BAB
I
PENDAHULUAN
I.A.
Latarbelakang
Sikap
perlawanan rakyat Indonesia di berbagai daerah menyadarkan pihak sekutu bahwa
mereka tidak dapat mengabaikan perjuangan rakyat Indonesia dalam mempertahankan
kemerdekaannya. Kesadaran itu mendorong Sekutu untuk mempertemukan pihak
Republik Indonesia dan Belanda di meja perundingan. Para pemimpin bangsa
Indonesia pun menunjukkan niat baiknya untuk menyelesaikan perselisihan
Indonesia Belanda dengan cara-cara damai.
Rencana
untuk mempertemukan pihak Indonesia dengan pihak Belanda di meja perundingan,
diprakarsai oleh Panglima AFNEI, yaitu Letnan Jenderal Sir Philip Christison.
Pemerintah Inggris segera mengirim Sir Archibald Clark Kerr ke Indonesia dan
selanjutnya bertindak sebagai penengah dalam perundingan-perundingan
Indonesia-Belanda.
Pada
10 Noember 1946 di selenggarakanlah perundingan Linggar Jati, dan pada makalah
kali ini kami akan coba membahas tentang perundingan Linggar Jati.
Perjanjian
Linggarjati juga merupakan upaya diplomatik pemerintah Indonesia untuk
memperjuangkan wilayah kesatuan Republik Indonesia dari cengkraman penjajah
Belanda.
Para
tokoh dari Indonesia dan Belanda duduk bersama untuk membuat kesepakatan yang
dirangkum dalam beberapa poin persetujuan. Peristiwa ini kelak dikenal dengan
nama perjanjian Linggarjati.
Perjanjian
ini telah berhasil mengangkat permasalahan antara Indonesia dan Belanda ke
ranah international dengan melibatkan PBB (persatuan bangsa bangsa).
Perjanjian
ini disebut dengan perjanjian Linggarjati karena lokasi terjadinya ialah di
Desa Linggarjati yang terletak di sebelah selatan kota Cirebon, Jawa Barat pada
tanggal 10 November 1946.
Konflik
yang terus terjadi antara Indonesia dan Belanda menjadi alasan terjadinya
Perjanjian Linggarjati. Konflik ini terjadi karena Belanda belum mau mengakui
kemerdekaan bangsa Indonesia yang baru saja dideklarasikan.
Para
pemimpin negara menyadari bahwa untuk menyelesaikan konflik dengan peperangan
hanya akan menimbulkan korban dari kedua belah pihak.
Untuk
itu, Inggris berusaha mempertemukan Indonesia dengan Belanda di meja
perundingan guna membuat sebuah kesepakatan.
Perjanjian
bersejarah antara Indonesia dan Belanda ini akhirnya terlaksana di Linggarjati,
Cirebon pada tanggal 10 November 1946.
I.B.
Tujuan Penulisan Makalah
Adapun
tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
a. Memenuhi
tugas mata
b. Menabah
ilmu dan wawasan tentang perjuangan diplomatik Indonesia.
c. Menambah
rasa cinta Tanah Air dan Bangsa Indonesia.
I.C.
Ruang Lingkup Bahasan
Ruang
lingkup bahasan dalam makalah ini meliputi:
a. Perjuangan
Diplomatik Indoensia.
b. Perjanjian
Linggar Jati.
c. Dampak
Perjanjian Linggar Jati
BAB
II
PEMBAHASAN
II.A.
Perjuangan Diplomatik Indonesia
Perundingan
antara Indonesia dengan Belanda dimulai pada tanggal 10 Februari 1946. Dalam
perundingan ini delegasi Indonesia dipimpin oleh Perdana Menteri Sutan Syahrir
dan delegasi Belanda dipimpin oleh van Mook. Pertemuan yang diadakan di Jakarta
itu ternyata tidak membuahkan hasil karena masing-masing pihak tetap pada
pendiriannya.
Pada
awal perundingan van Mook menyampaikan pernyataan pemerintah Belanda yang
isinya mengulangi pidato Ratu Wilhelmina pada tanggal 7 Desember 1942, yaitu:
·
Indonesia akan dijadikan negara
persemakmuran yang memiliki pemerintahan sendiri dalam lingkungan Kerajaan
Belanda.
·
Masalah dalam negeri diurus Indonesia
dan luar negeri diurus oleh pemerintah Belanda.
