BAB I
PENDAHULUAN
I.A. Pembukaan
Istilah
akulturasi berasal dari bahasa Latin “acculturate” yang berarti “tumbuh dan
berkembang bersama”. Secara umum, pengertian akulturasi (acculturation) adalah
perpaduan budaya yang kemudian menghasilkan budaya baru tanpa menghilangkan
unsur-unsur asli dalam budaya tersebut. Misalnya, proses percampuran dua budaya
atau lebih yang saling bertemu dan berlangsung dalam waktu yang lama sehingga
bisa saling memengaruhi.
Sedangkan,
menurut Koentjaraningrat, akulturasi adalah proses sosial yang terjadi bila
kelompok sosial dengan kebudayaan tertentu dihadapkan pada kebudayaan asing
yang berbeda. Syarat terjadinya proses akulturasi adalah adanya persenyawaan
(affinity) yaitu penerimaan kebudayaan tanpa rasa terkejut, kemudian adanya
keseragaman (homogenity) seperti nilai baru yang tercerna akibat keserupaan
tingkat dan corak budayanya.
Akulturasi
adalah suatu proses sosial yang timbul manakala suatu kelompok manusia dengan
kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu kebudayaan asing.
Kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaannya
sendiri tanpa menyebabkan hilangnya unsur kebudayaan kelompok itu sendiri.
Contoh akulturasi: Saat budaya rap dari negara asing digabungkan dengan bahasa
Jawa, sehingga menge-rap dengan menggunakan bahasa Jawa. Ini terjadi di acara
Simfoni Semesta Raya.
Pada
kesempatan kali ini kami akan coba menyajikan bahasan tentang akulturasi budaya
nusantara dengan hindu budha.
I.B. Tujuan Pelunilsan
Adapun tujuan
dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.
Menyelesaikan tugas mata pelajaran Sejarah
Indonesia, pada semester 2, tahun ajaran 2018/2019.
2.
Memahami dan mendalami materi tentang akulturasi
budaya, pada mata pelajaran Sejarah Indonesia.
I.C. Ruang Lingkup Bahasan
Adapun ruang
lingkup dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1.
Pengertian akulturasi budaya.
2.
Contoh akulturasi budaya.
3.
Akulturasi budaya dengan hindu budha.
Seluruh ruang
lingkup bahasan akan di jelaskan dan di bahas pada bab 2 pada makalah ini.
BAB II
PEMBAHASAN
II.A. Pengertian
Akulturasi
kebudayaan yaitu suatu proses percampuran antara unsur-unsur kebudayaan yang
satu dengan kebudayaan yang lain, sehingga membentuk kebudayaan baru.
Kebudayaan baru yang merupakan hasil percampuran itu masing-masing tidak
kehilangan kepribadian/ciri khasnya. Oleh karena itu, untuk dapat
berakulturasi, masing-masing kebudayaan harus seimbang. Begitu juga untuk
kebudayaan Hindu-Buddha dari India dengan kebudayaan Indonesia asli.
Sedangkan,
menurut Koentjaraningrat, akulturasi adalah proses sosial yang terjadi bila
kelompok sosial dengan kebudayaan tertentu dihadapkan pada kebudayaan asing
yang berbeda. Syarat terjadinya proses akulturasi adalah adanya persenyawaan
(affinity) yaitu penerimaan kebudayaan tanpa rasa terkejut, kemudian adanya
keseragaman (homogenity) seperti nilai baru yang tercerna akibat keserupaan
tingkat dan corak budayanya.
Akulturasi
menjadi salah satu bagian dari bentuk asosiatif dalam masyarakat. Sebagai
bentuk asositif dalam masyarakat akulturasi memiliki hubungan yang erat antara
masyarakat satu dengan masyarakat yang lainnya. Termasuk dalam sistem
kebudayaan yang selalu hadir disetiap segmen kehidupan manusia.
