandai dengan adanya
kehidupan manusia sehingga merupakan zaman terpenting. Dan zaman ini dibagi
lagi menjadi dua zaman yaitu yang disebut dengan zaman Pleistocen dan Holocen
Berdasarkan
penemuan-penemuan hasil kebudayaannya yang memiliki karakteristik yang berbeda
antara satu masa dengan yang lainnya, maka corak kehidupan masyarakat praaksara
(prasejarah) menurut para ahli sejarah dapat dibagi menjadi tiga masa, yaitu :
1. Masa
berburu dan mengumpulkan makanan, pada masa ini ditemukan peralatan-peralatan
yang berhubungan dengan kegiatan berburu dan terbuat dari batu.
2. Masa
bercocok tanam, pada masa ini ditemukan peralatan-peralatan yang digunakan
sebagai alat bercocok tanam (pertanian) yang sederhana (masih terbuat dari
batu).
3. Masa
perundagian, pada masa ini ditemukan peralatan-peralatan yang telah menggunakan
bahan dasar logam.
B. Corak Kehidupan Zaman Pra Aksara
Zaman pra-aksara adalah masa dimana tidak ditemukannya tulisan.
Berdasarkan corak kehidupan masyarakat pra-akasara. Berdasarkan corak
kehidupan, masa pra-aksara dibagi menjadi masa hidup berburu dan mengumpulkan
makanan, masa bercocok tanam dan beternak, serta masa perundagian atau masa
kemahiran teknik. Corak kehidupan berlangsung dari yang paling sederhana hingga
pembuatan alat-alat dari logam yang membutuhkan keahlian khusus. Dari awalnya
hidup berpindah-pindah hingga menetap dengan membuat rumah. Dari yang awalnya
hidup dengan cara mengumpulkan makanan hingga menghasilkan makanan sendiri.
B.1.
Masa berburu dan mengumpulkan makanan
Masa berburu dan
mengumpulkan makanan, kadang juga digunakan istilah meramu makanan, adalah
corak kehidupan dasar dari masyarakat pra-aksara. Kehidupan sangat sederhana,
tergantug pada alam. Manusia purba berpindah-pindah atau nomaden dari satu
tempat ke tempat yang lain untuk mendapatkan makanan (food gathering). Manusia
purba pada tahap ini tinggal berkelompok di daerah sekitar sungai yang subur,
dan juga gua-gua karang (abris soche rouche) agar terhindar dari panas dan
hujan serta binatang buas. Pada dinding gua terdapat lukisan yang menggunakan
cat merah dari daun daunan.
Alat yang digunakan
pada masa berburu dan mengumpulkan makanan adalah berupa kapak perimbas atau
kapak genggam yang berupa batu belum dihaluskan dan tidak bertangkai. Kapak
perimbas ditemukan sekiat Pacitan dan Ngandong oleh Von Koenigswald. Selain
kapak genggam juga ditemukan alat-alat dari tulang yang digunakan sebagai alat
serpih yaitu alat penusuk, alat melubangi (gurdi) dan sebagai pisau. Peninggalan pada masa berburu dan meramu yang
lain yaitu Kjokkenmoddinger atau sampah dapur yaitu tumpukan kulit kerang.
II.B.2. Masa Bercocok Tanam dan Beternak
Pada masa bercocok
tanam timbul revolusi perdaban yakni perubahan corak hidup dari mengumpulkan
makanan (food gathering) menjadi menghasilkan makanan sendiri (food producing),
perubahan dari yang hidup berpindah-pindah (nomaden) menjadi hidup menetap
(sedenter). Manusia sudah tidak lagi sangat tergantung pada alam. Mereka sudah
menghasilkan makanan sendiri dan beternak. Pada masa ini manusia sudah bisa
membuat rumah. Selain itu corak kehidupan juga sudah lebih maju dengan adanya
perdagangan secara barter yaitu tukar menukar barang dengan barang.
Alat yang digunakan
berupa kapak persegi, kapak lonjong, dan mata panah. Kapak persegi dan kapak
lonjong digunakan untuk alat pertanian. Kedua kapak tersebut sudah dibuat halus
pada bagian tertentu. kapak persegi tersebar
di wilayah-wilayah Indonesia bagian barat, sedangkan kapak lonjong tersebar di
wilayah-wilayah Indonesia bagian timur. Pada masa ini sudah ada teknik
pembuatan gerabah. Selain itu pada masa ini juga diperkirakan masyarakat
pra-aksara sudah menggunakan bahasa untuk komunikasi.
B.3.
Masa perundagian
Perungangian berasal
dari kata undagi yang artinya sama dengan tukang atau seseorang yang memiliki
keterampilan atau ahli dalam pekerajaan tertentu. Masing-masing orang bekerja sesuai dengan
keterampilan masing-masing, sehingga sudah ada spesialisasi dalam bekerja.
