Monday, November 19, 2018

MK DAN KY MAHKAMAH KONSTITUSI DAN KOMISI YUDISIAL


MK DAN KY
MAHKAMAH KONSTITUSI DAN KOMISI YUDISIAL
.A. Sejarah
Sebelum terbentuknya Komisi Yudisial (KY), pembentukan lembaga pengawas peradilan sebenarnya sempat digagas. Misalnya, Majelis Pertimbangan Penelitian Hakim (MPPH) dan Dewan Kehormatan Hakim (DKH).
 MPPH yang telah diwacanakan sejak tahun 1968 berfungsi memberikan pertimbangan dan mengambil keputusan terakhir mengenai saran-saran dan/atau usul-usul yang berkenaan dengan pengangkatan, promosi, kepindahan, pemberhentian, dan tindakan/hukuman jabatan para hakim yang diajukan, baik oleh Mahkamah Agung maupun oleh Menteri Kehakiman. Sayangnya, ide tersebut menemui kegagalan sehingga tidak berhasil menjadi materi muatan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman.
Sementara Dewan Kehormatan Hakim (DKH) yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999 berwenang mengawasi perilaku hakim, memberikan rekomendasi mengenai perekrutan, promosi, dan mutasi hakim, serta menyusun kode etik (code of conduct) bagi para hakim.
 Melalui Amendemen Ketiga Undang–Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada tahun 2001 disepakati tentang pembentukan Komisi Yudisial. Ketentuan mengenai Komisi Yudisial diatur dalam Pasal 24B Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Maksud dasar yang menjadi semangat pembentukan Komisi Yudisial disandarkan pada keprihatinan mendalam mengenai kondisi wajah peradilan yang muram dan keadilan di Indonesia yang tak kunjung tegak.
 Komisi Yudisial karenanya dibentuk dengan dua kewenangan konstitutif, yaitu untuk mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Selanjutnya, dalam rangka mengoperasional kan keberadaan Komisi Yudisial, dibentuk Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial yang disahkan di Jakarta pada tanggal 13 Agustus 2004.
Eksistensi lembaga negara ini semakin nyata setelah tujuh orang Anggota Komisi Yudisial periode 2005-2010 mengucapkan sumpah di hadapan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 2 Agustus 2005. Sejak saat itu, kehadiran Komisi Yudisial semakin nyata dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.
Namun dalam perjalanan tugasnya, Komisi Yudisial mengalami dinamika. Antara lain pengujian terhadap Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 ke Mahkamah Konstitusi oleh sejumlah hakim agung. Melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 005/PUU-IV/2006, beberapa kewenangan dalam pengawasan hakim dan hakim Mahkamah Konstitusi tidak berlaku. Terkait hakim konstitusi, putusan tersebut menjadi perdebatan panjang lantaran pemohon tidak pernah mengajukannya.
Sejak Mahkamah Konstitusi membatalkan wewenang Komisi Yudisial melalui putusannya yang keluar pada tahun 2006, Komisi Yudisial dan sejumlah elemen bangsa yang mendukung peradilan bersih, transparan, dan akuntabel melakukan berbagai upaya untuk mengembalikan peran Komisi Yudisial sesuai harapan masyarakat. Salah satu upayanya adalah dengan merevisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004. Usaha tersebut membuahkan hasil dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial. Perubahan undang-undang ini berpengaruh terhadap penguatan wewenang dan tugas Komisi Yudisial
Selain itu, amunisi lain yang menguatkan kewenangan Komisi Yudisial adalah Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum; Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, dan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1985 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.   
Undang – Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang–Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial tersebut memberikan berbagai tugas dan wewenang baru bagi Komisi Yudisial, antara lain : melakukan seleksi pengangkatan hakim adhoc di Mahkamah Agung, melakukan upaya peningkatan kapasitas dan kesejahteraan hakim, melakukan langkah-langkah hukum dan langkah lain untuk menjaga kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim, melakukan penyadapan bekerja sama dengan aparat penegak hukum, dan melakukan pemanggilan paksa terhadap saksi.
Disahkannya undang-undang tersebut merupakan konkritisasi dari upaya memperkuat wewenang dan tugas Komisi Yudisial sebagai lembaga negara independen yang menjalankan fungsi checks and balances di bidang kekuasaan kehakiman dalam rangka mewujudkan kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menegakkan hukum dan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.
.B. Tugas dan wewenang
Mahkamah Konstitusi (disingkat MK) adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan pemegang kekuasaan kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah Agung.
Kewajiban dan wewenang
Pasal 24 ayat (2) UUD 1945 menyatakan, Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Berdasarkan ketentuan tersebut, Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu pelaku kekuasaan kehakiman selain Mahkamah Agung. Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Dengan demikian, Mahkamah Konstitusi adalah suatu lembaga peradilan, sebagai cabang kekuasaan yudikatif, yang mengadili perkara-perkara tertentu yang menjadi kewenangannya berdasarkan ketentuan UUD 1945.
