Friday, November 30, 2018

makalah palagan ambarawa



BAB I
PENDAHULUAN
I.A. Latar Belakang Masalah
Suatu Negara yang bijak adalah Negara yang mengenal masa lalunya (sejarah). Mengapa kita sebagai satu kesatuan negara indonesia harus mengenal sejarah negara kita sendiri??
Karena satu hal ” Sejarah itu akan berulang kembali”. Segala kejadian, hal yang pernah terjadi di masa lampau, suatu saat akan terjadi pula di masa berikutnya dengan bebrapa variasi namun esensinya tetap sama. Selanjutnya kita akan belajar dari masa lalu dan tidak mengulangi kesalahan pendahulu.
Selain itu, dengan mengenal, mempelajari catatan sejarah, kita akan timbul rasa menghargai atas apa yang kita miliki sebagai bangsa. Betapa besar pengormaban dan perjuangan para pahlawan juga pendekar dalam rangka untuk merebut kemerdekaan bangsa ini. Pengorbanan jiwa raga, harta, dan nyawa. Semua itu harus kita sadari, hormati dan kita jadikan sebagai teladan yag baik dalam hidup kita.
Salah satu sejarah perjalanan Bangsa Indonesia ini adalah peristiwa pertempuran di Ambarawa, pertempuran inipun terjadi paska proklamasi kemerdekaan Indonesia, dimana para penjajah masih terus berusaha menguasai Indonesai walau Indonesia telah mengproklamasikan kemerdekaannya.
Pertempuran Ambarawa terjadi pada tanggal 20 November 1945 dan berakhir sampai dengan tanggal 15 Desember 1945, antara pasukan TKR (indonesia) melawan pasukan sekutu (inggris). Ambarawa merupakan sebuah kota yang terletak diantara dua kota yakni Semarang dan magelang, juga diantara Semarang dan Salatiga.
Peristiwa ambarawa ini dilatarbelakangi oleh mendaratnya pasukan Inggris dari Divisi India ke-23 di kota Semarang pada tanggal 20 oktober 1945. Pemerintah Indonesia memperkenankan sekutu untuk mengurus tawanan perang yang saat itu berada di penjara Magelang dan Ambarawa.
I.B. Tujuan Penulisan Makalah
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
a.       Untuk mengetahui sejarah kronologis pertempuran Ambarawa (Palagan Ambarawa)
b.      Menambah rasa cinta tanag air dan bangsa.
c.       Memenuhi tugas kelompok mata pelajaran PKN kelas IX semester 2 di MTs AL-FALAH.
I.C. Ruang Lingkup Bahasan Makalah
Dan ruang lingkup bahasan makalah ini adalah meliputi:
a)      Kondisi Indonesia pasca proklamasi
b)      Kronologis pertempuran Ambarawa













BAB II
PEMBAHASAN
II.A. Kondisi Indonesia pasca proklamasi
Kemerdekaan bangsa indonesia 18 Agustus 1945 yang diperoleh melalui perjuangan panjang dan usaha yang tidak gampang serta memerlukan banyak pegorbanan baik berkorban harta benda maupun jiwa dan raga. Oleh karena itu pasca kemerdekaan Indonesia para tokoh – tokoh ndnesia berusaha mengisi kemerdakaan dengan menata kembali keadaan bangsa yang kacau pasca kemerdekaan. Namun tidak semudah seperti yang diharapkan oleh bangsa Indonesia untuk menggisi kemerdekaan dan membangun suatu bangsa di masaawal kemerdekaan, hal ini dikarenakan masih terasanya pengaruh bangsa kolonial yang ikut campur tangan dalam setiap asfek kehidupan masyarakat indonesia.

Tugu Palagan Ambarawa
Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia bangsa-bangsa penjajah masih saja ingin menguasai Indonesia dengan berbagai macam cara, Menyerahnya Jepang kepada sekutu pada tanggal 14 Agustus 1945 membawa hikmah yang sangat besar kepada perkembangan bangsa Indonesia sebagai sebuah Negara yanag berdaulat. “Vacuum of Power”, yaitu kekosongan kekuasaan yang terjadi di Indonesia dapat dimanfaatkan oleh para “Founding fathers” untuk memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945 dan dilanjutkan dengan upaya melengkapi kelengkapan Negara melalui sidang PPKI tanggal 18, 19 dan 22 Agustus 1945. Maka lengkap dan sah lah Indonesia sebagai sebuah Negara berdaulat dengan nama Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dengan menyerahnya Jepang terhadap Sekutu pada tanggal 15 Agustus 1945, dan disusul dengan diproklamarkan Republik Indonesia 17 Agustus 1945, maka seharusnya tamatlah kekuasaan Jepang di Indonesia. Akan tetapi setelah kekalahan pihak Jepang, rakyat dan pejuang Indonesia berupaya melucuti senjata para tentara Jepang. Maka timbullah pertempuran-pertempuran yang memakan korban di banyak daerah.
