BAB I
PENDAHULUAN
I.A. Latar Belakang Masalah
Suatu
Negara yang bijak adalah Negara yang mengenal masa lalunya (sejarah). Mengapa
kita sebagai satu kesatuan negara indonesia harus mengenal sejarah negara kita
sendiri??
Karena
satu hal ” Sejarah itu akan berulang kembali”. Segala kejadian, hal yang pernah
terjadi di masa lampau, suatu saat akan terjadi pula di masa berikutnya dengan
bebrapa variasi namun esensinya tetap sama. Selanjutnya kita akan belajar dari
masa lalu dan tidak mengulangi kesalahan pendahulu.
Selain
itu, dengan mengenal, mempelajari catatan sejarah, kita akan timbul rasa
menghargai atas apa yang kita miliki sebagai bangsa. Betapa besar pengormaban
dan perjuangan para pahlawan juga pendekar dalam rangka untuk merebut
kemerdekaan bangsa ini. Pengorbanan jiwa raga, harta, dan nyawa. Semua itu
harus kita sadari, hormati dan kita jadikan sebagai teladan yag baik dalam
hidup kita.
Salah
satu sejarah perjalanan Bangsa Indonesia ini adalah peristiwa pertempuran di
Ambarawa, pertempuran inipun terjadi paska proklamasi kemerdekaan Indonesia,
dimana para penjajah masih terus berusaha menguasai Indonesai walau Indonesia
telah mengproklamasikan kemerdekaannya.
Pertempuran
Ambarawa terjadi pada tanggal 20 November 1945 dan berakhir sampai dengan
tanggal 15 Desember 1945, antara pasukan TKR (indonesia) melawan pasukan sekutu
(inggris). Ambarawa merupakan sebuah kota yang terletak diantara dua kota yakni
Semarang dan magelang, juga diantara Semarang dan Salatiga.
Peristiwa
ambarawa ini dilatarbelakangi oleh mendaratnya pasukan Inggris dari Divisi
India ke-23 di kota Semarang pada tanggal 20 oktober 1945. Pemerintah Indonesia
memperkenankan sekutu untuk mengurus tawanan perang yang saat itu berada di
penjara Magelang dan Ambarawa.
I.B. Tujuan Penulisan Makalah
Adapun
tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
a. Untuk
mengetahui sejarah kronologis pertempuran Ambarawa (Palagan Ambarawa)
b. Menambah
rasa cinta tanag air dan bangsa.
c. Memenuhi
tugas kelompok mata pelajaran PKN kelas IX semester 2 di MTs AL-FALAH.
I.C. Ruang Lingkup Bahasan Makalah
Dan
ruang lingkup bahasan makalah ini adalah meliputi:
a) Kondisi
Indonesia pasca proklamasi
b) Kronologis
pertempuran Ambarawa
BAB II
PEMBAHASAN
II.A. Kondisi Indonesia pasca
proklamasi
Kemerdekaan
bangsa indonesia 18 Agustus 1945 yang diperoleh melalui perjuangan panjang dan
usaha yang tidak gampang serta memerlukan banyak pegorbanan baik berkorban
harta benda maupun jiwa dan raga. Oleh karena itu pasca kemerdekaan Indonesia
para tokoh – tokoh ndnesia berusaha mengisi kemerdakaan dengan menata kembali
keadaan bangsa yang kacau pasca kemerdekaan. Namun tidak semudah seperti yang
diharapkan oleh bangsa Indonesia untuk menggisi kemerdekaan dan membangun suatu
bangsa di masaawal kemerdekaan, hal ini dikarenakan masih terasanya pengaruh
bangsa kolonial yang ikut campur tangan dalam setiap asfek kehidupan masyarakat
indonesia.
Tugu Palagan
Ambarawa
Setelah
proklamasi kemerdekaan Indonesia bangsa-bangsa penjajah masih saja ingin
menguasai Indonesia dengan berbagai macam cara, Menyerahnya Jepang kepada
sekutu pada tanggal 14 Agustus 1945 membawa hikmah yang sangat besar kepada
perkembangan bangsa Indonesia sebagai sebuah Negara yanag berdaulat. “Vacuum of
Power”, yaitu kekosongan kekuasaan yang terjadi di Indonesia dapat dimanfaatkan
oleh para “Founding fathers” untuk memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17
Agustus 1945 dan dilanjutkan dengan upaya melengkapi kelengkapan Negara melalui
sidang PPKI tanggal 18, 19 dan 22 Agustus 1945. Maka lengkap dan sah lah
Indonesia sebagai sebuah Negara berdaulat dengan nama Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Dengan
menyerahnya Jepang terhadap Sekutu pada tanggal 15 Agustus 1945, dan disusul
dengan diproklamarkan Republik Indonesia 17 Agustus 1945, maka seharusnya
tamatlah kekuasaan Jepang di Indonesia. Akan tetapi setelah kekalahan pihak
Jepang, rakyat dan pejuang Indonesia berupaya melucuti senjata para tentara Jepang.
