Saturday, December 22, 2018

HOMO SEKSUAL DAN LESBIAN DALAM HUKUM ISLAM



HOMO SEKSUAL DAN LESBIAN


Saat ini kita sedang di hebohkan dengan isue LGBT, pembicaraan LGBT menjdi salah satu permsalahan yang banyak menyita perhatian, Praktik homo dan lesbian masih kerap ditemukan di masyarakat. Kecendrungan cinta para penyimpang seks itu bukan kepada lawan jenis (heteroseks) tapi kepada sejenisnya (homoseks). Pelaku perbuatan yang menyimpang dari kodrat itu sangat subur dinegara yang menjadikan kebebasan individu dibawah payung demokrasi seperti yang dikuatkan oleh Syekh Abdul Qadim Zalum dalam bukunya Al-Dimukrathiyyah Nizaham al-Kufr bahwa  diantara kebebasan yang dujamin dalam demokrasi adalah kebebasan berekspresi/berprilaku. Atas dasar tersebut kaum homo dan lesbi dapat dengan bebas mengekspresikan kelakuannya. Atas dasar itu juga maka Undang-undang perkawinan Sejenis (Gay) seperti dimuat pada harian Tempo, 15 agustus 2004, disahkan oleh Pengadilan Tinggi Massachusset Amerika Serikat dengan konsekkuaensi dari sebuah demokrasi, meski undang-undang ini tidak disetujui oleh banyak kalangan termasuk Presiden Amerika ketika itu.
Untuk menanggulangi praktik kelainan seks yang tampaknya masih banyak ditemukan di masyarakat tersebut maka perlu ditegaskan kembali hukum homo dan lesbian, sejarahnya, dan penyebab serta dampak yang ditimbulkannya seperti diuraikan pada pembahasan berikut ini.

A.    PENGERTIAN DAN SEJARAH

Secara bahasa, homo seksual berarti hubungan seks dengan pasangan yang sejenis baik laki-laki  atau perempuan. Tapi kemudian istilah untuk pria yang mengadakan hubungan seks dengan pria lainnya yang dalam bahasa Arabnya disebut dengan liwath. Adapun hubungan seks sejenis antara perempuan dengan perempuan disebut dengan lesbian yang bahasa Arabnya disebut al-sahaq

Bagaimana cara kerja para homoseksual ini melakukan aktivitasnya. Untuk homo, seorang pria memasukan penis (zakar) ke dalam anus (dubur) pria lain untuk mendapatkan kepuasan seks. Adapun lesbian dilakukan dengan cara masturbasi (capai kepuasan seks tanpa hubungan kelamin) atau bisa juga dengan cara lain untuk mendapatkan orgasme (puncak kenikmatan) atau climax of the sex act.

B.     PENYEBAB DAN DAMPAKNYA

Dampak dari penyimpangan seks telah terlihat jelas dakan kehidupan sosial. Data empiris menunjukan bahwa hubungan seks sejenis, baik homo maupun lesbian telah mengakibatkan kerusakan moral para pelakunya yang bukan hanya terdiri dari sederetan orang yang tidak “beragama” atau terjadi d negeri yang “liberal” saja. Tapi juga tercatat pelakunya itu orang yang mengaku beriman kepada Allah dan terjadi di negara-negara yang memegang teguh hukum agama. Gejala ini menurut Murthada Mutahhari dapat disebabkan oleh sebuah pradaban manusia dewasa ini yang telah cendrung kepada paham materialisme dan pragmatisme, mereka mengejar kenikmatan sesaat dengan meninggalkan agama dan nilai spiritual. Akibatnya berkembanglah berbagai sarana pembangkit syahwat serta naluriah hewan.

