Saturday, December 22, 2018

KRIMINALISASI ULAMA ATAU PENEGAKAN HUKUM?


KRIMINALISASI ULAMA ATAU PENEGAKAN HUKUM?



Penulis saat ini sedang merasakan kegalauan atas keadaan Indonesia saat ini, bagaimana tidak, dalam suasana politik yang sedang panas-panasnya ini setiap orang menghalalkan segala cara untuk menunaikan hasratnya, dan pada tulisan sederhana yang merupakan ungkapan hati penulis tanpa membela atau memihak pada pihak manapun atau atas dasar pandangan politik apapun penulis mencoba mencurahkan isi hati yang terdalam ini, dan saat ini penulis akan menuangkan pandangannya dari sisi keilmuan islam yang penulis fahami secara sederhana.

Mungkin perasaan yang penulis rasakan sebagai seorang muslim yang pengetahuan keislamannya masih benar-benar dangkal mungkin saat ini tidak jauh beda juga dirasakan oleh banyak muslim yang memiliki pengetahuan yang masih minim lainnya.

Saat ini banyak tuduhan Ulama di kriminalisasi, atau bahkan sebaliknya, ada sebagian pula yang berfikir bahwa banyak ulama yang menekan atau menjatuhkan orang lain dengan menggunakan dalih ke islamannya, terutama saat ini masalah tentang ulama yang banyak mencaci pemimpin bangsa ini, untuk hal ini penulis akan mencoba menelaah kasus seorang Habib yang saat ini sedang terjerat dalam beberapa kasus, dari mulai kasus penghinaan dan ujaran kebencian, hingga kasus kekerasan, pasti sebagain pembaca  faham siapa yang penulis maksud kan, dan penulis yakin ada banyak muslim yang memiliki perasaan dilema sama seperti yang penulis rasakan saat ini, dan penulis harap tulisan ini bisa bermanfaat bagi setiap pembacanya. Dan berikut beberapa kutipan yang penulis ambil dari berbagai sumber, yang Insya Allah mudah-mudahan bisa menjadi penambahan pandangan kita agar lebih terbuka dan bisa menjadikan kita manusia yang lebih baik.

Walau penulis faham tulisan sederhana ini bisa menuai kontrofersi dari berbagai pihak, namun penulis berharap tulisan ini bisa dianggap sebagai tambahan ilmu bagi penulis pribadi yang masih teramat bodoh ini, maupun bagi pembacanya yang mungkin lebih memahami perkara ini, dan tidak ada maksud sedikitpun di hati penulis untuk memecah belah atau memihak pada salah satu pihak, namun harapan agar pemikiran kita bisa lebih terbuka.

Untuk bahasan awal penulis coba membahas tentang perkara Habib dalam pandangan islam, dan bagaimana seharusnya kita bersikap kepada para habait ini.

Perkara Habib Dalam Pandangan Islam
Habib dalam pandangan islam adalah seseorang yang memiliki keturunan darah Nabi Muhammad S.A.W, dari keturunan Hasan dan Husein yang  merupakan Cucu Nabi Muhammad.S.A.W, itu yang di fahami penulis secara sederhana. (maaf apabila salah).

Dan menurut Wikipedia Indonesia pengertian Habib atau Ahli Bait adalah:

Habib di kalangan Arab-Indonesia adalah gelar bangsawan Timur Tengah yang merupakan kerabat Nabi Muhammad (Bani Hasyim) dan secara khusus dinisbatkan terhadap keturunan Nabi Muhammad melalui Fatimah az-Zahra (yang berputera Husain dan Hasan) dan Ali bin Abi Thalib.

Di dalam islam sendiri ada kewajiban bagi setiap isam untuk menghargai dan menghormati Habib, dengan berbagai alasan yang menurut penulis hal itu sangatlah wajar dan memang di haruskan, dalam beberapa pendapat para ulama dan riwayat menyebutkan beberapa hal tentang menghormati setiap turunan dari Nabi Muhammad S.A.W sebagai berikut:

“Katakanlah (hai Muhammad): ‘Kepada kalian aku tidak minta upah apa pun juga atas seruanku kecuali kasih-sayang dalam kekeluargaan’. Barangsiapa berbuat kebajikan baginya Kami tambahkan kebaikan pada kebajikannya itu. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Membalas syukur”. [Asy-Syura: 23]

Imam Ahmad bin Hanbal, Thabraniy dan Al-Hakim meriwayatkan sebuah hadits berasal dari Ibnu ‘Abbas r.a yang mengatakan, bahawa setelah turun ayat tersebut di atas, para sahabat bertanya:

“Ya Rasulullah, siapakah kerabat anda yang wajib kita berkasih sayang kepada mereka?” Rasulullah s.a.w. menjawap: “‘Ali, Fatimah dab dua orang anak mereka berdua”.