Kehidupan manusia purba sudah teratur dan hidup secara permanen. Sistem irigasi
untuk pertanian mulai ada pada masa ini.
Peninggalan masa
perundagian berupa alat-alat dari logam. Terdapat dua teknik dalam pembuatan
alat-alat dari logam yaitu teknik cire perdue dan bivalve. Alat-alat yang dihasilkan pada zaman
perundagian antara lain Nekara, Moko, Kapak Perunggu atau Kapak Corong,
Cendrasa, mata panah dan tombak, perhiasan, serta alat-alat pertanian.
B.4.
Pola Hunian
Dalam buku Indonesia
Dalam Arus Sejarah, Jilid I diterangkan tentang pola hunian manusia purba yang
memperlihatkan dua karakter khas hunian purba yaitu:
1.
kedekatan dengan sumber air dan
2.
kehidupan di alam terbuka. Pola hunian
itu dapat dilihat dari letak geografis situs-situs serta kondisi lingkungannya.
Beberapa contoh yang
menunjukkan pola hunian seperti itu adalah situs-situs purba di sepanjang
aliran Bengawan Solo (Sangiran, Sambungmacan, Trinil, Ngawi, dan Ngandong)
merupakan contoh-contoh dari adanya kecenderungan manusia purba menghuni
lingkungan di pinggir sungai. Kondisi itu dapat dipahami mengingat keberadaan
air memberikan beragam manfaat. Air merupakan kebutuhan pokok bagi manusia. Air
juga diperlukan oleh tumbuhan maupun binatang. Keberadaan air pada suatu
lingkungan mengundang hadirnya berbagai binatang untuk hidup di sekitarnya.
Begitu pula dengan tumbuh-tumbuhan, air memberikan kesuburan bagi tanaman.
Keberadaan air juga dimanfaatkan manusia sebagai sarana penghubung dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya. Melalui sungai, manusia dapat melakukan mobilitas
dari satu tempat ke tempat yang lainnya.
B.5.
Dari Berburu-Meramu sampai Bercocok Tanam
Mencermati hasil
penelitian baik yang berwujud fosil maupun artefak lainnya, diperkirakan
manusia zaman praaksara mula-mula hidup dengan cara berburu dan meramu. Hidup
mereka umumnya masih tergantung pada alam. Untuk mempertahankan hidupnya mereka
menerapkan pola hidup nomaden atau berpindah-pindah tergantung dari bahan
makanan yang tersedia.
Alat-alat yang
digunakan terbuat dari batu yang masih sederhana. Hal ini terutama berkembang
pada manusia Meganthropus dan Pithecanthropus. Tempat-tempat yang dituju oleh
komunitas itu umumnya lingkungan dekat sungai, danau, atau sumber air lainnya
termasuk di daerah pantai. Mereka beristirahat misalnya di bawah pohon besar.
Mereka juga membuat atap dan sekat tempat istirahat itu dari daun-daunan. Masa
manusia purba berburu dan meramu itu sering disebut dengan masa food gathering.
Mereka hanya mengumpulkan dan menyeleksi makanan karena belum dapat
mengusahakan jenis tanaman untuk dijadikan bahan makanan.
Dalam perkembangannya
mulai ada sekelompok manusia purba yang bertempat tinggal sementara, misalnya
di gua-gua, atau di tepi pantai. Peralihan Zaman Mesolitikum ke Neolitikum
menandakan adanya revolusi kebudayaan dari food gathering menuju food producing
dengan Homo sapien sebagai pendukungnya. Mereka tidak hanya mengumpulkan
makanan tetapi mencoba memproduksi makanan dengan menanam. Kegiatan bercocok
tanam dilakukan ketika mereka sudah mulai bertempat tinggal, walaupun masih
bersifat sementara. Mereka melihat biji-bijian sisa makanan yang tumbuh di
tanah setelah tersiram air hujan. Pelajaran inilah yang kemudian mendorong
manusia purba untuk melakukan cocok tanam. Apa yang mereka lakukan di sekitar
tempat tinggalnya, lama kelamaan tanah di sekelilingnya habis, dan mengharuskan
pindah. mencari tempat yang dapat ditanami. Ada yang membuka hutan dengan
menebang pohon-pohon untuk membuka lahan bercocok tanam. Waktu itu juga sudah
ada pembukaan lahan dengan cara membakar hutan. Bagaimana pendapat kamu tentang
hal ini dan kira-kira apa bedanya dengan pembakaran hutan yang dilakukan oleh
manusia modern sekarang ini? Kegiatan manusia bercocok tanam terus mengalami
perkembangan. Peralatan pokoknya adalah jenis kapak persegi dan kapak lonjong.