Pihak
Indonesia secara tegas menolak pernyataan van Mook dan berpegang pada pendirian
bahwa Indonesia harus diakui sebagai negara yang berdaulat penuh atas wilayah
bekas jajahan Belanda. Pada tanggal 12 Maret 1946, pemerintah Republik
Indonesia menyerahkan pernyataan penolakannya. Sekalipun perundingan di Jakarta
mengalami kegagalan, tetapi pertemuan itu telah menyejajarkan Republik
Indonesia, Belanda, dan Inggris di meja perundingan yang kemudian menjadi dasar
perundingan-perundingan selanjutnya.
Perundingan
selanjutnya diadakan di Hoge Veluwe (Belanda) yang berlangsung pada tanggal
14-24 April 1946. Perundingan ini pun mengalami kegagalan. Pihak Republik
Indonesia dalam perundingan ini menuntut adanya pengakuan secara de facto atas
Pulau Jawa, Madura, dan Sumatra.
Sebaliknya,
pihak Belanda hanya mau mengakui wilayah de facto Republik Indonesia atas Pulau
Jawa dan Madura saja. Pihak Belanda juga tetap menginginkan Republik Indonesia
menjadi bagian dari Kerajaan Belanda dalam bentuk Uni Indonesia-Belanda.
Sementara perundingan-perundingan sedang berjalan, van Mook terus mengambil
langkah-langkah untuk menyusun suatu struktur negara federal yang dikendalikan
oleh pemerintah Kerajaan Belanda.
Oleh
karena itu, diadakan serangkaian perundingan antara para penjabat pemerintah
Indonesia yang daerahnya diduduki oleh Belanda. Di antaranya diselenggarakan
Konferensi Malino pada tanggal 15 Juli 1946, Konferensi Pangkal Pinang pada
tanggal 1 Oktober 1946, dan Konferensi Denpasar.
Pihak
Inggris yang ingin segera meninggalkan Indonesia terus berusaha mempertemukan
pihak Indonesia dan Belanda di meja perundingan. Lord Killearn, seorang
diplomat untuk Asia Tenggara berhasil membujuk kedua belah pihak untuk kembali
berunding.
Perundingan
kemudian diadakan di rumah kediaman Konsul Jenderal Inggris di Jakarta pada
tanggal 7 Oktober 1946. Dalam perundingan ini, delegasi Indonesia dipimpin oleh
Perdana Menteri Sutan Syahrir, sedangkan pihak Belanda dipimpin oleh Prof.
Schermerhorn. Perundingan ini berhasil mengambil 3 keputusan penting, yaitu
sebagai berikut:
·
Segera diadakan gencatan senjata antara
Republik Indonesia dengan Belanda;
·
Membentuk Komisi Bersama Gencatan
Senjata untuk menangani masalah pelaksanaan gencatan. senjata; dan
·
Republik Indonesia dan Belanda harus
segera mengadakan perundingan politik.
Setelah
perundingan itu, pasukan Sekutu secara berangsur-angsur mulai mengosongkan
daerah-daerah yang didudukinya dan selanjutnya diganti oleh tentara Belanda.
II.B.
Perjanjian Linggar Jati
Pihak
Inggris terus mengupayakan perundingan agar menjadi jalan terbaik dalam
menyelesaikan konflik antara pihak Indonesia dengan Belanda dengan perantaraan
diplomat Inggris, Lord Killearn. Pada awalnya pertemuan diselenggarakan di
Istana Negara dan di Jalan Pegangsaan Timur No. 56. Dalam perundingan itu pihak
Indonesia dipimpin Sutan Syabrir dan pihak Belanda oleh Pro. Schermerhorn.
Kemudian perundingan dilanjutkan di Linggarjati.
Pada
tanggal 10 November 1946, pihak Indonesia dan Belanda kembali mengadakan
perundingan di Linggajati. Perundingan itu dipimpin oleh Lord Killern. Dalam
perundingan Linggajati itu, delegasi Indonesia dipimpin oleh Perdana Menteri
Soetan Sjahrir dan anggotanya antara lain Presiden Soekarno, Wakil Presiden
Drs. Moh. Hatta, Dr. Leimena, Dr. A. K. Gani, Mr. Moh. Roem, Mr. Amir
Syarifuddin, dan Mr. Ali Boediardjo.
Dari
pihak Belanda dipimpin oleh van Mook dengan anggotanya antara lain Mr. van Pool
dan E. de Boer. Seperti sebelumnya, perundingan ini pun berjalan sangat alot
karena baik pihak Republik Indonesia maupun Belanda berpegang teguh pada
prinsipnya masing-masing. Pada tanggal 15 November 1946, perundingan mencapai
persetujuan yang terdiri dari 17 pasal, di antaranya yang terpenting adalah
sebagai berikut:
Belanda
mengakui secara de facto Republik Indonesia atas wilayah Sumatra, Jawa dan
Madura. Belanda segera menarik mundur tentaranya dari daerah-daerah itu paling
lambat 1 Januari 1949.
