Monday, November 19, 2018

ZAMAN PRA AKSARA


ZAMAN PRA AKSARA
Kata sejarah sendiri berasal dari bahasa Arab, yaitu syajaratun yang berarti pohon, apabila kita melihat pohon secara terbalik, kita dapat menghubungkannya dengan bentuk penggambaran silsilah keluarga, sedangkan sejarah itu sendiri adalah Suatu ilmu yang mempelajari kejadian-kejadian/peristiwa yang terjadi pada masa lampau dalam lingkungan kehidupan manusia, yang dipelajari melalui sumber dan bukti sejarah baik tertulis, lisan, maupun benda-benda, dan peninggalan-peninggalan bersejarah.
Sedangkan Zaman Prasejarah adalah zaman sebelum manusia mengenal tulisan. Uraian mengenai kehidupan serta kebudayaan manusia pada masa lampau sebelum ada bukti-bukti tertulis, dan Zaman Sejarah adalah zaman ketika peninggalan tertulis sudah ditemukan. Setiap daerah memasuki zaman Sejarah dalam waktu yang berbeda-beda.
Dan pada kesempatan kali ini kami akan mencoba membahas sekelumit tentang masa atau zaman pra-aksara, sebagai pemenuhan tugas sejarah pada kelas X semester 1 di SMK Bina Bangsa Mandiri.
A. Zaman Pra Aksara
Zaman praaksara adalah masa kehidupan manusia sebelum mengenal tulisan. Praaksara berasal dari dua kata, yaitu pra yang artinya sebelum dan aksara yang berarti tulisan. Praaksara disebut juga nirleka, nir berarti tanpa dan leka berarti tulisan. Batas antara zaman Praaksara dengan zaman sejarah adalah mulai adanya tulisan. Hal ini menimbulkan suatu pengertian bahwa Praaksara adalah zaman sebelum ditemukannya tulisan, sedangkan sejarah adalah zaman setelah adanya tulisan.
Berakhirnya zaman Praaksara atau dimulainya zaman sejarah untuk setiap bangsa di dunia tidak sama tergantung dari peradaban bangsa tersebut. Salah satu contoh yaitu bangsa Mesir + tahun 4000 SM masyarakatnya sudah mengenal tulisan, sehingga + tahun 4000 bangsa Mesir sudah memasuki zaman sejarah.
Pembabakan Zaman Praaksara berdasarkan Geologi
Geologi adalah ilmu yang mempelajari bumi secara keseluruhan. Berdasarkan geologi, terjadinya bumi sampai sekarang dibagi ke dalam empat zaman. Zaman-zaman tersebut merupakan periodisasi atau pembabakan Praaksara yang terdiri dari:
a.   ARKAEKUM/zaman tertua
Zaman ini berlangsung kira-kira 2500 juta tahun, pada saat itu kulit bumi masih panas, sehingga tidak ada kehidupan. Dari penjelasan ini tentu Anda ingin bertanya kapan muncul kehidupan? Untuk itu simak uraian berikutnya.
b.  PALEOZOIKUM/zaman primer atau zaman hidup tua
Zaman ini berlangsung 340 juta tahun. Makhluk hidup yang muncul pada zaman ini seperti mikro organisme, ikan, ampibi, reptil dan binatang yang tidak bertulang punggung. Untuk lebih mengenal bintang-binatang tersebut amatilah gambar berikut ini.
c.   MESOZOIKUM/zaman sekunder atau zaman hidup pertengahan
Zaman ini berlangsung kira-kira 140 juta tahun. Pada zaman pertengahan ijenis reptil mencapai tingkat yang terbesar sehingga pada zaman ini sering disebut juga dengan zaman reptil. Amati gambar berikut:Setelah berakhirnya zaman sekunder ini, maka muncul kehidupan yang lain yaitu jenis burung dan binatang menyusui yang masih rendah sekali tingkatannya. Sedangkan jenis reptilnya mengalami kepunahan. Selanjutnya berlangsunglah zaman hidup barud.  NEOZOIKUM/zaman hidup baru.
Zaman ini dibedakan menjadi 2 zaman, yaitu:
1)  Tersier/zaman ketiga
Zaman ini berlangsung sekitar 60 juta tahun. Yang terpenting dari zaman ini ditandai dengan berkembangnya jenis binatang menyusui seperti jenis primat, contohnya kera.