Munurut ahli jiwa, prilaku penyimpangan seks berupa homo dan lesbian dapat menghilangkan keinginan seseorang untuk mengasungkan perkawinan. Jika diantaranya yang telah kawin, ia akan menyuruh laki-laki yang disukainya untuk menggauli istrinya sendiri asalkan laki-laki itu bersedia digauli secara homo. Bila pelaku homo umurnya sudah lanjut, maka ia sendiri mengundang dan membayar sejumlah uang kepada lelaki pilihannya. Akibat dari prilaku suami yang seperti itu, maka si istri tidak merasakan kepuasan dan terbuka peluang bagi istri juga untuk melakukan hubungan dengan sejenisnya (lesbian).  Berdasarkan penelitan Dr.Muhammad Rashi yang dimuat dalam kitabnya al-Islam wa al-Thib yang dikutip oleh Sayyid Sabiq dalam kitabnya Fiqih Sunah bahwa dampak yang diakibatkan oleh homo seksual sangat negati terhadap kehidupan pribadi dan masyarakat. Atas dasar dampak negatif tersebut, maka Islam dengan tegas dan jelas melarang perbuatan  tak terpuji itu. Dampak negatif yang dimaksud adalah:

1.      Si lelaki homo tidak memiliki rasa tertarik kepada wanita. Seandainya ia kawin, maka istrinya menjadi korban (merana) karena sang suami tidak dapat lagi memenuhi fungsinya (memenuhi kebutuhan seks istrinya). Energi seks nya telah tertumpah kepada laki-laki yang menjadi pasangan homonya. Akibatnya hubungan suami istri tidak harmonis, sang istri hidup tanpa ketenangan dan kasih sayang serta tak mendapatkan keturunan sekalipun si istri masih subur.

2.      Si lelaki homo dapat terjangkit penyakit kejiwaan, yaitu mencintai sesama jenis, jiwanya labil (tidak stabil), muncul tingkah laku yang ganjil alias sneh-aneh, misalnya bergaya seperti wanita dalam berpakaian, berhias, dan bertingkah laku.

3.      Si lelaki homo dapat terkena gangguan syaraf otak yang dapat melemahkan saya fikir dan semangat kerja.

Akibat lain yang tidak kalah bahayanya, bahwa homo dapat mengakibatkan AIDS yang membuat pelakunya kehilangan daya tahan tubuh akibat serangan bakteri yang menggerogoti pembuluh darah, kulit, dan alat kelamin. Dan yang sangat merisaukan bahea penyakit AIDS ini sampai sekarang belum ditemukan obatnya padahal korbannya yang tidak lain adalah pelakunya itu sendiri sudah cukup banyak. Tercatat di Amerika, sekitar 30 tahun yang lalu pada tepanya 1985 dari 12.000 penderita AIDS, 73 % diantaranya disebabkan oleh hubungan free sex terutama homoseks. Di Indonesia tahun 2014 korban AIDS menembus angka 55.799 orang, peningkatan tercepat urutan ketiga di dunia. Bentuk hubungan seks yang tersebut terakhir ini ternyata bukan hanya AIDS, tapi juga menimbulkan penyakit sifilis.

Tak luput, dampak negatif dari prilaku menyimpang tersebut juga dapat menimbulkan penyakit sosial berupa runtuhnya sistem kekeluargaan dan kebobrokan akhlak yang dapat merpauhkan norma-norma agama berupa kehidupan bebas tanpa batas. Perbuatan tak bermoral tersebut telah menyimpang jauh dari fitrah manusia yang sebenarnya. Pelakunya telah menjauhkan diri ke tempat yang kotor dan menjijikan .

C.    HUKUM HOMO DAN SANKSI BAGI PELAKUNYA

Telah sepakat para ulama bahwa hukum homo seks dan lesbian diharamkan oleh agama Islam dan pelakunya yang telah terbukti harus dijatuhkan hukuman. Namun dalam menjatuhkan hukuman terhadap pelaku homo diperlukan akta yang benar dan jelas, baik dari pengakuan dan keterangan saksi. Tentang saksi yang sibutuhkan untuk membuktikan perbuatan homo, para ulama fiqih berbeda pendapat. Malikiyah, Syai’iyah, dan Hanabilah berpendapat bahwa saksi homo sama dengan saksi perzinahan, yaitu empat orang saksi laki-laki yang adil dan tidak terdapat salah satunya perempuan. Adapun Hanafiah berpendapat bahwa saksi homoseksual didak sama dengan saksi zina. Dengan alasan kemudaratan yang ditimbulkan homo leboh ringan dibandingkan zina serta tidak menimbulkan percmpuran keturunan. Oleh karenanya untuk membuktikan homo cukup hanya dengan satu orang saksi saja dan tidak penting untuk menghubungkannya dengan zina. Jika sudah dapat dibuktikan secara meyakinkan dari fakta yang ada, maka secara hukum Islam pelaku homo dapat dijatuhkan hukuman. Apa dan bagaimana hukum yang harus di terima oleh pelku homo? Hal inipun terjadi perbedaan pendapat dikalangan para ulama yang tidak leboh berkisar pada tiga hukuman.