Maka timbullah pertempuran-pertempuran yang memakan korban di banyak daerah.
Dan
salah satu pertempuran yang terjadi pasca proklamasi kemerdekaan Indonesia
diantaranya adalah pertempuran di Ambarawa atau biasa yang disebut Palagan
Ambarawa.
II.B. Kronologis pertempuran
Ambarawa
Pertempuran
Ambarawa pada tanggal 20 November berakhir tanggal 15 Desember 1945, antara
pasukan TKR melawan pasukan inggris. Ambarawa merupakan kota yang terletak
antara kota Semarang dan magelang, serta Semarang dan Salatiga. Peristiwa ini
dilatarbelakangi oleh mendaratnya pasukan Sekutu dari Divisi India ke-23 di
Semarang pada tanggal 20 oktober 1945. Pemerintah Indonesia memperkenankan
mereka untuk mengurus tawanan perang yang berada di penjara Ambarawa dan
Magelang.
Kedatangan
pasukan Sekutu (Inggris) diikuti oleh pasukan NICA. Mereka mempersenjatai para
bekas tawanan perang Eropa, sehingga pada tanggal 26 Oktober 1945 terjadi
insiden di Magelang yang kemudian terjadi pertempuran antara pasukan TKR dengan
pasukan Sekutu. Insiden berakhir setelah Presiden Soekarno dan Brigadir
Jenderal Bethell datang ke Magelang pada tanggal 2 November 1945. Mereka
mengadakan perundingan gencatan senjata dan memperoleh kata sepakat yang
dituangkan da1am 12 pasal. Naskah persetujuan itu berisi antara lain:
Pihak
Sekutu akan tetap menempatkan pasukannya di Magelang untuk melakukan
kewajibannya melindungi dan mengurus evakuasi pasukan Sekutu yang ditawan
pasukan Jepang (RAPWI) dan Palang Merah (Red Cross) yang menjadi bagian dari
pasukan Inggris. Jumlah pasukan Sekutu dibatasi sesuai dengan tugasnya.
Pada
tanggal 20 Oktober 1945, tentara Sekutu di bawah pimpinan Brigadir Bethell
mendarat di Semarang dengan maksud mengurus tawanan perang dan tentara Jepang
yang berada di Jawa Tengah. Kedatangan sekutu ini diboncengi oleh NICA.
21
November 1945 sekitar pukul 05.30
pertahanan BPI dan TKR terjadi keributan karena tepat dari arah belakang
pertahanan, terjadi penyusupan tentara Jepang yang menembak mati dua orang
pemuda, Surat anggota BKR TKR Ambarawa dan Suwito anggota BPI Ambarawa.
Ternyata
tentara Jepang yang ditawan di benteng Willem I
telah dibebaskan tentara Sekutu pada pertengahan Oktober 1945 untuk
memperkuat pertahanan Sekutu di Ambarawa.
Kedatangan
Sekutu ini mulanya disambut baik, bahkan Gubernur Jawa Tengah Mr Wongsonegoro
menyepakati akan menyediakan bahan makanan dan keperluan lain bagi kelancaran
tugas Sekutu, sedang Sekutu berjanji tidak akan mengganggu kedaulatan Republik
Indonesia.
Namun,
ketika pasukan Sekutu dan NICA telah sampai di Ambarawa dan Magelang untuk
membebaskan para tawanan tentara Belanda, para tawanan tersebut malah
dipersenjatai sehingga menimbulkan kemarahan pihak Indonesia. Insiden
bersenjata timbul di kota Magelang, hingga terjadi pertempuran. Di Magelang,
tentara Sekutu bertindak sebagai penguasa yang mencoba melucuti Tentara
Keamanan Rakyat dan membuat kekacauan. TKR Resimen Magelang pimpinan Letkol. M.