2)  Kuartier/zaman keempat
Zaman ini ditandai dengan adanya kehidupan manusia sehingga merupakan zaman terpenting. Dan zaman ini dibagi lagi menjadi dua zaman yaitu yang disebut dengan zaman Pleistocen dan Holocen
Berdasarkan penemuan-penemuan hasil kebudayaannya yang memiliki karakteristik yang berbeda antara satu masa dengan yang lainnya, maka corak kehidupan masyarakat praaksara (prasejarah) menurut para ahli sejarah dapat dibagi menjadi tiga masa, yaitu :
1.      Masa berburu dan mengumpulkan makanan, pada masa ini ditemukan peralatan-peralatan yang berhubungan dengan kegiatan berburu dan terbuat dari batu.
2.      Masa bercocok tanam, pada masa ini ditemukan peralatan-peralatan yang digunakan sebagai alat bercocok tanam (pertanian) yang sederhana (masih terbuat dari batu).
3.      Masa perundagian, pada masa ini ditemukan peralatan-peralatan yang telah menggunakan bahan dasar logam.
B. Corak Kehidupan Zaman Pra Aksara
     Zaman pra-aksara adalah masa dimana tidak ditemukannya tulisan. Berdasarkan corak kehidupan masyarakat pra-akasara. Berdasarkan corak kehidupan, masa pra-aksara dibagi menjadi masa hidup berburu dan mengumpulkan makanan, masa bercocok tanam dan beternak, serta masa perundagian atau masa kemahiran teknik. Corak kehidupan berlangsung dari yang paling sederhana hingga pembuatan alat-alat dari logam yang membutuhkan keahlian khusus. Dari awalnya hidup berpindah-pindah hingga menetap dengan membuat rumah. Dari yang awalnya hidup dengan cara mengumpulkan makanan hingga menghasilkan makanan sendiri.
B.1. Masa berburu dan mengumpulkan makanan
Masa berburu dan mengumpulkan makanan, kadang juga digunakan istilah meramu makanan, adalah corak kehidupan dasar dari masyarakat pra-aksara. Kehidupan sangat sederhana, tergantug pada alam. Manusia purba berpindah-pindah atau nomaden dari satu tempat ke tempat yang lain untuk mendapatkan makanan (food gathering). Manusia purba pada tahap ini tinggal berkelompok di daerah sekitar sungai yang subur, dan juga gua-gua karang (abris soche rouche) agar terhindar dari panas dan hujan serta binatang buas. Pada dinding gua terdapat lukisan yang menggunakan cat merah dari daun daunan.
Alat yang digunakan pada masa berburu dan mengumpulkan makanan adalah berupa kapak perimbas atau kapak genggam yang berupa batu belum dihaluskan dan tidak bertangkai. Kapak perimbas ditemukan sekiat Pacitan dan Ngandong oleh Von Koenigswald. Selain kapak genggam juga ditemukan alat-alat dari tulang yang digunakan sebagai alat serpih yaitu alat penusuk, alat melubangi (gurdi) dan sebagai pisau.  Peninggalan pada masa berburu dan meramu yang lain yaitu Kjokkenmoddinger atau sampah dapur yaitu tumpukan kulit kerang.
II.B.2. Masa Bercocok Tanam dan Beternak
Pada masa bercocok tanam timbul revolusi perdaban yakni perubahan corak hidup dari mengumpulkan makanan (food gathering) menjadi menghasilkan makanan sendiri (food producing), perubahan dari yang hidup berpindah-pindah (nomaden) menjadi hidup menetap (sedenter). Manusia sudah tidak lagi sangat tergantung pada alam. Mereka sudah menghasilkan makanan sendiri dan beternak. Pada masa ini manusia sudah bisa membuat rumah. Selain itu corak kehidupan juga sudah lebih maju dengan adanya perdagangan secara barter yaitu tukar menukar barang dengan barang.
Alat yang digunakan berupa kapak persegi, kapak lonjong, dan mata panah. Kapak persegi dan kapak lonjong digunakan untuk alat pertanian. Kedua kapak tersebut sudah dibuat halus pada bagian tertentu.  kapak persegi tersebar di wilayah-wilayah Indonesia bagian barat, sedangkan kapak lonjong tersebar di wilayah-wilayah Indonesia bagian timur. Pada masa ini sudah ada teknik pembuatan gerabah. Selain itu pada masa ini juga diperkirakan masyarakat pra-aksara sudah menggunakan bahasa untuk komunikasi.
B.3. Masa perundagian
Perungangian berasal dari kata undagi yang artinya sama dengan tukang atau seseorang yang memiliki keterampilan atau ahli dalam pekerajaan tertentu.  Masing-masing orang bekerja sesuai dengan keterampilan masing-masing, sehingga sudah ada spesialisasi dalam bekerja. Kehidupan manusia purba sudah teratur dan hidup secara permanen. Sistem irigasi untuk pertanian mulai ada pada masa ini.