Proses
terjadinya, akulturasi budaya dalam masyarakat biasanya memakan waktu lama akan
tetapi ada yang hanya membutuhkan waktu sedikit, semua kondisi akulturasi tersebut tentusaja bergantung pada persepsi
masyarakat setempat terhadap budaya asing yang masuk.
Akulturasi
bisa terjadi dalam kurun waktu yang relatif lama apabila masuknya melalui proses
pemaksaaan dalam masyarakat, hal ini tentsauaja akan menimbulkan konflik sosial
(baca; pengertian konflik sosial) yang dapat merusak keteraturan dalam
kehidupan masyarakat. Akan tetapi jika sebaliknya masuknya akulturasi ini
melalui proses damai, maka akulturasi tersebut akan relatif lebih cepat.
Kedua bentuk
akulturasi yang ada antara pemaksanaan dan juga dengan damai memiliki kelebihan
dan kekuarangan. Salah satu kelebihannya jika akulturasi dilakukan dengan
keadaan pemaksaaan seperti dalam penggaburan yang dilakukan penjejah di
Indonesia, maka akulturasi akan hilang dengan ceoat takalah penjajahan telah
tiada. Dan untuk kelebihan apabila akulturasi dilakukan secara damai maka
budaya yang ada tersebut akan berlangsung sangat lama dan melekat erat dalam
kehidupan masyarakat.
Akulturasi
bisa terjadi melalui kontak budaya yang bentuknya bermacam-macam, antara lain
sebagai berikut:
a)
Kontak sosial pada seluruh lapisan masyarakat,
sebagian masyarakat, atau bahkan antar individu dalam dua masyarakat.
b)
Kontak budaya dalam situasi bersahabat atau
situasi bermusuhan.
c)
Kontak budaya antara kelompok yang menguasai dan
dikuasai dalam seluruh unsur budaya, baik dalam ekonomi, bahasa. teknologi.
kemasyarakatan. agama, kesenian, maupun ilmu pengetahuan.
d)
Kontak budaya antara masyarakat yang jumlah
warganya banyak atau sedikit.
e)
Kontak budaya baik antara sistem budaya, sistem
sosial, maupun unsur budaya fisik.
II.B. Contoh akulturasi budaya.
a. Seni Bangunan
Seni bangunan
tampak pada bangunan candi sebagai wujud percampuran antara seni asli bangsa
Indonesia dengan seni Hindu-Budha. Candi merupakan bentuk perwujudan akulturasi
budaya bangsa Indonesia dengan India. Candi merupakan hasil bangunan zaman
megalitikum yaitu bangunan punden berundak-undak yang mendapat pengaruh Hindu
Budha. Contohnya candi Borobudur. Pada candi disertai pula berbagai macam benda
yang ikut dikubur yang disebut bekal kubur sehingga candi juga berfungsi
sebagai makam bukan semata-mata sebagai rumah dewa. Sedangkan candi Budha,
hanya jadi tempat pemujaan dewa tidak terdapat peti pripih dan abu jenazah
ditanam di sekitar candi dalam bangunan stupa.
b. Seni Tarian
Tari Betawi.
Sejak dulu orang Betawi tinggal di berbagai wilayah Jakarta. Ada yang tinggal
di pesisir, di tengah kota dan pinggir kota. Perbedaan tempat tinggal
menyebabkan perbedaan kebiasaan dan karakter. Selain itu interaksi dengan suku
bangsa lain memberi ciri khas bagi orang Betawi. Tari yang diciptakanpun
berbeda. Interaksi orang Betawi dengan bangsa Cina tercipta tari cokek, lenong,
dan gambang kromong.