Sarbini membalas tindakan tersebut dengan mengepung tentara Sekutu dari segala
penjuru. Namun mereka selamat dari kehancuran berkat campur tangan Presiden
Soekarno yang berhasil menenangkan suasana. Kemudian pasukan Sekutu secara
diam-diam meninggalkan Kota Magelang menuju ke benteng Ambarawa. Akibat
peristiwa tersebut, Resimen Kedu Tengah di bawah pimpinan Letkol. M. Sarbini
segera mengadakan pengejaran terhadap mereka. Gerakan mundur tentara Sekutu
tertahan di Desa Jambu karena dihadang oleh pasukan Angkatan Muda di bawah
pimpinan Oni Sastrodihardjo yang diperkuat oleh pasukan gabungan dari Ambarawa,
Suruh dan Surakarta.
Sesaat
sebelum pertempuran terjadi, Kepala Polisi Ambarawa Pratikno telah
memerintahkan agar Kantor Polisi Ambarawa pindah tempat. Warga meminta bantuan
TKR Sarmudji dan Kasnan untuk mendobrak dan mengambil barang-barang dan bahan
makanan untuk dibawa ke dapur umum Kedunggupit. Di sana ditemukan dua senapan
berburu dan beberapa pelurunya (patroom). Dari TKR Sarmudji, senapan itu
diserahkan kepada seorang mantan KNIL bernama Pak Kartowikromo dan yang satu
lagi diserahkan kepada Pak Kartokemis. Kemudian hari, para TKR menangkap Pak
Kartowikromo yang mantan KNIL dan Pak Kartokemis karena diduga mata-mata
Belanda. Walaupun telah dijelaskan bawa senjata itu mereka peroleh dari TKR Sarmudji,
mereka tetap ditahan.
Untungnya
saat itu TKR Sarmudji masih sempat menemui TKR dari Magelang itu dan akhirnya
Pak Kartowikromo dan Pak Kartokemis dibebaskan. Mengingat betapa mengerikan
hukuman bagi mata-mata saat itu adalah hukuman penggal leher.
Pada
masa revolusi saat itu, hukum memang tidak lagi berlaku. Opini umum dan ucapan-ucapan
tak mendasar lebih dipercaya sehingga timbul banyak korban tak
berdosa.(Sarmudji.2001 hal 17)
Hari
Minggu Legi, 25 November 1945 pukul 09.00 Seksi Soengkono yang beranggotakan 48
orang baru saja masuk ke gedung tua di deusun Baran Dukuh setelah tiga hari
tiga malam bertugas di sektor utara.
Tiba-tiba
terlihat dua pesawat Dakota dan tiga pesawat Mustang melintas berputar di kota
Ambarawa. Dua pesawat Dakota terbang merendah menerjukan payung parasut di
lapangan militer Turonggo Ceta membawa keperluan logistik.
Ternyata
setelah berputar dua tiga kali tiga pesawat mustang membagi daerah serangan.
Satu mustang terbang ke utara menuju Bandungan,memberondongkan senapan mesin
kemudian terbang ke barat, terus ke selatan dan ke timur dan menjatuhkan bom di
rumpun bambu yang hingga kini berbekas lubang selebar 8 meter dengan kedalaman
2,5 meter. Serangan ini terjadi sekitar pukul 11.00 di desa Bandungan,
Ambarawa.
Pesawat
mustang yang ke dua melaju ke sektor barat ke arah kecamatan Jambu. Inilah awal
tragedi gugurnya Letnan Kolonel Isdiman.
Hari
itu pukul 05.30 telah datang di desa Klurahan, kecamatan Jambu Beliau Letkol
Isdiman, seorang Dan Res I Divisi V Purwokerto. Beliau adalah orang kepercayaan
Kolonel Soedirman yang bertugas mengatur siasat dalam Petempuran Ambarawa.
Beliau akan bertemu dengan Mayor Imam Androngi, Dan Yon TKR Banyumas yang ikut
menggiring tentara sekutu mundur dari Magelang ke Ambarawa. Kolonel Soedirman
berkehendak agar Mayor Imam Androngi tidak memikul tugas ganda yaitu sebagai
Dan Yon tempur sekaligus perwira siasat. Untuk itu sedianya dilakukan serah
terima di SD Klurahan, kecamatan Jambu.
Namun
belum sempat serah terima dilaksanakan, sebuah pesawat mustang melayang di atas
desa Klurahan. Letkol Isdiman dan Mayor Imam Androngi berlari ke belakang
sekolah dan berlindung pada rumpun pisang dan pohon waru yang tumbuh di
gundukan parit. Semua TKR berhamburan keluar untuk mencari perlindungan.