Peninggalan masa perundagian berupa alat-alat dari logam. Terdapat dua teknik dalam pembuatan alat-alat dari logam yaitu teknik cire perdue dan bivalve.  Alat-alat yang dihasilkan pada zaman perundagian antara lain Nekara, Moko, Kapak Perunggu atau Kapak Corong, Cendrasa, mata panah dan tombak, perhiasan, serta alat-alat pertanian.
B.4. Pola Hunian
Dalam buku Indonesia Dalam Arus Sejarah, Jilid I diterangkan tentang pola hunian manusia purba yang memperlihatkan dua karakter khas hunian purba yaitu:
1.    kedekatan dengan sumber air dan
2.    kehidupan di alam terbuka. Pola hunian itu dapat dilihat dari letak geografis situs-situs serta kondisi lingkungannya.
Beberapa contoh yang menunjukkan pola hunian seperti itu adalah situs-situs purba di sepanjang aliran Bengawan Solo (Sangiran, Sambungmacan, Trinil, Ngawi, dan Ngandong) merupakan contoh-contoh dari adanya kecenderungan manusia purba menghuni lingkungan di pinggir sungai. Kondisi itu dapat dipahami mengingat keberadaan air memberikan beragam manfaat. Air merupakan kebutuhan pokok bagi manusia. Air juga diperlukan oleh tumbuhan maupun binatang. Keberadaan air pada suatu lingkungan mengundang hadirnya berbagai binatang untuk hidup di sekitarnya. Begitu pula dengan tumbuh-tumbuhan, air memberikan kesuburan bagi tanaman. Keberadaan air juga dimanfaatkan manusia sebagai sarana penghubung dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Melalui sungai, manusia dapat melakukan mobilitas dari satu tempat ke tempat yang lainnya.
B.5. Dari Berburu-Meramu sampai Bercocok Tanam
Mencermati hasil penelitian baik yang berwujud fosil maupun artefak lainnya, diperkirakan manusia zaman praaksara mula-mula hidup dengan cara berburu dan meramu. Hidup mereka umumnya masih tergantung pada alam. Untuk mempertahankan hidupnya mereka menerapkan pola hidup nomaden atau berpindah-pindah tergantung dari bahan makanan yang tersedia.
Alat-alat yang digunakan terbuat dari batu yang masih sederhana. Hal ini terutama berkembang pada manusia Meganthropus dan Pithecanthropus. Tempat-tempat yang dituju oleh komunitas itu umumnya lingkungan dekat sungai, danau, atau sumber air lainnya termasuk di daerah pantai. Mereka beristirahat misalnya di bawah pohon besar. Mereka juga membuat atap dan sekat tempat istirahat itu dari daun-daunan. Masa manusia purba berburu dan meramu itu sering disebut dengan masa food gathering. Mereka hanya mengumpulkan dan menyeleksi makanan karena belum dapat mengusahakan jenis tanaman untuk dijadikan bahan makanan.
Dalam perkembangannya mulai ada sekelompok manusia purba yang bertempat tinggal sementara, misalnya di gua-gua, atau di tepi pantai. Peralihan Zaman Mesolitikum ke Neolitikum menandakan adanya revolusi kebudayaan dari food gathering menuju food producing dengan Homo sapien sebagai pendukungnya. Mereka tidak hanya mengumpulkan makanan tetapi mencoba memproduksi makanan dengan menanam. Kegiatan bercocok tanam dilakukan ketika mereka sudah mulai bertempat tinggal, walaupun masih bersifat sementara. Mereka melihat biji-bijian sisa makanan yang tumbuh di tanah setelah tersiram air hujan. Pelajaran inilah yang kemudian mendorong manusia purba untuk melakukan cocok tanam. Apa yang mereka lakukan di sekitar tempat tinggalnya, lama kelamaan tanah di sekelilingnya habis, dan mengharuskan pindah. mencari tempat yang dapat ditanami. Ada yang membuka hutan dengan menebang pohon-pohon untuk membuka lahan bercocok tanam. Waktu itu juga sudah ada pembukaan lahan dengan cara membakar hutan. Bagaimana pendapat kamu tentang hal ini dan kira-kira apa bedanya dengan pembakaran hutan yang dilakukan oleh manusia modern sekarang ini? Kegiatan manusia bercocok tanam terus mengalami perkembangan. Peralatan pokoknya adalah jenis kapak persegi dan kapak lonjong. Kemudian berkembang ke alat lain yang lebih baik. Dengan dibukanya lahan dan tersedianya air yang cukup maka terjadilah persawahan untuk bertani. Hal ini berkembang karena saat itu, yakni sekitar tahun 2000 – 1500 S.M ketika mulai terjadi perpindahan orang-orang dari rumpun bangsa Austronesia dari Yunnan ke Kepulauan Indonesia. Begitu juga kegiatan beternak juga mengalami perkembangan. Seiring kedatangan orangorang dari Yunan yang kemudian dikenal sebagai nenek moyang kita itu, maka kegiatan pelayaran dan perdagangan mulai dikenal. Dalam waktu singkat kegiatan perdagangan dengan sistem barter mulai berkembang. Kegiatan bertani juga semakin berkembang karena mereka sudah mulai bertempat tinggal menetap.