Kemudian berkembang ke alat lain yang lebih baik. Dengan dibukanya lahan dan
tersedianya air yang cukup maka terjadilah persawahan untuk bertani. Hal ini
berkembang karena saat itu, yakni sekitar tahun 2000 – 1500 S.M ketika mulai
terjadi perpindahan orang-orang dari rumpun bangsa Austronesia dari Yunnan ke
Kepulauan Indonesia. Begitu juga kegiatan beternak juga mengalami perkembangan.
Seiring kedatangan orangorang dari Yunan yang kemudian dikenal sebagai nenek
moyang kita itu, maka kegiatan pelayaran dan perdagangan mulai dikenal. Dalam
waktu singkat kegiatan perdagangan dengan sistem barter mulai berkembang.
Kegiatan bertani juga semakin berkembang karena mereka sudah mulai bertempat
tinggal menetap.
B.6. Sistem Kepercayaan
Masyarakat zaman praaksara
terutama periode zaman Neolitikum sudah mengenal sistem kepercayaan. Mereka
sudah memahami adanya kehidupan setelah mati. Mereka meyakini bahwa roh
seseorang yang telah meninggal akan hidup di alam lain. Oleh karena itu, roh
orang yang sudah meninggal akan senantiasa dihormati oleh sanak kerabatnya.
Terkait dengan itu maka kegiatan ritual yang paling menonjol adalah upacara
penguburan orang meninggal. Dalam tradisi penguburan ini, jenazah orang yang
telah meninggal dibekali berbagai benda dan peralatan kebutuhan sehari-hari,
misalnya barang-barang perhiasan, periuk dan lain-lain yang dikubur bersama
mayatnya. Hal ini dimaksudkan agar perjalanan arwah orang yang meninggal
selamat dan terjamin dengan baik. Dalam upacara penguburan ini semakin kaya orang
yang meninggal maka upacaranya juga semakin mewah. Barangbarang berharga yang
ikut dikubur juga semakin banyak. Selain upacara-upacara penguburan, juga ada
upacaraupacara pesta untuk mendirikan bangunan suci. Mereka percaya manusia
yang meninggal akan mendapatkan kebahagiaan jika mayatnya ditempatkan pada
susunan batu-batu besar, misalnya pada peti batu atau sarkofagus.
Batu-batu besar ini
menjadi lambang perlindungan bagi manusia yang berbudi luhur juga memberi
peringatan bahwa kebaikan kehidupan di akhirat hanya akan dapat dicapai sesuai
dengan perbuatan baik selama hidup di dunia. Hal ini sangat tergantung pada
kegiatan upacara kematian yang pernah dilakukan untuk menghormati leluhurnya.
Oleh karena itu, upacara kematian merupakan manifestasi dari rasa bakti dan
hormat seseorang terhadap leluhurnya yang telah meninggal. Sistem kepercayaan
masyarakat praaksara yang demikian itu telah melahirkan tradisi megalitik
(zaman megalitikum = zaman batu besar). Mereka mendirikan bangunan batu-batu
besar seperti menhir, dolmen, punden berundak, dan sarkofagus. Pada zaman praaksara, seorang dapat dilihat kedudukan sosialnya
dari cara penguburannya. Bentuk dan bahan wadah kubur dapat digunakan sebagai
petunjuk status sosial seseorang. Penguburan dengan sarkofagus misalnya,
memerlukan jumlah tenaga kerja yang lebih banyak dibandingkan dengan penguburan
tanpa wadah. Dengan kata lain, pengelolaan tenaga kerja juga sering digunakan
sebagai indikator stratifikasi sosial seseorang dalam masyarakat.
Sistem kepercayaan dan tradisi
batu besar seperti dijelaskan di atas, telah mendorong berkembangnya
kepercayaan animisme. Kepercayaan animisme merupakan sebuah sistem kepercayaan
yang memuja roh nenek moyang. Di samping animisme, muncul juga kepercayaan
dinamisme. Menurut kepercayaan dinamisme ada benda-benda tertentu yang diyakini
memiliki kekuatan gaib, sehingga benda itu sangat dihormati dan dikeramatkan.
Seiring dengan perkembangan pelayaran, masyarakat zaman praaksara akhir juga
mulai mengenal sedekah laut. Sudah barang tentu kegiatan upacara ini lebih
banyak dikembangkan di kalangan para nelayan. Bentuknya mungkin semacam
selamatan apabila ingin berlayar jauh, atau mungkin saat memulai pembuatan
perahu. Sistem kepercayaan nenek moyang kita ini sampai sekarang masih dapat kita
temui dibeberapa daerah.
No comments:
Post a Comment