Peradaban Lembah
Sungai Kuning
Peradaban
Lembah Sungai Kuning adalah peradaban bangsa Cina yang muncul di lembah Sungai
Kuning (Hwang Ho atau yang sekarang disebut Huang He). Sungai Hwang Ho disebut
sebagai Sungai Kuning karena membawa lumpur kuning sepanjang alirannya. Sungai
ini bersumber dari Pegunungan Kwen-Lun di Tibet dan mengalir melalui daerah
Pegunungan Cina Utara hingga membentuk dataran rendah dan bermuara di Teluk
Tsii-Li, Laut Kuning. Pada daerah lembah sungai yang subur inilah kebudayaan
bangsa Cina berawal. Dalam sejarah, daerah tersebut menyulitkan masyarakat
Tiongkok kuno untuk melaksanakan aktivitas hidupnya karena terjadinya pembekuan
es di musim dingin dan ketika es mulai mencair akan terjadi banjir serta air
bah. Berbagai kesulitan dan tantangan tersebut mendorong bangsa Cina untuk
berpikir dan mengatasinya dengan pembangunan tanggul raksasa di sepanjang
sungai tersebut.
A. Letak Sungai Hwang Ho dan Yang Tse
Wilayah
Pegunungan Cina terbagi menjadi 2 yaitu Pegunungan Cina Utara dan Pegunungan
Cina Selatan.
“Di
dataran tinggi sebelah Utara mengalir sungai Hoang Ho, yang berhulu di
pegunungan Kwen Lun di Tibet dan bermara di laut Kuning . . .
Di
dataran tinggi sebelah Selatan mengalir sungai Yang Tse , yang berhulu di
pegunungan Kwen Lun dan bermuara di Laut Cina timur.”
Sungai
Hwang Ho memiliki panjang 5.464 km, sungai ini merupakan sungai terpanjang
kedua di Tiongkok setelah Sungai Panjang (Yang Tse ).
B. Geografis Sungai Hwang Ho dan Yang Tse
“Di
hilir kedua sungai besar tersebut, terdapat dataran rendah Cina yang subur.
Kedua sungai besar itu merupakan urat nadi kehidupan bangsa Cina.”
Hilir
sungai Hwang Ho (sungai kuning) yang subur tersebut ditanami dengan gandum.
Padi di tanam di hilir sungai Yang Tse .
Daerah
subur di Cina terletak pada daerah aliran sungai besar. Dataran rendah yang
subur tersebut di antaranya di “China tengah yang luasnya mencapai 300.000 km²
dan dialiri oleh Sungai Kuning atau Huanghe.”
Bisa
ditarik kesimpulan, bahwa dataran rendah pada aliran sungai Hwang Ho memiliki
tanah yang subur, begitu juga dengan lembah sungai yang berada dihilirnya
(hilir sungai Hwang Ho dan Yang Tse).
C. Pengaruh Iklim Terhadap Tumbuh dan
Berkembangnya Kebudayaan dan Peradaban di Lembah Sungai Hwang Ho dan Sungai
Yang Tse
iklim
Kebudayaan
tidak dapat dipisahkan dari respon atau
jawaban terhadap alam, di mana manusia yang menjadi pendukung sebuah kebudayaan
itu. Iklim merupakan salah satu fenomena alam yang turut memberikan sentuhan
bagi perkembangan kebudayaan di lembah sungai Hwang Ho dan Yang Tse .
“Iklim
di Cina adalah iklim musim. Pada bulan Maret sampai bulan September, Cina
berada dalam musim penghujan. Sedang pada bulan September sampai bulan Maret
terjadi sebaliknya, yaitu musim kemarau.”
Di
atas menunjukkan bahwa Cina merupakan negara dengan Iklim Tropis, namun di
bagian utara beriklim subtropis dan sebagian beriklim dingin.
“Wilayah
yang terbentang luas dari utara dan selatan (sehingga memiliki perbedaan garis
lintang yang besar) menyebabkan perbedaan temperatur yang tajam, mulai dari
udara dingin menyengat seperti di Siberia dan iklim tropis yang panas di
selatan.”[6]
Sejarah
tertua di Cina di mulai dari Hwang Ho dan Yang Tse , terlepas dari kesuburan
tanah yang berada di aliran sungai-sungai. Jadi, lembah sungai merupakan lahan
pertanian yang subur.