Dan salah satu pertempuran yang terjadi pasca proklamasi kemerdekaan Indonesia diantaranya adalah pertempuran di Ambarawa atau biasa yang disebut Palagan Ambarawa.
II.B. Kronologis pertempuran Ambarawa
Pertempuran Ambarawa pada tanggal 20 November berakhir tanggal 15 Desember 1945, antara pasukan TKR melawan pasukan inggris. Ambarawa merupakan kota yang terletak antara kota Semarang dan magelang, serta Semarang dan Salatiga. Peristiwa ini dilatarbelakangi oleh mendaratnya pasukan Sekutu dari Divisi India ke-23 di Semarang pada tanggal 20 oktober 1945. Pemerintah Indonesia memperkenankan mereka untuk mengurus tawanan perang yang berada di penjara Ambarawa dan Magelang.
Kedatangan pasukan Sekutu (Inggris) diikuti oleh pasukan NICA. Mereka mempersenjatai para bekas tawanan perang Eropa, sehingga pada tanggal 26 Oktober 1945 terjadi insiden di Magelang yang kemudian terjadi pertempuran antara pasukan TKR dengan pasukan Sekutu. Insiden berakhir setelah Presiden Soekarno dan Brigadir Jenderal Bethell datang ke Magelang pada tanggal 2 November 1945. Mereka mengadakan perundingan gencatan senjata dan memperoleh kata sepakat yang dituangkan da1am 12 pasal. Naskah persetujuan itu berisi antara lain:
Pihak Sekutu akan tetap menempatkan pasukannya di Magelang untuk melakukan kewajibannya melindungi dan mengurus evakuasi pasukan Sekutu yang ditawan pasukan Jepang (RAPWI) dan Palang Merah (Red Cross) yang menjadi bagian dari pasukan Inggris. Jumlah pasukan Sekutu dibatasi sesuai dengan tugasnya.
Pada tanggal 20 Oktober 1945, tentara Sekutu di bawah pimpinan Brigadir Bethell mendarat di Semarang dengan maksud mengurus tawanan perang dan tentara Jepang yang berada di Jawa Tengah. Kedatangan sekutu ini diboncengi oleh NICA.
21 November  1945 sekitar pukul 05.30 pertahanan BPI dan TKR terjadi keributan karena tepat dari arah belakang pertahanan, terjadi penyusupan tentara Jepang yang menembak mati dua orang pemuda, Surat anggota BKR TKR Ambarawa dan Suwito anggota BPI Ambarawa.
Ternyata tentara Jepang yang ditawan di benteng Willem I  telah dibebaskan tentara Sekutu pada pertengahan Oktober 1945 untuk memperkuat pertahanan Sekutu di Ambarawa.
Kedatangan Sekutu ini mulanya disambut baik, bahkan Gubernur Jawa Tengah Mr Wongsonegoro menyepakati akan menyediakan bahan makanan dan keperluan lain bagi kelancaran tugas Sekutu, sedang Sekutu berjanji tidak akan mengganggu kedaulatan Republik Indonesia.
Namun, ketika pasukan Sekutu dan NICA telah sampai di Ambarawa dan Magelang untuk membebaskan para tawanan tentara Belanda, para tawanan tersebut malah dipersenjatai sehingga menimbulkan kemarahan pihak Indonesia. Insiden bersenjata timbul di kota Magelang, hingga terjadi pertempuran. Di Magelang, tentara Sekutu bertindak sebagai penguasa yang mencoba melucuti Tentara Keamanan Rakyat dan membuat kekacauan. TKR Resimen Magelang pimpinan Letkol. M. Sarbini membalas tindakan tersebut dengan mengepung tentara Sekutu dari segala penjuru. Namun mereka selamat dari kehancuran berkat campur tangan Presiden Soekarno yang berhasil menenangkan suasana. Kemudian pasukan Sekutu secara diam-diam meninggalkan Kota Magelang menuju ke benteng Ambarawa. Akibat peristiwa tersebut, Resimen Kedu Tengah di bawah pimpinan Letkol. M. Sarbini segera mengadakan pengejaran terhadap mereka. Gerakan mundur tentara Sekutu tertahan di Desa Jambu karena dihadang oleh pasukan Angkatan Muda di bawah pimpinan Oni Sastrodihardjo yang diperkuat oleh pasukan gabungan dari Ambarawa, Suruh dan Surakarta.