Republik
Indonesia dan Belanda akan bekerja sama untuk membentuk negara federasi dengan
nama Republik. Indonesia Serikat yang salah satu negara bagiannya adalah
Republik Indonesia.
Republik
Indonesia Serikat dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia-Belanda dengan Ratu
Belanda sebagai ketuanya.
Perjanjian
Linggarjati yang ditandatangani tanggal 15 November 1946 mendapat tentangan
dari partai-partai politik yang ada di Indonesia. Sementara itu, pemerintah
mengeluarkan Peraturan Presiden No. 6 tahun 1946 tentang penambahan anggota
KNIP untuk partai besar dan wakil dari daerah luar Jawa. Tujuannya adalah untuk
menyempurnakan susunan KNIP. Ternyata tentangan itu masih tetap ada, bahkan
presiden dan wakil presiden mengancam akan mengundurkan diri apabila
usaha-usaha untuk memperoleh persetujuan itu ditolak.
KNIP
mengesahkan perjanjian Linggarjati pada
tanggal 25 Februari 1947, bertempat di Istana Negara Jakarta. Persetujuan itu
ditandatangani pada tanggal 25 Maret 1947. Apabila ditinjau dari luas wilayah,
kekuasaan Republik Indonesia menjadi semakin sempit, namun bila dipandang dari
segi politik intemasional kedudukan Republik Indonesia bertambah kuat. Hal ini
disebabkan karena pemerintah Inggris, Amerika Serikat, serta beberapa
negara-negara Arab telah memberikan pengakuan terhadap kemerdekaan dan
kedaulatan Republik Indonesia.
Persetujuan
itu sangat sulit terlaksana, karena pihak Belanda menafsirkan lain. Bahkan
dijadikan sebagai alasan oleh pihak Belanda untuk mengadakan Agresi Militer I
pada tanggal 21 Juli 1947. Bersamaan dengan Agresi Militer I yang dilakukan
oleh pihak Belanda, Republik Indonesia mengirim utusan ke sidang PBB dengan
tujuan agar posisi Indonesia di dunia internasional semakin bertambah kuat.
Utusan itu terdiri dari Sutan Svahrir, H. Agus Salim, Sudjatmoko, dan Dr.
Sumitro Djojohadikusumo.
Kehadiran
utusan tersebut menarik perhatian peserta sidang PBB, oleh karena itu Dewan
Keamanan PBB memerintahkan agar dilaksanakan gencatan senjata dengan mengirim
komisi jasa baik (goodwill commission) dengan beranggotakan tiga negara.
Indonesia mengusulkan Austra-lia, Belanda mengusulkan Belgia, dan kedua negara
yang diusulkan itu menunjuk Amerika Serikat sebagai anggota ketiga. Richard C.
Kirby dari A.ustralia, Paul van Zeeland dari Belgia, dan Frank Graham dari
Amerika Serikat. Di Indonesia, ketiga anggota itu terkenal dengan sebutan
Komisi Tiga Negara (KTN). Komisi ini menjadi perantara dalam perundingan
berikutnya.
Perjanjian
Linggarjati ini dihadiri oleh beberapa tokoh perwakilan dari 3 Negara, yaitu
Indonesia, Belanda dan Inggris.
Berikut
tokoh-tokoh yang hadir dalam Perjanjian Linggarjati:
·
Pemerintah Indonesia diwakili oleh Dr.
A. K. Gani, Mr. Susanto Tirtoprojo, Sutan Syahrir dan Mohammad Roem.
·
Pemerintah Belanda diwakili oleh Van
Pool , Prof. Schermerhorn dan , De Boer.
·
Pemerintah Inggris, yang berperan
sebagai mediator diwakili oleh Lord Killearn.
Karena
terjadinya ketidak sepahaman antara Indonesia dan Belanda, maka perjanjian
Linggarjati baru ditanda tangani oleh Indonesia pada tanggal 25 Maret 1947,
Perjanjian
Linggarjati Resmi ditanda tangani oleh kedua belah pihak pada tanggal 25 Maret
1947 dalam upacara kenegaraan yang berlangsung di Istana Negara, Jakarta.
Berikut
ini merupakan isi dari Perjanjian Linggarjati:
·
Belanda mau mengakui secara de facto
Republik Indonesia dengan daerah kekuasaan meliputi Madura, Sumatera, dan Jawa.