Hadits yang diriwayatkan oleh Thabraniy, bahawasanya Rasulullah s.a.w. telah bersabda:

“Allah menciptakan keturunan setiap Nabi dari tulang sulbinya sendiri, namun Allah menciptakan keturunanku dari tulang sulbi ‘Ali bin Abi Thalib”. Abulkhair dan Al-Hakim meriwayatkan sebuah hadits berasal dari Al-‘Abbas, paman Nabi, bahawa pada suatu hari ‘Ali bin Abi Thalib r.a datang menghadap Rasulullah s.a.w., dan di tempat itu hadir Al-‘Abbas. Setelah Rasulullah s.a.w. menjawap ucapan salam ‘Ali bin Abi Thalib r.a beliau berdiri, kemudian merangkulnya dan mencium keningnya, lalu dipersilakan duduk di sebelah kanan beliau. Ketika itu Al-‘Abbas bertanya: ‘Ya Rasulullah, apakah anda mencintai dia’? Beliau menjawap: “Paman, demi Allah, Allah lebih mencintai dia daripada aku. Allah Azza wa Jalla menjadikan keturunan setiap Nabi dari tulang sulbinya sendiri, namun Allah menjadikan keturunanku dari tulang sulbi orang ini”.

Al-Bukhariy di dalam ‘Shahih’nya meriwayatkan sebuah hadits berasal dari Abu Bikrah Ats-Tsaqafiy r.a yang mengatakan sebagai berikut:

“Saya mendengar Rasulullah s.a.w. berkata dari atas mimbar – al-Hasan (cucu Nabi) di samping beliau, beliau sebentar melihat kepadanya dan sebentar melihat kepada hadirin – ‘Puteraku ini adalah sayyid. Mudah-mudahan dengan dia Allah kelak akan mendamaikan dua golongan kaum Muslimin” (Baginda Nabi sudah mengetahui akan segera datang perpecahan islam antara sunni dan si’ah. Maka dari itu beliau berdoa untuk kerukunan Sayyidina Hasan dan Husain. Wallohu’alam)
Tirmudziy mengetengahkan sebuah hadits berasal dari Usamah bin Zaid r.a yang mengatakan sebagai berikut:
 “Saya melihat Rasulullah s.a.w. duduk memangku al-Hasan dan al-Husein, kemudian beliau berkata: Dua orang anak ini anak-anakku dan anak-anak Fatimah. Ya Allah, aku mencintai dua anak ini, maka cintailah mereka berdua dan cintailah pula orang yang mencintai kedua-duanya”.
Ahmad dan Al-Hakim meriwayatkan sebuah hadits berasal dari Musawwar bin Makhramah radhiyallahu ‘anhuma; bahawasanya Rasulullah s.a.w. telah berkata:

“Fatimah adalah sebahagian dari diriku, apa yang membuatnya marah membuatku marah dan apa yang melegakannya melegakan aku. Sesungguhnya bahawa semua nasab akan terputus pada hari kiamat, selain nasabku, sebabku dan menantuku”.

Thabraniy meriwayatkan sebuah hadits dari Siti Fatimah r.a, bahawasanya Rasulullah s.a.w. pernah menegaskan:

“Semua anak yang dilahirkan oleh ibunya bernasab kepada ayah mereka kecuali anak Fatimah; akulah wali mereka, akulah nasab mereka dan akulah ayah mereka”.

Al-Baihaqiy, Thabraniy dan lain-lainnya meriwayatkan, bahawa ketika Umar Ibnul-Khatthab r.a meminang puteri Imam ‘Ali r.a yang bernama Ummu Kaltsum (puteri Siti Fatimah Az-Zahra r.a), ia berkata dan Lebih lanjut Umar r.a berkata.

 “Aku tidak menginginkan kedudukan, tetapi saya pernah mendengar Rasulullah s.a.w. berkata: ‘Semua sebab dan nasab akan terputus pada hari kiamat kecuali sebabku dan nasabku. Semua anak yang dilahirkan ibunya bernasab kepada ayah mereka kecuali anak Fatimah, akulah ayah mereka dan kepadaku mereka bernasab’. Umar r.a berkata lebih lanjut: ‘Aku adalah sahabat beliau, dan dengan hidup bersama Ummu Kaltsum aku ingin memperoleh hubungan sebab dan nasab (dengan Rasulullah s.a.w.)’.