Sesaat sebelum pertempuran terjadi, Kepala Polisi Ambarawa Pratikno telah memerintahkan agar Kantor Polisi Ambarawa pindah tempat. Warga meminta bantuan TKR Sarmudji dan Kasnan untuk mendobrak dan mengambil barang-barang dan bahan makanan untuk dibawa ke dapur umum Kedunggupit. Di sana ditemukan dua senapan berburu dan beberapa pelurunya (patroom). Dari TKR Sarmudji, senapan itu diserahkan kepada seorang mantan KNIL bernama Pak Kartowikromo dan yang satu lagi diserahkan kepada Pak Kartokemis. Kemudian hari, para TKR menangkap Pak Kartowikromo yang mantan KNIL dan Pak Kartokemis karena diduga mata-mata Belanda. Walaupun telah dijelaskan bawa senjata itu mereka peroleh dari TKR Sarmudji, mereka tetap ditahan.
Untungnya saat itu TKR Sarmudji masih sempat menemui TKR dari Magelang itu dan akhirnya Pak Kartowikromo dan Pak Kartokemis dibebaskan. Mengingat betapa mengerikan hukuman bagi mata-mata saat itu adalah hukuman penggal leher.
Pada masa revolusi saat itu, hukum memang tidak lagi berlaku. Opini umum dan ucapan-ucapan tak mendasar lebih dipercaya sehingga timbul banyak korban tak berdosa.(Sarmudji.2001 hal 17)
Hari Minggu Legi, 25 November 1945 pukul 09.00 Seksi Soengkono yang beranggotakan 48 orang baru saja masuk ke gedung tua di deusun Baran Dukuh setelah tiga hari tiga malam bertugas di sektor utara.
Tiba-tiba terlihat dua pesawat Dakota dan tiga pesawat Mustang melintas berputar di kota Ambarawa. Dua pesawat Dakota terbang merendah menerjukan payung parasut di lapangan militer Turonggo Ceta membawa keperluan logistik.
Ternyata setelah berputar dua tiga kali tiga pesawat mustang membagi daerah serangan. Satu mustang terbang ke utara menuju Bandungan,memberondongkan senapan mesin kemudian terbang ke barat, terus ke selatan dan ke timur dan menjatuhkan bom di rumpun bambu yang hingga kini berbekas lubang selebar 8 meter dengan kedalaman 2,5 meter. Serangan ini terjadi sekitar pukul 11.00 di desa Bandungan, Ambarawa.
Pesawat mustang yang ke dua melaju ke sektor barat ke arah kecamatan Jambu. Inilah awal tragedi gugurnya Letnan Kolonel Isdiman.
Hari itu pukul 05.30 telah datang di desa Klurahan, kecamatan Jambu Beliau Letkol Isdiman, seorang Dan Res I Divisi V Purwokerto. Beliau adalah orang kepercayaan Kolonel Soedirman yang bertugas mengatur siasat dalam Petempuran Ambarawa. Beliau akan bertemu dengan Mayor Imam Androngi, Dan Yon TKR Banyumas yang ikut menggiring tentara sekutu mundur dari Magelang ke Ambarawa. Kolonel Soedirman berkehendak agar Mayor Imam Androngi tidak memikul tugas ganda yaitu sebagai Dan Yon tempur sekaligus perwira siasat. Untuk itu sedianya dilakukan serah terima di SD Klurahan, kecamatan Jambu.