c. Seni Berpakaian
Pakaian Adat
Betawi, orang Betawi pada umumnya mengenal beberapa macam pakaian. Namun yang
lazim dikenakan adalah pakaian adat berupa tutup kepala (destar) dengan baju
jas yang menutup leher (jas tutup) yang digunakan sebagai stelan celana panjang
Melengkapi pakaian adat pria Betawi ini, selembar kain batik dilingkari pada
bagian pinggang dan sebilah belati diselipkan di depan perut. Para wanita
biasanya memakai baju kebaya, selendang panjang yamg menutup kepala serta kain
batik. Pada pakaian pengantin, terlihat hasil proses asimilasi dart berbagai
kelompok etnis pembentuk masyarakat Betawi. Pakaian yang digunakan pengantin
pria, yang terdiri dari: sorban, jubah panjang dan celana panjang banyak
dipengaruhi oleh kebudayaan Arab. Sedangkan pada pakaian pengantin wanita yang
menggunakan syangko (penutup muka), baju model encim dan rok panjang
memperlihatkan adanya pengaruh kebudayaan Cina Uniknya, terompah (alas kaki)
yang dikenakan oleh pengantin pria dan wanita dipengaruhi oleh kebudayaanArab.
d. Adat Kebiasaan
Tradisi
membagi rezeki saat hari raya sebenarnya terjadi karena proses akulturasi
budaya Tionghoa dengan Islam. Memberi dengan ketulusan hati merupakan bagian
luhur dari menjalankan kewajiban sebagai manusia. Dan lebih indah lagi jika
segala kebajikan dilakukan di hari raya. Menjalankan tradisi tentu merupakan
bagian dari kebajikan. Tradisi yang diwariskan leluhur sejatinya tetap
dilaksanakan karena mengandung nilai-nilai moral yang bertujuan baik. Salah
satu tradisi Lebaran yang tak kalah populer adalah berbagi rezeki.
e. Seni Sastra dan Aksara
Pengaruh India
membawa perkembangan seni sastra di Indonesia. Seni sastra waktu itu ada yang
berbentuk prosa dan ada yang berbentuk tembang (puisi). Berdasarkan isinya,
kesusasteraan dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu tutur (pitutur kitab
keagamaan), kitab hukum, dan wiracarita (kepahlawanan).
Bentuk
wiracarita ternyata sangat terkenal di Indonesia, terutama kitab Ramayana dan
Mahabarata. Kemudian timbul wiracarita hasil gubahan dari para pujangga
Indonesia. Misalnya, Baratayuda yang digubah oleh Mpu Sedah dan Mpu Panuluh.
Juga munculnya cerita-cerita Carangan. Berkembangnya karya sastra terutama yang
bersumber dari Mahabarata dan Ramayana, melahirkan seni pertunjukan wayang kulit
(wayang purwa). Pertunjukan wayang kulit di Indonesia, khususnya di Jawa sudah
begitu mendarah daging. Isi dan cerita pertunjukan wayang banyak mengandung
nilai-nilai yang bersifat edukatif (pendidikan).
Cerita dalam
pertunjukan wayang berasal dari asli dari Indonesia. Seni pahat dan ragam luas
yang ada pada wayang disesuaikan dengan seni di Indonesia. Di samping bentuk
dan ragam hias wayang, muncul pula tokoh-tokoh pewayangan yang khas Indonesia.
Misalnya tokohtokoh punakawan seperti Semar, Gareng, dan Petruk. Tokohtokoh ini
tidak ditemukan di India.
Perkembangan
seni sastra yang sangat cepat didukung oleh penggunaan huruf pallawa, misalnya
dalam karya-karya sastra Jawa Kuno. Pada prasasti-prasasti yang ditemukan
terdapat unsur India dengan unsur budaya Indonesia. Misalnya, ada prasasti
dengan huruf Nagari (India) dan huruf Bali Kuno (Indonesia).
f. Sistem Kepercayaan
Sejak masa
praaksara, orang-orang di Kepulauan Indonesia sudah mengenal simbol-simbol yang
bermakna filosofis. Sebagai contoh, kalau ada orang meninggal, di dalam
kuburnya disertakan benda-benda. Di antara benda-benda itu ada lukisan seorang
naik perahu, ini memberikan makna bahwa orang yang sudah meninggal rohnya akan
melanjutkan perjalanan ke tempat tujuan yang membahagiakan yaitu alam baka.