Faktor
iklim memberikan sentuhan bagi perkembangan kebudayaan dan peradaban. Tantang
dari pengaruh iklim tersebut:
Air
sungai Hwang Ho membeku ketika musim dingin, hal memberikan andil bagi
penghambatan terhadap aktivitas masyarakat.
Sesuai
siklus iklim subtropis, musim dingin berganti dengan musim semi. Kedinginan
memudar, salju-salju yang mencair, dan ini menjadikan air bah yang tentu
menggenangi dataran rendah.
Kondisi
ini memberikan tantangan bagi bangsa Cina untuk memberikan respons terhadap
keadaan ini. Bentuk responsnya di tunjukan dengan dibangunnya tanggul-tanggul
raksasa di sepanjang sungai. Sungai
Hwang Ho kemudian dapat ditaklukkan. Sungai yang mengalir ini bewarna kuning,
sehingga disebut juga dengan sungai kuning (hwang ho).
Kondisi
yang serupa juga terjadi di sungai Yang Tse
yang berada di sebelah selatan. Ketika musim kemarau menyapa, dan musim
hujan menghampiri maka sungai Yang Tse
banjir dan tentu saja hal yang serupa dengan sungai Hwang Ho terjadi,
dimana dataran rendah menjadi tergenang.
D. Masyarakat Pendukung Kebudayaan dan
Peradaban Lembah Sungai Hwang Ho dan Yang Tse
Di
Lembah Sungai Hwang-Ho yang subur ini, pada tahun 2500 SM, tumbuh peradaban
manusia yang didukung oleh bangsa Han. Bangsa tersebut merupakan campuran ras
Mongoloid dengan ras Kaukasoid. Menurut cerita, pada sekitar 1800-1600 SM di
Lembah Sungai Hwang-Ho telah berdiri pemerintahan Dinasti Hsia dengan dasar
budaya perunggu, tetapi masyarakatnya belum mengenal tulisan.
Nama
bangsa Han diambil dari nama dinasti yang pernah memerintah pada 206SM-221M.
Orang Cina juga menyebut dirinya dengan bangsa Tang, mengambil dari nama
dinasti yang pernah memerintah pada
618M-906M dengan gilang gemilang.
E.
Kebudayaan dan Peradaban yang Berkembang di Lembah Sungai Hwang Ho dan
Yang Tse
Memudahkan
dalam mengenal kebudayaan yang berkembang di lembah sungai Hwang Ho dan Yang
Tse , maka kami membagi secara implisit berdasarkan tujuh kebudayaan yang
bersifat universal (seven’s of universal culture’s). Peradaban yang berkembang,
kami masukkan ke dalam sub tujuh kebudayaan yang bersifat universal tersebut
sebagai bentuk perkembangan dari kebudayaan yang lebih lanjut.
Sistem Religi
Sistem
religi ini termasuk didalamnya kepercayaan, sistem nilai, pandangan atau
upacara kenegaraan.
Kepercayaan sebelum
adanya Lao Tse da Kong Fu Tse
Pemujaan
dan penghormatan kepada leluhur sangat di junjung tinggi oleh masyarakat Cina.
Anak laki-laki mempunyai kewajiban berdoa untuk arwah orang tua atau leluhur
secara periodik. Sebagai penghormatan, makam leluhur dibangun di tempat yang
tinggi dan subur. Bangsa Cina juga percaya kepada dewa-dewa alam (dewa sungai,
dewa gunung, dewa laut, dan lain-lain) serta siluman-siluman (ular, kera, babi,
dan lain-lain). Dewa tertinggi adalah dewa Shang Ti (dewa angin).