Rupanya pilot mustang mengetahui gerak TKR dan mobil yang diparkir tanpa
kamuflase yang cukup. Dari arah utara pesawat terbang merendah disertai
berondongan peluru miltraliyur. Kemudian karena bangunan sekolah terletak di
perbukitan maka pesawat dapat terbang sejajar hampir rata dengan tanah bangunan
sekolah dengan berondongan ke duanya. Setelah itu serangan dilanjutkan ke desa
Ngampin dan menjatuhkan bom di jalan raya Semarang Magelang yang berakibat
terbentuknya lubang selebar 7 meter dengan kedalaman 2,5 meter.
Pada
berondongan ke dua Letkol Isdiman tertembus peluru senapan mesin 12, 7 mm yang
menyebabkan pahanya hancur. Kemudian Mayor Imam Androngi memerintahkan pengawal
dan sopirnya untuk melarikan Letkol Isdiman ke RS Magelang. Komando pertempuran
diambil alih oleh Letkol Gatot Subroto. Namun pada subuh 26 November 1945
Letkol Isdiman telah menghadap ke hadirat Illahi sebagai kusuma bangsa. Letkol Isdiman dimakamkan di Yogyakarta. Untuk
mengenang jasanya, didirikanlah Museum Isdiman. Selain itu di Klurahan Juga
terdapat Monumen dan Masjid Isdiman
Pesawat
mustang ke tiga menyerang sektor timur dan memberondong dan menjatuhkan bom di
kecamatan Tuntang. Sasaran berikutnya adalah desa Kesongo dan Lopait. Ketika pesawat terbang rendah ternyata
sudah disiapkan sebuah truk yang memuat sebuah senjata anti serangan udara
Batalyon TKR dari Jebres, Surakarta yang diatur enam orang Heiho. Pesawat itu
pun disergap dengan tembakan tepat menembus pesawat mustang ini. Akhirnya
pesawat ini jatuh dengan posisi kepala menghujam rumpun enceng gondok di
rawa.
Warga
dusun Sumurup, desa Ngasinan yang siaga segera menuju ke lokasi jatuhnya
pesawat dan bersama-sama membantai pilot itu dan membuangnya ke rawa.
Masyarakat tidak tahu masalah hukum perang internasional dan apa Konvensi
Jenewa itu.Semboyan “bunuhlah musuhmu, sebelum kamu dibunuh oleh musuhmu.”
berlaku.(Sarmudji.2001. hal 24)
Menurut penuturan seorang mantan Heiho dan TKR
Jebres, almarhum Bapak Djapar dan kesaksian warga desa Kesongo, dua mustang
yang mengetahui jatuhnya mustang di sektor timur langsung menyerang desa
Kesongo. Enam heiho bersama truk yang mengangkut senjata tertembak dan
terbakar.
Kehadiran
Kolonel Sudirman memberikan napas baru serta meningkatkan semangat bagi para
pasukan. Koordinasi diadakan di antara komando-komando sektor dan pengepungan
terhadap musuh semakin ketat. Siasat yang diterapkan adalah serangan pendadakan
serentak di semua sektor. Bala bantuan terus mengalir dari Yogyakarta, Solo,
Salatiga, Purwokerto, Magelang, Semarang, dan lain-lain.
Tanggal
23 November 1945, ketika fajar menjelang, mulailah tembak-menembak dengan
pasukan Sekutu yang bertahan di kompleks gereja dan kerkhop Belanda di Jl.
Margo Agoeng. Pasukan Indonesia terdiri dari Yon. Imam Adrongi, Yon. Soeharto
dan Yon. Soegeng. Tentara Sekutu mengerahkan tawanan-tawanan Jepang dengan
diperkuat tanknya, menyusup ke tempat kedudukan Indonesia dari arah belakang,
karena itu pasukan Indonesia pindah ke Bedono.
Kolonel
Siedirman saat bergabung dengan pasukan
Sedangkan
dari arah Magelang pasukan TKR Divisi V/Purwokerto di bawah pimpinan Imam
Androngi melakukan serangan fajar pada tanggal 21 November 1945. Serangan itu
bertujuan untuk memukul mundur pasukan Sekutu yang bertahan di desa Pingit.
Pasukan yang dipimpin oleh Imam Androngi herhasil menduduki desa Pingit dan
melakukan perebutan terhadap desa-desa sekitarnya. Batalion Imam Androngi
meneruskan gerakan pengejarannya. Kemudian Batalion Imam Androngi diperkuat
tiga hatalion dari Yogyakarta, yaitu Batalion 10 di bawah pimpinan Mayor
Soeharto, Batalion 8 di bawah pimpinan Mayor Sardjono, dan batalion Sugeng.