Namun belum sempat serah terima dilaksanakan, sebuah pesawat mustang melayang di atas desa Klurahan. Letkol Isdiman dan Mayor Imam Androngi berlari ke belakang sekolah dan berlindung pada rumpun pisang dan pohon waru yang tumbuh di gundukan parit. Semua TKR berhamburan keluar untuk mencari perlindungan. Rupanya pilot mustang mengetahui gerak TKR dan mobil yang diparkir tanpa kamuflase yang cukup. Dari arah utara pesawat terbang merendah disertai berondongan peluru miltraliyur. Kemudian karena bangunan sekolah terletak di perbukitan maka pesawat dapat terbang sejajar hampir rata dengan tanah bangunan sekolah dengan berondongan ke duanya. Setelah itu serangan dilanjutkan ke desa Ngampin dan menjatuhkan bom di jalan raya Semarang Magelang yang berakibat terbentuknya lubang selebar 7 meter dengan kedalaman 2,5 meter.
Pada berondongan ke dua Letkol Isdiman tertembus peluru senapan mesin 12, 7 mm yang menyebabkan pahanya hancur. Kemudian Mayor Imam Androngi memerintahkan pengawal dan sopirnya untuk melarikan Letkol Isdiman ke RS Magelang. Komando pertempuran diambil alih oleh Letkol Gatot Subroto. Namun pada subuh 26 November 1945 Letkol Isdiman telah menghadap ke hadirat Illahi sebagai kusuma bangsa.  Letkol Isdiman dimakamkan di Yogyakarta. Untuk mengenang jasanya, didirikanlah Museum Isdiman. Selain itu di Klurahan Juga terdapat Monumen dan Masjid Isdiman
Pesawat mustang ke tiga menyerang sektor timur dan memberondong dan menjatuhkan bom di kecamatan Tuntang. Sasaran berikutnya adalah desa Kesongo dan Lopait.       Ketika pesawat terbang rendah ternyata sudah disiapkan sebuah truk yang memuat sebuah senjata anti serangan udara Batalyon TKR dari Jebres, Surakarta yang diatur enam orang Heiho. Pesawat itu pun disergap dengan tembakan tepat menembus pesawat mustang ini. Akhirnya pesawat ini jatuh dengan posisi kepala menghujam rumpun enceng gondok di rawa.     
Warga dusun Sumurup, desa Ngasinan yang siaga segera menuju ke lokasi jatuhnya pesawat dan bersama-sama membantai pilot itu dan membuangnya ke rawa. Masyarakat tidak tahu masalah hukum perang internasional dan apa Konvensi Jenewa itu.Semboyan “bunuhlah musuhmu, sebelum kamu dibunuh oleh musuhmu.” berlaku.(Sarmudji.2001. hal 24)
 Menurut penuturan seorang mantan Heiho dan TKR Jebres, almarhum Bapak Djapar dan kesaksian warga desa Kesongo, dua mustang yang mengetahui jatuhnya mustang di sektor timur langsung menyerang desa Kesongo. Enam heiho bersama truk yang mengangkut senjata tertembak dan terbakar.
Kehadiran Kolonel Sudirman memberikan napas baru serta meningkatkan semangat bagi para pasukan. Koordinasi diadakan di antara komando-komando sektor dan pengepungan terhadap musuh semakin ketat. Siasat yang diterapkan adalah serangan pendadakan serentak di semua sektor. Bala bantuan terus mengalir dari Yogyakarta, Solo, Salatiga, Purwokerto, Magelang, Semarang, dan lain-lain.
Tanggal 23 November 1945, ketika fajar menjelang, mulailah tembak-menembak dengan pasukan Sekutu yang bertahan di kompleks gereja dan kerkhop Belanda di Jl. Margo Agoeng. Pasukan Indonesia terdiri dari Yon. Imam Adrongi, Yon. Soeharto dan Yon. Soegeng. Tentara Sekutu mengerahkan tawanan-tawanan Jepang dengan diperkuat tanknya, menyusup ke tempat kedudukan Indonesia dari arah belakang, karena itu pasukan Indonesia pindah ke Bedono.

Kolonel Siedirman saat bergabung dengan pasukan
Sedangkan dari arah Magelang pasukan TKR Divisi V/Purwokerto di bawah pimpinan Imam Androngi melakukan serangan fajar pada tanggal 21 November 1945. Serangan itu bertujuan untuk memukul mundur pasukan Sekutu yang bertahan di desa Pingit. Pasukan yang dipimpin oleh Imam Androngi herhasil menduduki desa Pingit dan melakukan perebutan terhadap desa-desa sekitarnya. Batalion Imam Androngi meneruskan gerakan pengejarannya. Kemudian Batalion Imam Androngi diperkuat tiga hatalion dari Yogyakarta, yaitu Batalion 10 di bawah pimpinan Mayor Soeharto, Batalion 8 di bawah pimpinan Mayor Sardjono, dan batalion Sugeng.