Al-Bazar, Abu Ya’la, Thabraniy dan Al-Hakim meriwayatkan sebuah hadits dari Ibnu Mas’ud r.a, bahawasanya Rasulullah s.a.w. telah berkata:

“Fatimah telah menjaga kehormatannya, kerana itu Allah mengharamkan dia dan keturunannya dari neraka”.

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal, Rasulullah berkata:

“Apabila bintang-bintang lenyap, lenyaplah langit; dan apabila ahlulbait lenyap, lenyaplah penghuni bumi”.

Ibnu Adiy dan Ad-Dailamiy meriwayatkan sebuah hadits berasal dari ‘Ali bin Abi Thalib r.a, bahawasanya Rasulullah s.a.w. berkata:

“Di antara kalian yang paling mantap (tidak goyah) di atas shirath ialah yang paling besar kecintaannya kepada ahlulbaitku”.

Tirmudziy, Ibnu Majah dan Al-Hakim meriwayatkan, bahawa Rasulullah s.a.w. berkata:

“Aku memerangi orang yang memerangi mereka (ahlulbaitku) dan berdamai dengan orang yang berdamai dengan mereka”.
Ibnu Ma’jah meriwayatkan sebuah hadits yang berasal dari Al-‘Abbas bin Abdul Mutthalib, bahawasanya Rasulullah s.a.w. berkata:

“Kepada ada orang-orang yang sedang bercakap-cakap kemudian jika didatangi seorang dari ahlulbait lalu memutuskan pembicaraan? Demi Allah yang nyawaku berada di tangan-Nya, iman tidak akan masuk ke dalam hati seorang sebelum ia mencintai mereka (ahlulbaitku) demi kerana Allah dan kerana kerabatku”.

 Menurut riwayat lain beliau berkata:

 “Seseorang (hamba Allah) tidak beriman kepadaku sebelum ia mencintaiku, dan ia tidak mencintaiku sebelum mencintai ahlulbaitku”.

Thabraniy dan Al-Baihaqiy meriwayatkan sebuah hadits, bahawa dalam salah satu khutbah di atas mimbar Rasulullah s.a.w. berkata:

“Kepana ada orang-orang yang menggangguku mengenai nasab dan kaum kerabatku? Bukankah orang yang mengganggu nasabku dan kaum kerabatku bererti ia telah menggangguku dan siapa yang menggangguku bererti ia mengganggu Allah s.w.t.?”

Ad-Dailamiy meriwayatkan sebuah hadits dari Ibnu Sa’id Al-Khudhariy bahawasanya Rasulullah s.a.w. berkata:

“Allah sangat murka terhadap orang yang menggangguku melalui ahlulbaitku (itrahku)”. Ad-Dailamiy mengatakan, benarlah bahawa Rasulullah s.a.w. telah berkata: “Barangsiapa yang ditangguhkan ajalnya (dipanjangkan umurnya) dan ingin mendapat kebahagiaan dengan kebajikan yang dikurniakan Allah kepadanya, hendaklah berlaku baik terhadap keluargaku sepeninggalanku. Barangsiapa tidak berlaku baik terhadap keluargaku sepeninggalku, ia akan dipendekkan umurnya, dan pada hari kiamat ia akan dihadapkan kepadaku dalam keadaan mukanya berwarna hitam”.

Masih banyak lagi khadis-khadis ataupun riwayat-riwayat yang menggambarkan keutamaan seorang Habib atau Ahli Bait namun tidak dapat penulis sampaikan keseluruhannya, dan berdasarkan semua itu maka jelas-jelas posisi Habib sangatlah di muliakan di dalam Islam, karena di dalam darahnya mengalir darah Nabi karena keturunannya.

Dan yang jadi pertanyaan besar saat ini adalah:

“Bagaimana sikap kita terhadap Habib (ahli Bait) yang sudah melanggar aturan pemerintah dan berprilaku tidak santun atau memiliki prilaku  yang tidak mencerminkan seorang muslim?”

Untuk menjawab pertanyaan ini dan supaya bisa lebih mudah di fahami oleh para pembaca maka penulis akan memberikan link yang memuat berbagai pendapat para ulama yang menjawab pertanyaan itu dengan gamblang dan lebih kompeten dalam menjawab pertanyaan tersebut, dan supaya terhindar dari kesalahan penulis dalam menjawab pertanyaan tersebut, untuk jawabannya bisa dibuka di:


dan secara sederhana maka dapat penulis simpulkan bahwa kita sebagai umat islam diwajibkan menghormati dan menghargai seorang Habib, karena di darahnya mengalir darah turunan Nabi Besar Muhammad S.A.W.

yang jadi pertanyaan kita selanjutnya adalah:

“Bagaimana apabila ada seorang Habib yang mudah mengucapkan kata-kata kasar, mengucapkan kata-kata yang mengjina seseorang atau bahkan melakukan kekerasan yang tidak mencerminkan seorang muslim, atau bahkan tidak mencerminkan sikap dan prilaku Rosulullah S.A.W?” apakah masih pantas yang seperti ini menyandang predikat habib?”