Akhirnya
musuh terkepung, walaupun demikian, pasukan musuh mencoba untuk menerobos
kepungan itu. Caranya adalah dengan melakukan gerakan melambung dan mengancam
kedudukan pasukan TKR dengan menggunakan tank-tank dari arah belakang. Untuk
mencegah jatuhnya korban, pasukan TKR mundur ke Bedono. Dengan bantuan Resimen
Dua yang dipimpin oleh M. Sarbini, Batalion Polisi Istimewa yang dipimpin oleh
Onie Sastroatmojo, dan batalion dari Yogyakarta mengakibatkan gerakan musuh
berhasil ditahan di desa Jambu. Di desa Jambu, para komandan pasukan mengadakan
rapat koordinasi yang dipimpin oleh Kolonel Holland Iskandar.
Rapat
itu menghasilkan pembentukan komando yang disebut Markas Pimpinan Pertempuran,
bertempat di Magelang. Sejak saat itu, Ambarawa dibagi atas empat sektor, yaitu
sektor utara, sektor timur, sektor selatan, dan sektor barat. Kekuatan pasukan
tempur disiagakan secara bergantian. Pada tanggal 26 November 1945, pimpinan
pasukan dari Purwokerto Letnan Kolonel Isdiman gugur maka sejak saat itu
Kolonel Sudirman Panglima Divisi V di Purwokerto mengambil alih pimpinan
pasukan. Situasi pertempuran menguntungkan pasukan TKR.
Pasukan TKR saat
di Kebumen
Tentara
Sekutu kembali dihadang oleh Batalyon I Soerjosoempeno di Ngipik. Pada saat
pengunduran, tentara Sekutu mencoba menduduki dua desa di sekitar Ambarawa.
Pasukan Indonesia di bawah pimpinan Letkol. Isdiman berusaha membebaskan kedua
desa tersebut, namun ia gugur terlebih dahulu. Sejak gugurnya Letkol. Isdiman,
Komandan Divisi V Banyumas, Kol. Soedirman merasa kehilangan seorang perwira
terbaiknya dan ia langsung turun ke lapangan untuk memimpin pertempuran.
Kehadiran Kol. Soedirman memberikan napas baru kepada pasukan-pasukan RI.
Koordinasi diadakan di antara komando-komando sektor dan pengepungan terhadap
musuh semakin ketat. Siasat yang diterapkan adalah serangan pendadakan serentak
di semua sektor. Bala bantuan terus mengalir dari Yogyakarta, Solo, Salatiga,
Purwokerto, Magelang, Semarang, dan lain-lain.
Tanggal
23 November 1945 ketika matahari mulai terbit, mulailah tembak-menembak dengan
pasukan Sekutu yang bertahan di kompleks gereja dan kerkhop Belanda di Jl.
Margo Agoeng. Pasukan Indonesia terdiri dari Yon. Imam Adrongi, Yon. Soeharto
dan Yon. Soegeng. Tentara Sekutu mengerahkan tawanan-tawanan Jepang dengan
diperkuat tanknya, menyusup ke tempat kedudukan Indonesia dari arah belakang,
karena itu pasukan Indonesia pindah ke Bedono.
Musuh
terusir dari Banyubiru pada tanggal 5 Desember 1945. Setelah mempelajari
situasi pertempuran, pada tanggal 11 Desember 1945 Kolonel Sudirman mengambil
prakarsa untuk mengumpulkan setiap komandan sektor. Dalam kesimpulannya
dinyatakan bahwa musuh telah terjepit sehingga perlu dilaksanakan serangan yang
terakhir, rencana serangan disusun sebagai berikut:
1. Serangan
dilakukan serentak dan mendadak dari semua sector.
2. Setiap
komandan sektor memimpin pelaksanaan serangan.
3. Pasukan
badan perjuangan (laskar) menjadi tenaga cadangan.
4. Hari
serangan adalah 12 Desember 1945, pukul 04.30.
Akhir
dari Pertempuran Ambarawa terjadi pada tanggal 12 Desember 1945 dini hari,
pasukan TKR bergerak menuju sasarannya masing-masing. Dalam waktu setengah jam
pasukan TKR berhasil mengepung pasukan musuh yang ada di dalam kota. Pertahanan
musuh yang terkuat diperkirakan di Benteng Willem yang terletak di tengah-tengah
kota Ambarawa. Kota Ambarawa dikepung selama empat hari empat malam. Musuh yang
merasa kedudukannya terjepit berusaha keras untuk mundur dari medan
pertempuran. Pada tanggal 15 Desember 1945, musuh meninggalkan kota Ambarawa
dan mundur ke Semarang.