Masyarakat waktu itu sudah percaya adanya kehidupan sesudah mati, yakni sebagai
roh halus.
Oleh karena
itu, roh nenek moyang dipuja oleh orang yang masih hidup (animisme). Setelah
masuknya pengaruh India kepercayaan terhadap roh halus tidak punah. Misalnya
dapat dilihat pada fungsi candi. Fungsi candi atau kuil di India adalah sebagai
tempat pemujaan.
Di Indonesia,
di samping sebagai tempat pemujaan, candi juga sebagai makam raja atau untuk
menyimpan abu jenazah raja yang telah meninggal. Itulah sebabnya peripih tempat
penyimpanan abu jenazah raja didirikan patung raja dalam bentuk mirip dewa yang
dipujanya. Ini jelas merupakan perpaduan antara fungsi candi di India dengan
tradisi pemakaman dan pemujaan roh nenek moyang di Indonesia.
Bentuk
bangunan lingga dan yoni juga merupakan tempat pemujaan terutama bagi
orang-orang Hindu penganut Syiwaisme. Lingga adalah lambang Dewa Syiwa. Secara
filosofis lingga dan yoni adalah lambang kesuburan dan lambang kemakmuran.
Lingga lambang laki-laki dan yoni lambang perempuan.
g. Sistem Pemerintahan
Setelah
datangnya pengaruh India di Kepulauan Indonesia, dikenal adanya sistem
pemerintahan secara sederhana. Pemerintahan yang dimaksud adalah semacam
pemerintah di suatu desa atau daerah tertentu. Rakyat mengangkat seorang pemimpin
atau semacam kepala suku.
Orang yang
dipilih sebagai pemimpin biasanya orang yang sudah tua (senior), arif, dapat
membimbing, memiliki kelebihan-kelebihan tertentu termasuk dalam bidang
ekonomi, berwibawa, serta memiliki semacam kekuatan gaib (kesaktian). Setelah
pengaruh India masuk, maka pemimpin tadi diubah menjadi raja dan wilayahnya
disebut kerajaan. Hal ini secara jelas terjadi di Kutai. Salah satu bukti
akulturasi dalam bidang pemerintahan, misalnya seorang raja harus berwibawa dan
dipandang memiliki kekuatan gaib seperti pada pemimpin masa sebelum
Hindu-Buddha. Karena raja memiliki kekuatan gaib, maka oleh rakyat raja
dipandang dekat dengan dewa. Raja kemudian disembah, dan kalau sudah meninggal,
rohnya dipuja-puja.
II.C. Akulturasi
Budaya nusantara dengan Hindu Budha
Akulturasi
budaya nusantara dengan Hindu Budha adalah percampuran antara unsur-unsur
kebudayaan nusantara dengan kebudayaan agama Hindu dan Budha, sehingga
membentuk kebudayaan baru dan Kebudayaan baru yang merupakan hasil percampuran
itu masing-masing tidak kehilangan kepribadian/ciri khasnya.
Berikut adalah
contoh-contoh akulturasi budaya nusantara dengan hindu budha:
1. Seni Bangunan
Bentuk-bentuk
bangunan candi di Indonesia pada umumnya merupakan bentuk akulturasi antara
unsur-unsur budaya Hindu- Buddha dengan unsur budaya Indonesia asli. Bangunan
yang megah, patung-patung perwujudan dewa atau Buddha, serta bagianbagian candi
dan stupa adalah unsur-unsur dari India. Bentuk candicandi di Indonesia pada
hakikatnya adalah punden berundak yang merupakan unsur Indonesia asli. Candi
Borobudur merupakan salah satu contoh dari bentuk akulturasi tersebut.