Belanda sudah harus pergi meninggalkan daerah de facto tersebut paling lambat
pada tanggal 1 Januari 1949.
·
Belanda dan Republik Indonesia telah
sepakat untuk membentuk Negara serikat dengan nama RIS.
·
Negara Indonesia Serikat akan terdiri
dari RI, Timur Besar, dan Kalimantan.
·
Pembentukan RIS akan dijadwalkan sebelum
tanggal 1 Januari 1949.
·
Belanda dan RIS sepakat untuk membentuk
Uni Indonesia-Belanda dengan Ratu Belanda sebagai ketua.
·
Perjanjian Linggarjati ini memiliki
dampak positif maupun negatif bagi Negara Indonesia.
II.C.
Dampak Perjanjian Linggar Jati
Terjadi
pro dan kontra dalam penandatangan perjanjian Linggarjati, namun akhirnya
Indonesia setuju untuk menandatangani perjanjian ini pada tanggal 25 Maret
1947, ini terjadi karena:
·
Cara damai merupakan cara terbaik demi
menghindari jatuhnya korban jiwa, ini dikarenakan kemampuan militer Indonesia
masih jauh dibawah militer Belanda.
·
Cara damai dapat mengundang simpati dari
dunia international.
·
Perdamaian dengan gencatan sejata dapat
memberi peluang bagi pasukan militer Indonesia untuk melakukan berbagai hal
diantaranya dalah konsolidasi.
Pasca
terjadinya perjanjian ini hubungan kedua negara tidaklah menjadi baik, ini
dikarenakan adanya perbedaan dalam menafsirkan isi dari perjanjian.
Belanda
menganggap Republik Indonesia sebagai bagian dari Belanda, sehingga semua
urusan eksternal diurus oleh Belanda.
Belanda
juga menuntut untuk dibuatnya pasukan keamanan gabungan. Karena hal inilah
Belanda melakukan aksi bersenjata yang disebut dengan Agresi Militer Belanda,
aksi ini sekaligus membatalkan perjanjian Linggarjati.
Dampak
Positifnya: Indonesia sebagai negara yang baru saja merdeka mendapatkan
pengakuan secara de facto oleh Belanda.
Dampak
Negatifnya: Wilayah indonesia semakin sempit karena Belanda tidak mengakui
seluruh wilayah Indonesia. Belanda hanya mau mengakui wilayah Indonesia pada
pulau Jawa, Madura dan Sumatera.
BAB
III
PENUTUP
III.A.
Kesimpulan
Perjanjian
Linggarjati diadakan pada 10 November 1946, perundingan itu dipimpin oleh Lord
Killern. Dalam perundingan Linggajati itu, delegasi Indonesia dipimpin oleh
Perdana Menteri Soetan Sjahrir dan anggotanya antara lain Presiden Soekarno,
Wakil Presiden Drs. Moh. Hatta, Dr. Leimena, Dr. A. K. Gani, Mr. Moh. Roem, Mr.
Amir Syarifuddin, dan Mr. Ali Boediardjo.
3
keputusan penting perjanjian Linggarjati yaitu sebagai berikut:
·
Segera diadakan gencatan senjata antara
Republik Indonesia dengan Belanda;
·
Membentuk Komisi Bersama Gencatan
Senjata untuk menangani masalah pelaksanaan gencatan. senjata; dan
·
Republik Indonesia dan Belanda harus
segera mengadakan perundingan politik.
Dampak
Positifnya: Indonesia sebagai negara yang baru saja merdeka mendapatkan
pengakuan secara de facto oleh Belanda.
Dampak
Negatifnya: Wilayah indonesia semakin sempit karena Belanda tidak mengakui
seluruh wilayah Indonesia. Belanda hanya mau mengakui wilayah Indonesia pada
pulau Jawa, Madura dan Sumatera.
III.B.
Saran
Sebagai
generasi penerus bangsa maka sudah seharusnya kita belajar dari sejarah bangsa
ini, kita bisa belajar dari sejarah perjanjian Linggarjati ataupun belajar dari
sejarah perjalanan bangsa ini, sejarah bukan hanya sekedar untuk di peringati
saja namun lebih dari sekedar itu, banyak sekali makna yang terkandung di
dalamnya, jadi kami dari penyusun menyarankan agar kita sebagai generasi muda
semain menjaga persatuan dan kesatuan, karena dengan bersatu kita jauh lebih
kuat.
No comments:
Post a Comment