Bangsa
Cina percaya pada banyak dewa. Mereka memuja dan menganggap dewa-dewa memiliki
kekuatan alam. Dunia digambarkan sebagai bidang segiempat dan di atasnya
tertutup oleh langit yang terdiri dari sembilan lapisan. Di tengah-tengah dunia
yang berbentuk segiempat terletakT’ienhsia, yaitu suatu daerah yang didiami
oleh bangsa Cina. Daerah T’ienhsia merupakan daerah yang didiami oleh bangsa
Barbar. Di luar daerah bangsa-bangsa Barbar terdapat daerah kosong dan menjadi
tempat tinggal para hantu dan Dewi Pa, yang menguasai musim kemarau. Di sebelah
timur dan selatan negara Cina ada empat lautan besar yang disebut Su-hai.
Dewadewa yang dipuja bangsa Cina pada saat itu di antaranya Feng Pa (Dewa
angin), Lei-Shih (Dewa Angin Topan), Tai-Shan (dewa yang menguasai bukit suci),
dan lain sebagainya.
Masyarakat
lembah sungai kuning menganut polytheisme. Mereka memuja dewa-dewi yang
mempunyai kekuatan alam. Dewa yang mereka sembah antara lain: Feng Pa (dewa
angin ), Lei -Shih (dewa angin topan yang digambarkan sebagai naga besar), Tai
Shan (dewa yang menguasai bukit suci ), Ho Po (dewa penguasa sungai Hoang-Ho).
Untuk memuja Ho Po setiap tahun diadakan upacara yang dipimpin oleh para
pendeta perempuan dengan memberi sesaji berupa gadis tercantik di Cina yang
diterjunkan di sungai Hoang Ho tersebut.
Dewa
langit adalah dewa yang mendapat pemujaan tertinggi. Masyarakat Cina memuja
dewa langit yang disebut Syang, karena langit adalah pemberi hujan dan panas
matahari. Sedangkan bumi sebagai lahan yang menerima sinar matahari dan hujan
dari langit. Sehingga masyarakat juga memuja dewi bumi. Selain pemujaan kepada
dewa-dewa masyarkat Cina juga memuja arwah leluhur. Upacara pemujaan dilakukan
oleh anak laki-laki tertua.
Pada
masyarakat Cina di Indonesia sampai saat ini tradisi tersebut terus
dilestarikan. Sebagai contoh: adanya meja abu di tiap rumahnya
Kepercayaan
ini tidak langsung menghilang ketika muncul filsafat seperti Lao Tse dan Kong
Fu Tse yang mengajarkan berbagai tentang norma dan nilai.
Lao Tse
Ajaran
Lao Tse tercantum dalam bukunya “Tao Te Ching”. Lao Tse percaya bahwa ada
semangat keadilan dan kesejahteraan yang kekal dan abadi, yaitu bernama Tao.
Ajaran – Lao Tse disebut dengan Taoisme. Taoisme mengajarkan orang supaya
menerima nasib. Menurut ajaran ini, suka dan duka adalah sama saja. Oleh karena
itu, seorang penganut Taoisme dapat memikul suatu penderitaan dengan hati yang
tidak terguncang.
Selanjutnya
Taoisme juga mengajarkan bahwa di atas alam terdapat kerajaan Langit yang
diperintah oleh dewa langit atau Hoo Tsien. Di bumi ada kerajaan bumi yang
diperintah oleh Huang Ti. Bila raja yang memerintah tidak baik maka Dewa Langit
akan menegur dan memberi hukuman melalui bencana alam atau pemberontakan. Jadi
setiap orang harus menghormati Dewa Langit, raja dan arwah nenek moyang, karena
nenek moyanglah yang menurunkan mereka.
Kong Fu Tse
Menurut
ajaran Kung Fu Tse, Tao adalah sesuatu kekuatan yang mengatur segala-galanya
dalam alam semesta ini sehingga tercapai keselarasan. Manusia merupakan bagian
dari masyarakat yang bagian dari alam semesta, maka tata cara hidup manusia
diatur oleh Tao. Oleh karena itu, setiap orang harus menyesuaikan diri dengan
Tao, agar dalam kehidupan masyarakat terdapat keselarasan dan keseimbangan.
Penganut aliran ini percaya bahwa segala bencana yang terjadi di muka bumi ini
karena manusia menyalahi aturan Tao. Ajaran Kung Fu Tse meliputi bidang
pemerintahan dan keluarga.