2. Seni Rupa dan Seni UkirMasuknya
pengaruh India juga membawa perkembangan dalam bidang seni rupa, seni pahat,
dan seni ukir. Hal ini dapat dilihat pada relief atau seni ukir yang dipahatkan
pada bagian dindingdinding candi. Misalnya, relief yang dipahatkan pada
dindingdinding pagar langkan di Candi Borobudur yang berupa pahatan riwayat
Sang Buddha. Di sekitar Sang Buddha terdapat lingkungan alam Indonesia seperti
rumah panggung dan burung merpati.
Pada relief
kala makara pada candi dibuat sangat indah. Hiasan relief kala makara, dasarnya
adalah motif binatang dan tumbuh-tumbuhan. Hal semacam ini sudah dikenal sejak
masa sebelum Hindu. Binatang-binatang itu dipandang suci, maka sering
diabadikan dengan cara di lukis.
3. Seni Sastra dan Aksara
Pengaruh India
membawa perkembangan seni sastra di Indonesia. Seni sastra waktu itu ada yang
berbentuk prosa dan ada yang berbentuk tembang (puisi). Berdasarkan isinya,
kesusasteraan dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu tutur (pitutur kitab
keagamaan), kitab hukum, dan wiracarita (kepahlawanan).
Bentuk
wiracarita ternyata sangat terkenal di Indonesia, terutama kitab Ramayana dan Mahabarata.
Kemudian timbul wiracarita hasil gubahan dari para pujangga Indonesia.
Misalnya, Baratayuda yang digubah oleh Mpu Sedah dan Mpu Panuluh. Juga
munculnya cerita-cerita Carangan.
Berkembangnya
karya sastra terutama yang bersumber dari Mahabarata dan Ramayana, melahirkan
seni pertunjukan wayang kulit (wayang purwa). Pertunjukan wayang kulit di
Indonesia, khususnya di Jawa sudah begitu mendarah daging. Isi dan cerita
pertunjukan wayang banyak mengandung nilai-nilai yang bersifat edukatif
(pendidikan). Cerita dalam pertunjukan wayang berasal dari India, tetapi
wayangnya asli dari Indonesia. Seni pahat dan ragam luas yang ada pada wayang
disesuaikan dengan seni di Indonesia.
Di samping
bentuk dan ragam hias wayang, muncul pula tokoh-tokoh pewayangan yang khas
Indonesia. Misalnya tokohtokoh punakawan seperti Semar, Gareng, dan Petruk.
Tokohtokoh ini tidak ditemukan di India. Perkembangan seni sastra yang sangat
cepat didukung oleh penggunaan huruf pallawa, misalnya dalam karya-karya sastra
Jawa Kuno. Pada prasasti-prasasti yang ditemukan terdapat unsur India dengan
unsur budaya Indonesia. Misalnya, ada prasasti dengan huruf Nagari (India) dan
huruf Bali Kuno (Indonesia).
4. Sistem Kepercayaan
Sejak masa
praaksara, orang-orang di Kepulauan Indonesia sudah mengenal simbol-simbol yang
bermakna filosofis. Sebagai contoh, kalau ada orang meninggal, di dalam
kuburnya disertakan benda-benda. Di antara benda-benda itu ada lukisan seorang
naik perahu, ini memberikan makna bahwa orang yang sudah meninggal rohnya akan
melanjutkan perjalanan ke tempat tujuan yang membahagiakan yaitu alam baka.
Masyarakat waktu itu sudah percaya adanya kehidupan sesudah mati, yakni sebagai
roh halus. Oleh karena itu, roh nenek moyang dipuja oleh orang yang masih hidup
(animisme).
Setelah
masuknya pengaruh India kepercayaan terhadap roh halus tidak punah. Misalnya
dapat dilihat pada fungsi candi. Fungsi candi atau kuil di India adalah sebagai
tempat pemujaan. Di Indonesia, di samping sebagai tempat pemujaan, candi juga
sebagai makam raja atau untuk menyimpan abu jenazah raja yang telah meninggal.