Sesungguhnya penulis merasa tidak pantas untuk menjawab pertanyaan ini, namun secara sederhana penulis akan menyampikan pendapat penulis dan untuk kesimpulan silahkan para pembaca menyimpulkan masing-masing menurut pemahaman dari para pembaca.

Menurut penulis Habib juga merupakan manusia, yang tidak pernah luput dari salah dan hilaf, sehingga kitapun harus memahami fitrah dari manusia tersebut, namun karena masalah ini muncul di tengah-tengah suasana politik yang sedang memanas maka terasa lebih mengguncang, dan sebagai seorang muslim maka kitapun harus fahami itu, sedangkan untuk masalah hukum tetaplah hukum, apabila beliau melanggar hukum maka sudah selayaknya Beliau mempertanggung jawabkan perbuatannya di hadapan hukum yang berlaku di negeri ini, dengan tanpa menghilangkan atau pengingkaran ke habibannya seperti pada khadist-khadist yang sudah kita bahas sebelumnya.

Saat ini muncul tuduhan pengkriminalisasian ulama, menurut penulis sendiri ada beberapa hal yang harus di telaah dengan bijak oleh siapapun tentang masalah ini, kita harus bisa bedakan antara kriminalisasi dan penegakan hukum, menurut penulis dua hal ini pada keadaan tertentu bisa menjadi sesuatu yang memiliki perbedaan yang teramat tipis dan malah nyaris sulit di bedakan, jadi kita harus ekstra hati-hati dalam menilai hal ini.

Dalam beberapa kejadian kita harus akui bahwa benar ada beberapa kejadian yang mengarah pada kriminalisasi ulama, namun pada beberapa hal yang terjadi bukan lah merupakan kriminalisasi tapi merupakan tindakan yang penegakan hukum yang diberlakukan pada ulama yang melanggar aturan yang berlaku, apabila kita tidak bijaksana dalam menyikapi masalah ini maka ancaman kehancuran dan perpecahan bangsa ini semakin terihat jelas.

Saran dari penulis untuk permasalahan yang satu ini adalah kita harus lebih bijaksana dan berfikir luas dan mencoba menempatkan diri pada posisi yang netral agar kita bisa menilai semua lebih jelas, ibarat kita melihat sebuah lukisan, saat kita melihat pada jarak yang terlalu dekat maka hanya sebagian bidang atau gambar lukisan tersebut yg bisa terlihat, dan saat kita melihat gambar atau lukisan tersebut dalam jarak yang cukup maka akan lebih luas lagi bidang yang bisa kita lihat pada lukisan tersebut.

Akhir dari tulisan ini penulis mengajak siapapun kita dan apapun kita juga apapun pilihan kita nanti hendaknya tetap bsia menjaga persatuan dan kesatuan bangsa juga ukhuwah islamiyyah kita, jangan gadaikan keimanan kita hanya demi obsesi keduniawian, jangan gelapkan mata kita untuk melihat kebenaran, sekecil apapun kebenaran itu, dan mari belajar terus memperbaiki diri.

Dan tulisan sederhana ini penulis tutup dengan  do’a yang berdasarkan pada salah satu hadist sebagai berikut:

Ya Allah, satukanlah hati-hati kami, perbaikilah hubungan di antara sesama kami, tunjukkanlah kami kepada jalan-jalan keselamatan, selamatkanlah kami dari kegelapan menuju cahaya, jauhkanlah kami dari perbuatan-perbuatan keji  yang nampak maupun yang tersembunyi.
Ya Allah, berkahilah untuk kami pendengaran-pendengaran kami, penglihatan-penglihatan kami, hati-hati kami, istri-istri kami, dan anak keturunan kami! Ampunilah kami karena sesungguhnya Engkau Maha Menerima Taubat lagi Maha Penyayang! Jadikanlah kami orang-orang yang bersyukur atas nikmat-Mu, memujinya, menerimanya, dan sempurnakanlah nikmat-Mu tersebut untuk kami.”

(HR. Abu Daud no. 969 dan Ath-Thabrani dalam Al-Mu’jam al-Awsath no. 5769, Al-Mu’jam al-Kabir no. 10426, dan Ad-Du’a no. 1429 dan 1430. Al-Hafizh Nuruddin Ali bin Abi Bakr al-Haitsami menyatakan sanadnya baik)





No comments:

Post a Comment

POSTER PLANTAE