Ajaran
Kung Fu Tse menekankan bahwa akhlak yang bobrok dapat diperbaiki dengan
membangun kembali keselarasan dalam masyarakat sebagaimana telah dialami oleh
leluhur. Keselarasan meliputi semua pihak artinya pemerintah maupun rakyat, tua
maupun muda.
Masyarakat
terdiri atas keluarga. Dalam keluarga bapaklah yang menjadi pusatnya. Seorang
bapak harus mengurus anak-anaknya dengan baik. Sebaliknya anak-anak harus
hormat dan patuh terhadap orang tuanya. Negara dipandang sebagai keluarga besar
dengan raja sebagai bapaknya. Oleh karena itu raja harus memerintah rakyatnya
dengan baik dan bijaksana.
Sebaliknya
rakyat harus hormat dan taat kepada rajanya seperti anak kepada bapaknya.
Filsuf ketiga yang akan Anda pelajari adalah Meng Tse.
Meng Tse
Ajaran
Meng Tse merupakan kelanjutan dari ajaran Kung Fu Tse. Meskipun demikian ajaran
Meng Tse bertentangan dengan Kung Fu Tse. Meng Tse tidak memberikan pelajaran
kepada kaum bangsawan, tetapi memberikan pengetahuan kepada rakyat jelata.
Menurutnya rakyatlah yang terpenting dalam suatu negara. Apabila raja bertindak
sewenang-wenang terhadap rakyat, maka tugas para menteri untuk
memperingatkannya. Apabila raja mengabaikannya peringatan-peringatan itu para
menteri wajib menurunkan raja dari tahtanya.
Sistem
Kemasyarakatan
Kekerabatan,
kenegaraan, dan kesatuan hidup merupakan bagian dar kemasyarakatan yang
dimaksudkan.
Model Pemerintahan
Kenegaraan Cina
Ada
dua macam sistem pemerintahan yang pernah dianut dalam kehidupan kenegaraan
Cina kuno, yaitu:
·
Sistem
Pemerintahan Feodal, dalam masa pemerintahan ini, kaisar tidak menangani
langsung urusan kenegaraan. Kondisi ini berlatar belakang bahwa kedudukan
kaisar bersifat sakral. Kaisar dihormati sebagai utusan atau bahkan anak dewa
langit, sehingga tidak layak mengurusi politik praktis.
·
Sistem
Pemerintahan Unitaris, kaisar berkuasa mutlak dalam memerintah. Kekuasaan
negara berpusat di tangan kaisar, sehingga kaisar campur tangan dalam segala
urusan politik praktis.
Dinasti yang Silih
Berganti Memerintah di Cina
Banyak
dinasti yang memerintah di Cina, Cina pun memasuki fase pasang surut kekuasaan,
tercerai berai, dan mencapai puncak kekuasaannya. Secara umum, pusat kekuasaan
dinasti di Cina berada di bagian utara , pada sebuah lembah dimana aliran
sungai Hwang Ho di utara bertemu dengan sungai Yang Tse di selatan. Beberapa
dinasti yang menonjol dalam sejarah Cina:
Dinasti Shang
(Pertengahan abad ke-16 sampai abad ke-11 SM)
Dinasti
Shang dianggap dinasti yang mengawali sejarah Cina karena baru pertama kali
dilakukan penulisan sejarah oleh Suma Chien. Catatan itu dituliskan di atas
bejana perunggu, tempurung kura-kura dan tulang binatang.
Tulisan
Cina berbentuk gambar sehingga disebut piktografi (picture = gambar, grafi =
huruf ) setiap gambar melambangkan gagasan tertentu sehingga tulisan itu juga
disebut ideografi. ( Idea = gagasan, grafi = huruf )
Dinasti Chou (Zhou,
1222 SM – 249 SM)
Pendiri
dinasti Chou adalah Chou Wen Wang, pusat pemerintahannya di Chang – An Dinasti
Chou (Zhou) meletakkan dasar sistem pemerintahan feodalisme dan pola kebudayaan
Cina. Kerajaan dibagi menjadi negara-negara bagian yang diperintah oleh raja
bagian atau raja Vazal. Raja Vazal memerintah atas nama kaisar dan tunduk
kepada kaisar. Kesetiaan raja vazal diwujudkan melalui penyerahan upeti secara
teratur dan mengirimkan tentara yang dibutuhkan pada saat negara menghadapi
ancaman.