Itulah sebabnya peripih tempat penyimpanan abu jenazah raja didirikan patung
raja dalam bentuk mirip dewa yang dipujanya. Ini jelas merupakan perpaduan
antara fungsi candi di India dengan tradisi pemakaman dan pemujaan roh nenek
moyang di Indonesia.
Bentuk
bangunan lingga dan yoni juga merupakan tempat pemujaan terutama bagi
orang-orang Hindu penganut Syiwaisme. Lingga adalah lambang Dewa Syiwa. Secara
filosofis lingga dan yoni adalah lambang kesuburan dan lambang kemakmuran.
Lingga lambang laki-laki dan yoni lambang perempuan.
5. Sistem Pemerintahan
Setelah
datangnya pengaruh India di Kepulauan Indonesia, dikenal adanya sistem
pemerintahan secara sederhana. Pemerintahan yang dimaksud adalah semacam
pemerintah di suatu desa atau daerah tertentu. Rakyat mengangkat seorang
pemimpin atau semacam kepala suku. Orang yang dipilih sebagai pemimpin biasanya
orang yang sudah tua (senior), arif, dapat membimbing, memiliki
kelebihan-kelebihan tertentu termasuk dalam bidang ekonomi, berwibawa, serta
memiliki semacam kekuatan gaib (kesaktian). Setelah pengaruh India masuk, maka
pemimpin tadi diubah menjadi raja dan wilayahnya disebut kerajaan. Hal ini
secara jelas terjadi di Kutai.
BAB III
PENUTUP
III.A. Kesimpulan
Akulturasi
kebudayaan yaitu suatu proses percampuran antara unsur-unsur kebudayaan yang
satu dengan kebudayaan yang lain, sehingga membentuk kebudayaan baru.
Kebudayaan baru yang merupakan hasil percampuran itu masing-masing tidak
kehilangan kepribadian/ciri khasnya. Oleh karena itu, untuk dapat
berakulturasi, masing-masing kebudayaan harus seimbang. Begitu juga untuk
kebudayaan Hindu-Buddha dari India dengan kebudayaan Indonesia asli.
Akulturasi
menjadi salah satu bagian dari bentuk asosiatif dalam masyarakat. Sebagai
bentuk asositif dalam masyarakat akulturasi memiliki hubungan yang erat antara
masyarakat satu dengan masyarakat yang lainnya. Termasuk dalam sistem
kebudayaan yang selalu hadir disetiap segmen kehidupan manusia.
Proses
terjadinya, akulturasi budaya dalam masyarakat biasanya memakan waktu lama akan
tetapi ada yang hanya membutuhkan waktu sedikit, semua kondisi akulturasi tersebut tentusaja bergantung pada persepsi
masyarakat setempat terhadap budaya asing yang masuk.
Akulturasi
bisa terjadi dalam kurun waktu yang relatif lama apabila masuknya melalui
proses pemaksaaan dalam masyarakat, hal ini tentsauaja akan menimbulkan konflik
sosial (baca; pengertian konflik sosial) yang dapat merusak keteraturan dalam
kehidupan masyarakat. Akan tetapi jika sebaliknya masuknya akulturasi ini
melalui proses damai, maka akulturasi tersebut akan relatif lebih cepat.
III.B. Saran
Sebagai
generasi penerus bangsa sudah selayaknyalah kita belajar tentang sejarah bangsa
ini, betapa besarnya bangsa ini di masa lalu, dan juga pengaruh sejarah di masa
lalu mengakibatkan akulturasi budaya di berbagai bidang, oleh akrena itu kami menyarankan agar kita lebih bertoleransi
atas perbedaan yang ada di negeri ini, yang mana perbedaan itupun merupakan
efek dari akulturasi budaya yang terjadi sejak jaman dahulu.
Daftar pustaka nya kkk ada ??
ReplyDelete