Monday, November 19, 2018

MAHKAMAH AGUNG (MA)


MAHKAMAH AGUNG (MA)
II.A. Sejarah
Masa penjajahan Belanda atas bumi pertiwi Indonesia, selain mempengaruhi roda pemerintahan juga sangat besar pengaruhnya terhadap Peradilan di Indonesia. Dari masa dijajah oleh Belanda (Mr. Herman Willem Daendels – Tahun 1807), kemudian oleh Inggris (Mr. Thomas Stanford Raffles – Tahun 1811 Letnan Jenderal) dan masa kembalinya Pemerintahan Hindia Belanda (1816-1842).
Pada masa penjajahan Belanda Hoogerechtshoof merupakan Pengadilan Tertinggi dan berkedudukan di Jakarta dengan wilayah Hukum meliputi seluruh Indonesia. Hoogerechtshoof beranggotakan seorang Ketua, 2 orang anggota, seorang pokrol Jenderal, 2 orang Advokat Jenderal dan seorang Panitera dimana perlu dibantu seorang Panitera Muda atau lebih. Jika perlu Gubernur Jenderal dapat menambah susunan Hoogerechtshoof dengan seorang Wakil dan seorang atau lebih anggota.
Setelah kemerdekaan, tepatnya tanggal 19 Agustus 1945, Presiden Soekarno melantik/mengangkat Mr. Dr. R.S.E. Koesoemah Atmadja sebagai Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia yang pertama. Hari pengangkatan itu kemudian ditetapkan sebagai Hari Jadi Mahkamah Agung, melalui Surat Keputusan KMA/043/SK/VIII/1999 tentang Penetapan Hari Jadi Mahkamah Agung Republik Indonesia. Tanggal 19 Agustus 1945 juga merupakan tanggal disahkannya UUD 1945 beserta pembentukan dan pengangkatan Kabinet Presidentil Pertama di Indonesia. Mahkamah Agung terus mengalami dinamika sesuai dinamika ketatanegaraan. Antara tahun 1946 sampai dengan 1950 Mahkamah Agung pindah ke Yogyakarta sebagai ibukota Republik Indonesia.
Pada sekitar tahun 1980an barulah dirasakan pentingnya fungsi pengawasan dalam penyelenggaraan negara di indonesia. Hal ini ditandai dengan dikeluarkannya :