Pada
masa dinasti Chou hiduplah para filosof yang terkenal yaitu Lao Tze, Kung Fu
Tze dan Meng Tze. Ajaran Kung Fu Tze mengenai kesusilaan menjadi dasar
perkembangan kebudayaan Cina.
Ajaran
Kung Fu Tze lahir sebagai reaksi atas keadaan negara waktu itu yaitu banyaknya
korupsi serta merosotnya akhlak bangsa dan para pemimpinnya .
Runtuhnya
Dinasti Chou disebabkan oleh beberapa faktor antara lain tidak ada raja-raja
pengganti yang cakap, kerajaan terpecah menjadi dua yaitu Chou Barat dan Chou
Timur, banyak raja vazal yang melepaskan diri. Raja vazal yang kuat menyerang
raja pusat dan menggantikannya.
Dinasti Chin (Qin,
221 SM – 207 SM)
Setelah
dinasti Chou, Cina diperintah oleh dinasti Chin (Qin). Konon nama Cina diambil
dari nama dinasti Chin ini. Dinasti Chin memerintah dengan sistem sentralisasi
dan meninggalkan sistem feodalisme (desentralisasi). Timbul pertanyaan, mengapa
dinasti Chin meninggalkan sistem feodalisme dan melaksanakan sentralisasi
dengan kekuasaan sebesar-besarnya ditangan pemerintah pusat? Kebijakan
sentralisasi dilakukan oleh dinasti Chin sebab kekacauan yang terjadi di Cina
pada akhir pemerintahan dinasti Chou tidak cukup hanya di atas oleh sikap
raja-raja yang baik dan saleh saja. Namun dibutuhkan adanya kekuasaan raja yang
kuat dan nyata serta hukum yang dijalankan dengan adil sehingga tercipta
ketertiban dan ketentraman diseluruh negeri Cina.
Untuk
maksud di atas kaisar Shih Huang Ti dari dinasti Chin yang memerintah di Chang
An mengambil beberapa tindakan sebagai berikut:
- · melarang ajaran Kung Fu Tze karena mendukung feodalisme.
- · membagi kerajaan menjadi 36 propinsi, setiap propinsi diperintah oleh gubernur selaku kepala pemerintahan yang bertanggung jawab kepada kaisar.
- · menetapkan standardisasi ( pembakuan) tulisan, satuan ukuran misalnya timbangan, ukuran roda, alat-alat pertanian.
- · membangun tembok besar Cina sepanjang 2.250 Km, untuk membendung masuknya suku-suku pengembara (nomaden) dari Utara (uraian lebih lanjut bacalah halaman 23 )
·
Setelah
Shih Huang Ti wafat pada tahun 210 SM, para gubernur dari tiap-tiap propinsi
berupaya untuk merebut kekuasaan tertinggi di Cina. Dalam keadaan kacau
tersebut tampillah tokoh Liu Pang dan pasukannya yang berhasil mengalahkan
lawan-lawannya dan kemudian menduduki tahta, Liu Pang mendirikan dinasti baru
bernama dinasti Han.
Dinasti Han (207 SM
– 221 M)
Pendiri
dinasti Han ialah Liu Pang. Pemerintahan dinasti Han kembali menjalankan sistem
feodalisme dan mengijinkan kembali filsafat konfusianisme. Bahkan ajaran
konfusianisme menjadi salah satu mata ujian bagi calon penghuni negeri. Masa
pemerintahan dinasti Han mencapai puncak kejayaan di bawah kaisar Han Wuti.
Wilayah kekaisaran Cina mencapai Asia Tengah (Turkistan), Korea, Mansyuria
Selatan, Anam, dan Sinkiaing (daerah utara Tibet). Selain wilayahnya yang luas
kaisar Cina juga menjalin hubungan dengan mancanegara.