Akhirnya musuh terkepung, walaupun demikian, pasukan musuh mencoba untuk menerobos kepungan itu. Caranya adalah dengan melakukan gerakan melambung dan mengancam kedudukan pasukan TKR dengan menggunakan tank-tank dari arah belakang. Untuk mencegah jatuhnya korban, pasukan TKR mundur ke Bedono. Dengan bantuan Resimen Dua yang dipimpin oleh M. Sarbini, Batalion Polisi Istimewa yang dipimpin oleh Onie Sastroatmojo, dan batalion dari Yogyakarta mengakibatkan gerakan musuh berhasil ditahan di desa Jambu. Di desa Jambu, para komandan pasukan mengadakan rapat koordinasi yang dipimpin oleh Kolonel Holland Iskandar.
Rapat itu menghasilkan pembentukan komando yang disebut Markas Pimpinan Pertempuran, bertempat di Magelang. Sejak saat itu, Ambarawa dibagi atas empat sektor, yaitu sektor utara, sektor timur, sektor selatan, dan sektor barat. Kekuatan pasukan tempur disiagakan secara bergantian. Pada tanggal 26 November 1945, pimpinan pasukan dari Purwokerto Letnan Kolonel Isdiman gugur maka sejak saat itu Kolonel Sudirman Panglima Divisi V di Purwokerto mengambil alih pimpinan pasukan. Situasi pertempuran menguntungkan pasukan TKR.

Pasukan TKR saat di Kebumen
Tentara Sekutu kembali dihadang oleh Batalyon I Soerjosoempeno di Ngipik. Pada saat pengunduran, tentara Sekutu mencoba menduduki dua desa di sekitar Ambarawa. Pasukan Indonesia di bawah pimpinan Letkol. Isdiman berusaha membebaskan kedua desa tersebut, namun ia gugur terlebih dahulu. Sejak gugurnya Letkol. Isdiman, Komandan Divisi V Banyumas, Kol. Soedirman merasa kehilangan seorang perwira terbaiknya dan ia langsung turun ke lapangan untuk memimpin pertempuran. Kehadiran Kol. Soedirman memberikan napas baru kepada pasukan-pasukan RI. Koordinasi diadakan di antara komando-komando sektor dan pengepungan terhadap musuh semakin ketat. Siasat yang diterapkan adalah serangan pendadakan serentak di semua sektor. Bala bantuan terus mengalir dari Yogyakarta, Solo, Salatiga, Purwokerto, Magelang, Semarang, dan lain-lain.
Tanggal 23 November 1945 ketika matahari mulai terbit, mulailah tembak-menembak dengan pasukan Sekutu yang bertahan di kompleks gereja dan kerkhop Belanda di Jl. Margo Agoeng. Pasukan Indonesia terdiri dari Yon. Imam Adrongi, Yon. Soeharto dan Yon. Soegeng. Tentara Sekutu mengerahkan tawanan-tawanan Jepang dengan diperkuat tanknya, menyusup ke tempat kedudukan Indonesia dari arah belakang, karena itu pasukan Indonesia pindah ke Bedono.
Musuh terusir dari Banyubiru pada tanggal 5 Desember 1945. Setelah mempelajari situasi pertempuran, pada tanggal 11 Desember 1945 Kolonel Sudirman mengambil prakarsa untuk mengumpulkan setiap komandan sektor. Dalam kesimpulannya dinyatakan bahwa musuh telah terjepit sehingga perlu dilaksanakan serangan yang terakhir, rencana serangan disusun sebagai berikut:
1.      Serangan dilakukan serentak dan mendadak dari semua sector.
2.      Setiap komandan sektor memimpin pelaksanaan serangan.
3.      Pasukan badan perjuangan (laskar) menjadi tenaga cadangan.
4.      Hari serangan adalah 12 Desember 1945, pukul 04.30.
Akhir dari Pertempuran Ambarawa terjadi pada tanggal 12 Desember 1945 dini hari, pasukan TKR bergerak menuju sasarannya masing-masing. Dalam waktu setengah jam pasukan TKR berhasil mengepung pasukan musuh yang ada di dalam kota. Pertahanan musuh yang terkuat diperkirakan di Benteng Willem yang terletak di tengah-tengah kota Ambarawa. Kota Ambarawa dikepung selama empat hari empat malam. Musuh yang merasa kedudukannya terjepit berusaha keras untuk mundur dari medan pertempuran. Pada tanggal 15 Desember 1945, musuh meninggalkan kota Ambarawa dan mundur ke Semarang.