Instruksi Presiden Nomor 15 Tahun 1983 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan
Keputusan Presiden Nomor 31 Tahun 1983 Tentang Pembentukan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP);
Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1989 Tentang Pedoman Pengawasan melekat.
Sampai dengan tahun 2001 fungsi pengawasan ini dilaksanakan oleh Mahkamah Agung dengan menunjuk Hakim Agung Penanggung jawab Pengawasan Wilayah, tanpa memiliki struktur dan Supporting Unit.
Pada tahun 2001 atas usulan dari Mahkamah Agung RI dikeluarkanlah Surat Keputusan Presiden RI Nomor 131 / M Tahun 2001 tanggal 23 April 2001 Tentang Pengangkatan Ketua Muda Mahkamah Agung RI Urusan Pengawasan dan Pembinaan. Jadi sejak tahun 2001 di Mahkamah Agung sudah ditunjuk seorang Hakim Agung yang ditugaskan untuk melakukan pengawasan dan pembinaan yang merupakan salah satu fungsi dari Mahkamah Agung, Namun pelaksanaan tugas Ketua Muda Mahkamah Agung RI urusan Pengawasan dan Pembinaan ini tidaklah dapat terlaksana secara maksimal karena tidak memiliki struktur dan tidak tersedianya Supporting Unit untuk membantu melaksanakan tugas-tugasnya.
Guna mengatasi kendala tersebut, Mahkamah Agung mengajukan konsep pembentukan unit Pengawasan dan Pembinaan kepada Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara, atas mana Menteri memberikan persetujuannya dengan Surat Nomor 156 / M.PAN / VI / 2002 tanggal 10 Juni 2002. Persetujuan tersebut oleh Panitera / Sekretaris Jenderal Mahkamah Agung RI ditindaklanjuti dengan pembentukan Unit Asisten Bidang Pengawasan dan Pembinaan Mahkamah Agung RI berdasarkan Surat Keputusan Panitera  / Sekretaris Jenderal Mahkamah Agung RI Nomor : MA / PANSEK / 013 / SK . VI / Tahun 2002 tanggal 12 Juni 2002 Tentang Perubahan Kedua Atas Keputusan Panitera / Sekretaris Jenderal Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor : MA /  PANSEK / 02 / SK /  Tahun 1986 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kepaniteraan / Sekretariat Jenderal Mahkamah Agung Republik Indonesia. Berdasarkan Surat Keputusan tersebut, dibentuklah struktur organisasi Asisten Bidang Pengawasan dan Pembinaan Mahkamah Agung RI yang terdiri atas :
Seorang Pejabat Struktural Eselon IIa selaku Asisten Bidang Pengawasan dan Pembinaan Mahkamah Agung RI ( Surat Keputusan Panitera / Sekretaris Jenderal Mahkamah Agung RI Nomor : UP.IV / 116/ PSJ / SK / 2003 tanggal 14 April 2003 Tentang Pengangkatan Para Pejabat Struktural Eselon II di Lingkungan Sekretariat Jenderal Mahkamah Agung RI ).
Sembilan orang Hakim Tinggi Pengawas / Pejabat Fungsional Pengawasan.
Tiga orang Pejabat Struktural Eselon III yaitu Kepala Bidang Peradilan Uum dan Peradilan Tata Usaha Negara, Kepala Bidang Peradilan Agama dan Peradilan Militer dan Kepala Bidang Peradilan Mahkamah Agung.
Enam orang Pejabat Struktural Eselon IV yang masing-masing adalah Kepala Sub Bidang Peradilan Umum, Tata Usaha Negara, Agama, Militer, Mahkamah Agung dan Tata Operasional.
Sebelas orang Staff.
Asisten Bidang Pengawasan dan Pembinaan Mahkamah Agung RI (Asbidwasbin) secara struktural organisatoris berada dibawah Panitera / Sekretaris Mahkamah Agung RI yang dalam pelaksanaan tugas berada di bawah koordinasi Ketua Mahkamah Agung RI Urusan Pengawasan dan Pembinaan.
Dengan diundangkannya Undang- Undang Nomor 4 dan 5 Tahun 2004 maka organisasi, administrasi dan finansial seluruh badan peradilan berada di bawah kekuasaan Mahkamah Agung, hal mana juga membawa dampak terhadap fungsi pengawasan Mahkamah Agung.
Pasal 46 Undang – Undang Nomor 4 Tahun 2004 memberikan tenggat waktu kepada Mahkamah Agung paling lambat 12 bulan terhitung sejak undang – undang tersebut diundangkan yaitu tanggal 15 Januari 2004 untuk menyusun organisasi dan tata kerja yang baru di lingkungan Mahkamah Agung.
Pasal 5 ayat (2) Undang- nUndang Nomor 5 Tahun 2004 menentukan bahwa Wakil Ketua Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas Wakil Ketua Yudisial dan  Wakil Ketua Bidang Non- Yudisial. Pada ayat (5) ditentukan bahwa Wakil Ketua Bidang Non-Yudisial membawahi Ketua Muda Pembinaan dan Ketua Muda Pengawasan.