Setelah
kaisar Han Wu Ti meninggal, dinasti Han mengalami kemunduran dan runtuh tahun
221 M. Negeri Cina mengalami kekacauan bahkan pernah dikuasai oleh bangsa
Tar-Tar, sehingga masa ini disebut masa kegelapan. Pada abad 7 muncul dinasti
baru di Cina yaitu dinasti Tang dari tahun 618 – 906. Sejak dinasti Tang
terjalinlah hubungan dagang antara negeri Cina dengan kerajaan-kerajaan
Nusantara.
Hal
ini ditandai dengan kunjungan para musafir dari Cina misalnya I Tsing di Sriwijaya.
Laksamana Cheng Ho dan Ma Huan berkunjung ke Majapahit.
Dinasti
Tang didirikan oleh Li Shih Min yang terkenal dengan nama Kaisar T’ang T’ai
Tsung. Ia memperluas wilayah kekuasaannya ke luar negeri Cina seperti selatan
menguasai Ton-kin, Annam dan Kamboja. Ke sebelah barat menguasai Persia dan
laut Kaspia. Di bawah kekuasaan T’ang T’ai Tsung, dinasti T’ang mencapai masa
kejayaannya. Pada bidang seni syair dan seni lukis terdapat seniman-seniman
yang terkenal seperti Li Tai Po, Tu Fu, dan Wang Wei.
Tindakan-tindakan
kaisar T’ang T’ai Tsung yang menarik perhatian rakyatnya adalah sebagai
berikut:
·
Dikeluarkannya
undang-undang yang mengatur pembagian tanah.
·
Membuat
peraturan-peraturan pajak.
·
Membagi
Kerajaan Cina menjadi 10 Provinsi.
Pada
abad ke-10 M, dinasti T’ang runtuh dan negeri Cina kembali mengalami kekacauan
dan silih berganti raja-raja memerintah. Baru pada tahun 960 kekacauan ini
berhasil diatasi dan selanjutnya berdiri Dinasti Sung.
Sistem Pengetahuan
Pengetahuan,
flora, fauna, waktu, ruang, bilangan, tubuh manusia, dan perilaku antarmanusia merupakan
bagian dari sistem pengetahuan.
Astronomi
Ilmu
pengetahuan yang telah berkembang sejak jaman dongeng antara lain astronomi
atau ilmu perbintangan. Ilmu astronomi digunakan untuk:
·
menentukan
penanggalan yang didasarkan pada peredaran bulan;
·
meramal
masa depan manusia dan masa depan negara khususnya saat memasuki tahun baru
imlek;
·
mengetahui
saat terjadinya gerhana matahari dan bulan; dan
·
mengetahui
perputaran atau pergantian musim yang erat hubungannya dengan kehidupan
masyarakat seperti pertanian dan pelayaran.
Bahasa
Lisan
maupun tulisan yang dimaksud dalam ranah ini.
Bahasa
Masyarakat
Cina sudah mengenal tulisan, yaitu tulisan gambar. Tulisan gambar itu merupakan
sebuah lambang dari apa yang hendak ditunjukkan. Tulisan itu merupakan salah
satu sarana komunikasi. Untuk memupuk rasa persatuan dan rasa persaudaraan,
pada permulaan abad ke-20 dikembangkan pemakaian bahasa persatuan, yaitu bahasa
Kuo-Yu.
Aksara
Cina
sudah mengenal aksara sejak Dinasti Shang. Aksara Cina yang berbentuk
pictograph ini termasuk jenis aksara ideograph (aksara lambang benda). Aksara
Cina ditulis di atas kulit penyu dan tulang. Aksara gambar benda (ideograph)
ini semula ditulis dan digambar untuk kepentingan ramal-meramal, karena bangsa
Cina sejak zaman dahulu suka dengan ramalan.
Kesenian
Seni
patung, pahat, relief, lukis, dan gambar, seni rias, vokal, musik, bagunan,
sastra atau drama.
Seni Sastra
Perkembangan
Sastra di zaman Cina Kuno tidak dapat dipisahkan dengan berkembangnya tulisan.