Berdasarkan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 yang ditegaskan kembali dalam Pasal 10 ayat (1) huruf a sampai dengan d UU 24/2003, kewenangan Mahkamah Konstitusi adalah menguji undang-undang terhadap UUD 1945; memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945; memutus pembubaran partai politik; dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Selain itu, berdasarkan Pasal 7 ayat (1) sampai dengan (5) dan Pasal 24C ayat (2) UUD 1945 yang ditegaskan lagi oleh Pasal 10 ayat (2) UU 24/2003, kewajiban Mahkamah Konstitusi adalah memberikan keputusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum, atau perbuatan tercela, atau tidak memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945.
Tujuan Komisi Yudisial
Adapun tujuan dibentuknya Komisi Yudisial adalah sebagai berikut:
·         Agar dapat melakukan monitoring secara intensif terhadap penyelenggaraan kekuasaan kehakiman dengan melibatkan unsur-unsur masyarakat.
·         Meningkatkan efisiensi dan efektifitas kekuasaan kehakiman baik yang menyangkut rekruitmen hakim agung maupun monitoring perilaku hakim.
·         Menjaga kualitas dan konsistensi putusan lembaga peradilan, karena senantiasa diawasi secara intensif oleh lembaga yang benar-benar independen.
·         Menjadi penghubung antara kekuasaan pemerintah dan kekuasaan kehakiman untuk menjamin kemandirian kekuasaan kehakiman.
Sesuai Pasal 13 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial, Komisi Yudisial mempunyai wewenang:
·         Mengusulkan pengangkatan hakim agung dan hakim ad hoc di Mahkamah Agung kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan;
·         Menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim;
·         Menetapkan Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) bersama-sama dengan Mahkamah Agung;
·         Menjaga dan menegakkan pelaksanaan Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH).
 TUGAS
 Berdasarkan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011, dalam melaksanakan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf a, yaitu mengusulkan pengangkatan hakim agung dan hakim ad hoc di Mahkamah Agung kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan, maka Komisi Yudisial mempunyai tugas:
a)      Melakukan pendaftaran calon hakim agung;
b)      Melakukan seleksi terhadap calon hakim agung;
c)      Menetapkan calon hakim agung; dan
d)     Mengajukan calon hakim agung ke DPR.
Pasal 20 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 mengatur bahwa:
1.      Dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim, Komisi Yudisial mempunyai tugas:
a)         Melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap perilaku hakim;
b)        Menerima laporan dari masyarakat berkaitan dengan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim;
c)         Melakukan verifikasi, klarifikasi, dan investigasi terhadap laporan dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim secara tertutup;
d)        Memutus benar tidaknya laporan dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim,
e)         Mengambil langkah hukum dan/atau langkah lain terhadap orang perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim.
2.      Selain tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Komisi Yudisial juga mempunyai tugas mengupayakan peningkatan kapasitas dan kesejahteraan hakim;
3.      Dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, Komisi Yudisial dapat meminta bantuan kepada aparat penegak hukum untuk melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan dalam hal adanya dugaan pelanggaran Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim oleh Hakim.
Komisi Yudisial berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.
Keanggotaan Komisi Yudisial terdiri atas mantan hakim, praktisi hukum, akademisi hukum, dan anggota masyarakat. Anggota Komisi Yudisial adalah pejabat negara, terdiri dari 7 orang (termasuk Ketua dan Wakil Ketua yang merangkap Anggota). Anggota Komisi Yudisial memegang jabatan selama masa 5 (lima) tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali untuk 1 (satu) kali Masa Sekretariat Jenderal
Sekretariat Jenderal Komisi Yudisial adalah aparatur pemerintah yang di dalam menjalankan tugas dan fungsinya berada dan bertanggung jawab langsung kepada Pimpinan Komisi Yudisial. Sekretariat Jenderal dipimpin oleh seorang Sekretaris Jenderal. Sekretariat Jenderal mempunyai tugas memberikan dukungan administratif dan teknis operasional kepada Komisi Yudisial. jabatan.
.C. Perbedaan MK dan KY
Perbedaan antara MK dan KY dapat dilihat dari tabel berikut ini:

Description: C:\Users\User\Pictures\28_beritagar-infografik-perbedaan-ma-my-mk.png




No comments:

Post a Comment

POSTER PLANTAE