Pada
tanggal 11 Desember 1945, Kol. Soedirman mengadakan rapat dengan para Komandan
Sektor TKR dan Laskar. Pada tanggal 12 Desember 1945 jam 04.30 pagi, serangan
mulai dilancarkan. Pembukaan serangan dimulai dari tembakan mitraliur terlebih
dahulu, kemudian disusul oleh penembak-penembak karaben. Pertempuran berkobar
di Ambarawa. Satu setengah jam kemudian, jalan raya Semarang-Ambarawa dikuasai
oleh kesatuan-kesatuan TKR.
Pertempuran
Ambarawa berlangsung sengit. Kol. Soedirman langsung memimpin pasukannya yang menggunakan
taktik gelar supit urang, atau pengepungan rangkap dari kedua sisi sehingga
musuh benar-benar terkurung. Suplai dan komunikasi dengan pasukan induknya
diputus sama sekali. Setelah bertempur selama 4 hari, pada tanggal 15 Desember
1945 pertempuran berakhir dan Indonesia berhasil merebut Ambarawa dan Sekutu
dibuat mundur ke Semarang.
Adapun
tokoh-tokoh terkenal dalam pertempuran di ambarawa adalah sebagai berikut:
1. Letkol
Isdiman, gugur medan pertempuran ambarawa
2. Kolonel
Sudirman, pemimpin pasukan Indonesia menggantikan Isdiman yang gugur dahulu.
3. M
Sarbini, Pemimpin TKR Resimen magelang.
4. Brigadir
Bethel, Pemimpin tentara Inggris
BAB III
PENUTUP
III.A. Kesimpulan
Pertempuran
Ambarawa pada tanggal 20 November berakhir tanggal 15 Desember 1945, antara
pasukan TKR melawan pasukan inggris. Ambarawa merupakan kota yang terletak
antara kota Semarang dan magelang, serta Semarang dan Salatiga. Peristiwa ini
dilatarbelakangi oleh mendaratnya pasukan Sekutu dari Divisi India ke-23 di Semarang
pada tanggal 20 oktober 1945. Pemerintah Indonesia memperkenankan mereka untuk
mengurus tawanan perang yang berada di penjara Ambarawa dan Magelang.
“Perselisihan
timbul karena sikap orang-orang Belanda tertentu yang diperbantukan kepada
RAPWI, dan pemboikotan dilancarkan sebagai tindakan balasan oleh pemuda
setempat,” tulis Ben. Bentrokan antara tentara Sekutu dengan Tentara Keamanan
Rakyat (TKR) dan laskar-laskar pemuda memang tak bisa dihindari. Namun, pasukan
Inggris, termasuk di dalamnya dari unit-unit Gurkha, bisa dipukul mundur pada
21 November 1945. Meski sudah pergi dari Magelang, pasukan Sekutu yang mundur
ke Ambarawa terus didesak pasukan Republik. Bahkan Ambarawa berhasil dikepung
pasukan Republik.
Pertempuran
Ambarawa berlangsung sengit. Kol. Soedirman langsung memimpin pasukannya yang
menggunakan taktik gelar supit urang, atau pengepungan rangkap dari kedua sisi
sehingga musuh benar-benar terkurung. Suplai dan komunikasi dengan pasukan
induknya diputus sama sekali. Setelah bertempur selama 4 hari, pada tanggal 15
Desember 1945 pertempuran berakhir dan Indonesia berhasil merebut Ambarawa dan
Sekutu dibuat mundur ke Semarang.
“Sejarah
memiliki tampuk istimewa dalam hidup manusia, tapi tidak lagi melekat utuh pada
realitas. Sejarah seperti awan yang tampak padat berisi tapi ketika disentuh
menjadi embun yang rampuh."
III.B. Saran
Dari kejadian palagan Ambarawa ini maka kami
menyarankan beberapa hal, diantaranya:
1. Sebagai
generasi muda maka harus selalu menghargai jasa para pahlawan.
2. Tanamkan
sikap rela berkorban, dan semangat berjuang demi bangsa dan negara seperti yang
telah dilakukan oleh para pendahulu kita.
3. Akan
lebih baik apabila kita mengimplementasikan semangat para pejuang kedalam
kehidupan kita sehari-hari.
izin copy
ReplyDelete