Awalnya penulisan satra dilakukan di atas kulit menyu dan bambu. Namun setelah
ditemukannya kertas pada dinasti Han, karya sastra berkembang dengan pesat.
Ajaran
Tao, Kong Fu Tse, dan Meng Tse mulai dibukukan, baik oleh filsuf maupun oleh
pengikutnya. Li Tai Po dan Tu Fu merupakan dua orang Pujangga yang terkenal
pada dinasti T’yang (abad ke-18 M). Hasil karyanya kebanyakan berbentuk puisi.
Szema Tzien pujangga pada zaman Dinasti Han telah mengarang kita sejarah yang
meliputi masa sejak zaman purba sampai dengan masa pemerintahan Han Wu Ti.
Karya sastra klasik lainnya yang tidak diketahui pengarangnya adalah Sahih Chi
(puisi klasik), Shu Ching (sejarah klasik), I Ching (perubahan-perubahan), dan
Chu Chin (musim semi dan musim gugur).
Seni Bangunan
Tembok
Besar Cina (The Great Wall of China) dibangun pada masa pemerintahan Dinasti
Chin. Namun, sebelum dinasti Chin berkuasa di Cina, sebenarnya di daerah Cina
utara sudah dibangun dinding terpisah untuk menangkal serangan yang dilakukan
oleh suku di sebelah utara Cina. Pada masa pemerintahan kaisar Shih Huang TI,
dinding-dinding itu dihubungkan menjadi tembok raksasa yang panjangnya mencapai
7000 kilometer dan tingginya 16 meter serta lebarnya 8 meter. Pada jarak
tertentu didirikan benteng pertahan yang dijaga ketat oleh pasukan Cina.
Untuk
membuat tembok raksasa ini, diperlukan waktu ratusan tahun di zaman berbagai
kaisar. Semula, diperkirakan Qin Shi-huang yang memulai pembangunan tembok itu,
namun menurut penelitian dan catatan literatur sejarah, tembok itu telah dibuat
sebelum Dinasti Qin berdiri, tepatnya dibangun pertama kali pada Zaman
Negara-negara Berperang. Kaisar Qin Shi-huang meneruskan pembangunan dan pengokohan
tembok yang telah dibangun sebelumnya.
Sepeninggal
Qin Shi-huang, pembuatan tembok ini sempat terhenti dan baru dilanjutkan
kembali di zaman Dinasti Sui, terakhir dilanjutkan lagi di zaman Dinasti Ming.
Bentuk Tembok Raksasa yang sekarang kita lihat adalah hasil pembangunan dari
zaman Ming tadi. Bagian dalam tembok berisi tanah yang bercampur dengan bata
dan batu-batuan. Bagian atasnya dibuat jalan utama untuk pasukan berkuda
Tiongkok. Tembok raksasa ini dibangun dalam waktu 18 abad lamanya dan selesai pada
masa kekuasaan Dinasti Ming (abad ke-17 M). Tembok Raksasa Cina dianggap
sebagai salah satu dari Tujuh Keajaiban Dunia. Pada tahun 1987, bangunan ini
dimasukkan dalam daftar Situs Warisan Dunia UNESCO.
Kuil,
salah satu kuil yang terkenal di Cina bernama Kuil Dewa Beijing. Terbuat dari
batu pualam yang dikelilingi tiga pelataran yang amat indah serta di bagian
tengah terdapat tangga yang terbuat dari batu pualam pilihan. Atap bangunan
dibuat berlapis tiga.
Istana,
kaisar atau raja Cina dibangun dengan sangat megah dan indah. Tujuannya sebagai
tanda penghormatan terhadap raja atau kaisar.
Seni
Lukis, perkembangan seni lukis sangat pesat, bahkan lukisan-lukisan hasil karya
dari tokoh-tokoh ternama menghiasi dinding tembok istana atau kuil-kuil.
Keramik
merupakan salah satu peninggalan budaya bangsa Cina yang bermutu tinggi.