Selanjutnya Pasal 25 ayat (1) Undang- Undang Nomor 5 Tahun 2004 menentukan bahwa pada Mahkamah Agung ditetapkan adanya Sekretariat yang dipimpin oleh seorang Sekretaris Mahkamah Agung. Pada ayat (3) ditentukan bahwa pada Sekretariat Mahkamah Agung dibentuk beberapa Direktorat Jenderal dan Badan yang dipimpin oleh beberapa Direktur Jenderal dan Kepala Badan. Dan sejak saat itu terdapat Badan yang bertugas untuk melakukan Pengawasan Fungsional di Mahkamah Agung RI dan seluruh Badan Peradilan di bawahnya dengan nama “ Badan Pengawasan Mahkamah Agung RI “. 
II.B. Tugas dan wewenang
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004, Pimpinan Mahkamah Agung terdiri dari seorang ketua, 2 (dua) wakil ketua, dan beberapa orang ketua muda. Wakil Ketua Mahkamah Agung terdiri atas wakil ketua bidang yudisial dan wakil ketua bidang nonyudisial. Wakil ketua bidang yudisial yang membawahi ketua muda perdata, ketua muda pidana, ketua muda agama, dan ketua muda tata usaha negara sedangkan wakil ketua bidang nonyudisial membawahi ketua muda pembinaan dan ketua muda pengawasan.
Dengan adanya penerapan sistem kamar di Mahkamah Agung, pada tahun 2013 nomenklatur unsur Pimpinan Mahkamah Agung RI berubah berdasarkan Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor 50A/KMA/SK/IV/2013. Berikut perubahan nomenklatur tersebut:
Mahkamah Agung memiliki wewenang:
·         Mahkamah Agung memutus permohonan kasasi terhadap putusan pengadilan tingkat banding atau tingkat terakhir dari semua lingkungan peradilan
·         Mahkamah Agung menguji peraturan secara materiil terhadap peraturan perundang-undangan di bawah Undang-undang
·         Melakukan pengawasan tertinggi terhadap penyelenggaraan peradilan di semua lingkungan peradilan dalam penyelenggaraan kekuasaan kehakiman
Kewenangan Mahkamah Agung RI berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku meliputi: pertama, kewenangan memeriksa dan memutus permohonan kasasi, sengketa tentang kewenangan mengadili, dan permohonan peninjauan kembali terhadap putusan yang telah berkekuatan hukum tetap; kedua, kewenangan menguji peraturan perundang-undangan di bawah Undang-Undang terhadap Undang-Undang; ketiga, memberikan pertimbangan terhadap permohonan grasi. Selain itu, Mahkamah Agung RI dapat memberi keterangan, pertimbangan, dan nasihat masalah hukum kepada lembaga negara dan lembaga pemerintahan.
Sejak Tahun 2011 melalui Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor 142/KMA/SK/IX/2011, Mahkamah Agung telah memberlakukan sistem kamar. Dengan sistem ini hakim agung dikelompokkan ke dalam lima kamar yaitu perdata, pidana, agama,tata usaha negara dan militer. Hakim agung masing-masing kamar pada dasarnya hanya mengadili perkara-perkara yang termasuk dalam lingkup kewenangan masing-masing kamar.  Konsep Sistem Kamar ini diadopsi dari Sistem Kamar yang selama ini diterapkan di Hoge Raad (Mahkamah Agung) Belanda.
Penerapan sistem kamar sangat mempengaruhi produktivitas penanganan perkara di Mahkamah Agung. Berdasarkan data sisa tunggakan perkara sejak enam tahun terakhir, tercatat terus mengalami penurunan. Terlebih jika dibandingkan dengan sisa tunggakan pada tahun 2012 yang mencapai 10.112 perkara sehingga dalam kurun waktu enam tahun Mahkamah Agung telah mengurangi lebih dari 86 persen sisa perkara. Bahkan sisa perkara pada 2017 menjadi yang terendah sepanjang sejarah, yakni sebanyak 1.388 perkara.



II.C. Perbedaan MA, MK dan KY





Gedung Mahkamah Agung (masa Hindia Belanda) dan Istana Daendels ("Het Grote Huis") di Waterlooplein (sekarang Lapangan Banteng), Batavia.
Mahkamah Agung Republik Indonesia (disingkat MA RI atau MA) adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan pemegang kekuasaan kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah Konstitusi dan bebas dari pengaruh cabang-cabang kekuasaan lainnya. Mahkamah Agung membawahi badan peradilan dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara.
Dengan beridinya Mahkamah Agung ini diharapkan bangsa kita lebih taat hukum dan peraturan, dan sebagai generasi penerus maka sudah seharusnyalah kita berperan serta menjunjung tinggi nilai keadilan bangsa.



No comments:

Post a Comment

POSTER PLANTAE