Pada tanggal 11 Desember 1945, Kol. Soedirman mengadakan rapat dengan para Komandan Sektor TKR dan Laskar. Pada tanggal 12 Desember 1945 jam 04.30 pagi, serangan mulai dilancarkan. Pembukaan serangan dimulai dari tembakan mitraliur terlebih dahulu, kemudian disusul oleh penembak-penembak karaben. Pertempuran berkobar di Ambarawa. Satu setengah jam kemudian, jalan raya Semarang-Ambarawa dikuasai oleh kesatuan-kesatuan TKR.
Pertempuran Ambarawa berlangsung sengit. Kol. Soedirman langsung memimpin pasukannya yang menggunakan taktik gelar supit urang, atau pengepungan rangkap dari kedua sisi sehingga musuh benar-benar terkurung. Suplai dan komunikasi dengan pasukan induknya diputus sama sekali. Setelah bertempur selama 4 hari, pada tanggal 15 Desember 1945 pertempuran berakhir dan Indonesia berhasil merebut Ambarawa dan Sekutu dibuat mundur ke Semarang.
Adapun tokoh-tokoh terkenal dalam pertempuran di ambarawa adalah sebagai berikut:
1.      Letkol Isdiman, gugur medan pertempuran ambarawa
2.      Kolonel Sudirman, pemimpin pasukan Indonesia menggantikan Isdiman yang gugur dahulu.
3.      M Sarbini, Pemimpin TKR Resimen magelang.
4.      Brigadir Bethel, Pemimpin tentara Inggris


















BAB III
PENUTUP
III.A. Kesimpulan
Pertempuran Ambarawa pada tanggal 20 November berakhir tanggal 15 Desember 1945, antara pasukan TKR melawan pasukan inggris. Ambarawa merupakan kota yang terletak antara kota Semarang dan magelang, serta Semarang dan Salatiga. Peristiwa ini dilatarbelakangi oleh mendaratnya pasukan Sekutu dari Divisi India ke-23 di Semarang pada tanggal 20 oktober 1945. Pemerintah Indonesia memperkenankan mereka untuk mengurus tawanan perang yang berada di penjara Ambarawa dan Magelang.
“Perselisihan timbul karena sikap orang-orang Belanda tertentu yang diperbantukan kepada RAPWI, dan pemboikotan dilancarkan sebagai tindakan balasan oleh pemuda setempat,” tulis Ben. Bentrokan antara tentara Sekutu dengan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan laskar-laskar pemuda memang tak bisa dihindari. Namun, pasukan Inggris, termasuk di dalamnya dari unit-unit Gurkha, bisa dipukul mundur pada 21 November 1945. Meski sudah pergi dari Magelang, pasukan Sekutu yang mundur ke Ambarawa terus didesak pasukan Republik. Bahkan Ambarawa berhasil dikepung pasukan Republik.
Pertempuran Ambarawa berlangsung sengit. Kol. Soedirman langsung memimpin pasukannya yang menggunakan taktik gelar supit urang, atau pengepungan rangkap dari kedua sisi sehingga musuh benar-benar terkurung. Suplai dan komunikasi dengan pasukan induknya diputus sama sekali. Setelah bertempur selama 4 hari, pada tanggal 15 Desember 1945 pertempuran berakhir dan Indonesia berhasil merebut Ambarawa dan Sekutu dibuat mundur ke Semarang.

“Sejarah memiliki tampuk istimewa dalam hidup manusia, tapi tidak lagi melekat utuh pada realitas. Sejarah seperti awan yang tampak padat berisi tapi ketika disentuh menjadi embun yang rampuh."
III.B. Saran
 Dari kejadian palagan Ambarawa ini maka kami menyarankan beberapa hal, diantaranya:
1.      Sebagai generasi muda maka harus selalu menghargai jasa para pahlawan.
2.      Tanamkan sikap rela berkorban, dan semangat berjuang demi bangsa dan negara seperti yang telah dilakukan oleh para pendahulu kita.
3.      Akan lebih baik apabila kita mengimplementasikan semangat para pejuang kedalam kehidupan kita sehari-hari.






1 comment:

POSTER PLANTAE