Keramik yang berglasur (diberi lapisan keras yang berkilap) serta porselin Cina
yang indah dibuat dengan teknik yang tinggi. Mangkuk, cawan dan piring-piring
keramik Cina dikenal di Eropa juga di Indonesia. Tiap-tiap dinasti di Cina
meninggalkan jenis keramiknya masing-masing.
Sistem Mata
Pencarian Hidup (Ekonomi)
Berburu,
mengumpulkan makanan, bercocok tanam, peternakan, peternakan, perikanan, dan
perdagangan masuk ke dalam sistem mata pencarian hidup.
Pertanian
Pada
daerah yang subur itu masyarakat Cina hidup bercocok tanam seperti menanam
gandum, padi, teh, jagung dan kedelai. Pertanian Cina kuno sudah dikenal sejak
zaman Neolitikum, yakni sekitar tahun 5000 SM. Kemudian pada masa pemerintahan
Dinasti Chin (221-206 SM) terjadi kemajuan yang mencolok dalam sistem
pertanian. Pada masa ini pertanian sudah diusahakan secara intensif. Pupuk
sudah dikenal untuk menyuburkan tanah. Kemudian penggarapan lahan dilakukan
secara teratur agar kesuburan tanah dapat bertahan. Irigasi sudah tertata
dengan baik. Pada masa ini lahan gandum sudah diusahakan secara luas.
Sistem Teknologi
Produksi,
distribusi, transportasi, peralatan komunikasi, pekerjaan, perhiasan,
perumahan, atau senjata. Semua komponen itu masuk dalam sistem teknologi.
Bumi
Cina mengandung berbagai barang tambang seperti batu bara, besi, timah,
wolfram, emas dan tembaga, yang sebagian besar terdapat di daerah Yunan.
Pembuatan barang-barang seperti perhiasan, perabotan rumah tangga, alat-alat
senjata seperti pisau, pedang, tombak, cangkul, sabit dan lain-lain,
menunjukkan tingginya tingkat perkembangan teknologi masyarakat Cina pada saat
itu.
Teknik Pembuatan
Kertas dan Alat Cetak
Pada
zaman Dinasti Chou, aksara Cina ditulis pada potongan bambu. Cara menuliskannya
adalah dari atas ke bawah. Sekitar tahun 105 M, pada masa Dinasti Han ditemukan
teknik pembuatan kertas yang dibuat dari campuran bubur kayu dan lem. Sehingga
aksara Cina kemudian ditulis di atas kertas. Penemu tersebut bernama Tsai Lun.
Adapun pada zaman Dinasti T’ang ditemukan teknik cetak (untuk mencetak buku dan
kalender).
Bangsa
Cina juga menemukan tik gerak (movable type) yaitu blok-blok kayu dengan
huruf-huruf yang dicungkil ke luar. Dengan penemuan kertas dan alat cetak
tersebut memungkinkan adanya penerbitan buku-buku dalam jumlah yang besar dan
dengan harga murah. Bangsa Cina termasuk bangsa yang sangat memperhatikan
tulisan. Penemuan kertas dan alat cetak juga membantu penyebaran karya sastra
di Cina.
Pasukan
Terakota
Sebelum
meninggal, Kaisar Shi memerintahkan para seniman untuk membuat 8.000 buah
patung tentara, sejumlah patung kuda, dan kereta perang dari teakota. Patung
itu tingginya rata-rata 1.90 cm. Ada yang membawa panah, tombak, dan pedang.
Sebagian Patung dalam sikap siaga dengan gaya
silat tangan kosong. Patung terakota itu ditemukan di dekat makam Kaisar Shi
Huang Ti. Makam kaisar itu berbentuk sebuah bukit setinggi 46 Meter. Luasnya
tidak kurang dari 250.000 meter persegi. Sekelilingnya ada tembok luar dan tembok
dalam. Di dekat makam itu ditemukan juga tempat penyimpanan benda-benda
berharga milik kaisar. Patung-patung yang berjumlah 8.000 buah itu ditempatkan
berjajar dalam suatu barisan di sebuah lubang sedalam 5 meter, berselang seling
dengan kuda dan kereta perang. Semua patung itu dikerjakan dengan teliti dan
sangat indah.
No comments:
Post a Comment