B.6.  Sistem Kepercayaan
Masyarakat zaman praaksara terutama periode zaman Neolitikum sudah mengenal sistem kepercayaan. Mereka sudah memahami adanya kehidupan setelah mati. Mereka meyakini bahwa roh seseorang yang telah meninggal akan hidup di alam lain. Oleh karena itu, roh orang yang sudah meninggal akan senantiasa dihormati oleh sanak kerabatnya. Terkait dengan itu maka kegiatan ritual yang paling menonjol adalah upacara penguburan orang meninggal. Dalam tradisi penguburan ini, jenazah orang yang telah meninggal dibekali berbagai benda dan peralatan kebutuhan sehari-hari, misalnya barang-barang perhiasan, periuk dan lain-lain yang dikubur bersama mayatnya. Hal ini dimaksudkan agar perjalanan arwah orang yang meninggal selamat dan terjamin dengan baik. Dalam upacara penguburan ini semakin kaya orang yang meninggal maka upacaranya juga semakin mewah. Barangbarang berharga yang ikut dikubur juga semakin banyak. Selain upacara-upacara penguburan, juga ada upacaraupacara pesta untuk mendirikan bangunan suci. Mereka percaya manusia yang meninggal akan mendapatkan kebahagiaan jika mayatnya ditempatkan pada susunan batu-batu besar, misalnya pada peti batu atau sarkofagus.
Batu-batu besar ini menjadi lambang perlindungan bagi manusia yang berbudi luhur juga memberi peringatan bahwa kebaikan kehidupan di akhirat hanya akan dapat dicapai sesuai dengan perbuatan baik selama hidup di dunia. Hal ini sangat tergantung pada kegiatan upacara kematian yang pernah dilakukan untuk menghormati leluhurnya. Oleh karena itu, upacara kematian merupakan manifestasi dari rasa bakti dan hormat seseorang terhadap leluhurnya yang telah meninggal. Sistem kepercayaan masyarakat praaksara yang demikian itu telah melahirkan tradisi megalitik (zaman megalitikum = zaman batu besar). Mereka mendirikan bangunan batu-batu besar seperti menhir, dolmen, punden berundak, dan sarkofagus.  Pada zaman praaksara,  seorang dapat dilihat kedudukan sosialnya dari cara penguburannya. Bentuk dan bahan wadah kubur dapat digunakan sebagai petunjuk status sosial seseorang. Penguburan dengan sarkofagus misalnya, memerlukan jumlah tenaga kerja yang lebih banyak dibandingkan dengan penguburan tanpa wadah. Dengan kata lain, pengelolaan tenaga kerja juga sering digunakan sebagai indikator stratifikasi sosial seseorang dalam masyarakat.
Sistem kepercayaan dan tradisi batu besar seperti dijelaskan di atas, telah mendorong berkembangnya kepercayaan animisme. Kepercayaan animisme merupakan sebuah sistem kepercayaan yang memuja roh nenek moyang. Di samping animisme, muncul juga kepercayaan dinamisme. Menurut kepercayaan dinamisme ada benda-benda tertentu yang diyakini memiliki kekuatan gaib, sehingga benda itu sangat dihormati dan dikeramatkan. Seiring dengan perkembangan pelayaran, masyarakat zaman praaksara akhir juga mulai mengenal sedekah laut. Sudah barang tentu kegiatan upacara ini lebih banyak dikembangkan di kalangan para nelayan. Bentuknya mungkin semacam selamatan apabila ingin berlayar jauh, atau mungkin saat memulai pembuatan perahu. Sistem kepercayaan nenek moyang kita ini sampai sekarang masih dapat kita temui dibeberapa daerah.


No comments:

Post a Comment

POSTER PLANTAE