1.      Dihukum mati.
2.      Dihukum seperti hukum zina. Artinya jika pelakunya perjaka (ghairu mukhson), ia harus di dera seratus kali, jika pelakunya sudah kawin (mukhson), ia harus di rajam sampai mati.
3.      Diganjar dengan hukuman ta’zir.

Pendapat pertama antara lain dianut Imam Syafi’i, bahwa pasangan homoseks dihukum mati. Pendapat Imam Syai’i didasarkan oleh Hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Khamsah (perawi hadis yang lima), kecuali Nasa’i, dari Ibnu Abbas Rasulullah bersabda:

“Siapa yang mendapatkan orang lain berbuat seperti perbuatan kamun Nabi Luth, yaitu homo seks, maka bunuhlah pelaku dan yang diperlakukannya (pasangannya).”

Pendapat Imam Syai’i di atas juga diperkuat oleh al-Munziri, bahwa Abu Bakar dan Ali pernah menghukum mati terhadap pasangan homoseks.

Pendapat kedua dikemukakan oleh al-Auza’i, Abu Yusuf, dan lain-lain bahwa hukuman yang harus di terima oleh pelaku homoseks adalah disamakan dengan hukuman zina, yaitu dengan cara di dera dan siasingkan bagi yang belum kawin dan di rajam sampai mati bagi pelaku yang sudah nikah. Penempatan hukuamn ini dilakukan dengan cara meng-qiyas dengan hukuman zinam, di mana hukuman zina sebagai ashal telah jelas dan telah ada sebagaimana dijelaskan dalam hadis nabi:

“Jika seorang pria melakukan hubungan seks dengan pria lainnya maka keduanya dihukumi orang yang berzina.”

Dirinci lagi dalam hadis lain:

Hukuman homo seperti hukum pelaku zina, jika pelakunya mukhson, maka di rajam, bila ghairu mukhson dicambuk seratus kali.”

Pendapat ketiga dikemukakan antara lain oleh Imam Abu Hanifah yang mengatakan bahwa pelaku homoseks dapat dikenakan hukum ta’zir, yaitu hukuman yang dijatuhkan terhadap suatu kejahatan atau pelanggaran yang ditentukan macam dan kadar hukumannya oelh Al-Qur’an ataupun hadist. Ta’zir bertujuan sebagai edukati, besar ringan hukuman diserahkan kepada pengadilan (hakim).

Hukuman ta’zir yang ditetapkan oleh Imam Abu Hanifah kepada pelaku homoseks seperti tersebut diatas didasari oleh pemikiran bahwa homoseks tidak membawa akibat yang lebih berbahaya jika dibandingkan dengan zina. Homo tidak membuahkan keturunan dan tidak merusaknya. Maka homo seksual menurutnya tidak dapat dihubungkan dengan zina ditambah hukumannya tidak terdapat dalam Al-Qur’an dan Hadist, maka lebih tepat jika hukumannya diserahkan kepada pengadilan (hakim).

Imam al-Syaukani dalam menilai hukuman yang dikemukakan oleh para ulama sebagaimana tersebut diatas, sampai kepada titik kesimpulan bahwa yang lebih kuat adalah pendapat pertama yang menghukumi pelaku homo dengan hukuman mati. Karena didasari oleh nash sahih ( hadist) yang jelas maknanya. Adapun pendapat kedua dan ketiga yang mempersamakan hukumannya dengan zina dan ta’zir, menurut al-Syaukani dipandang lemah karena bertentangan dengan nash yang telah menentukan hukuman mati (hukuman had), bukah hukuman ta’zir.

Menurut pendapat penulis, hukuman mati untuk pelaku homo sebagimana yang dikemukakan oelh Imam Syafi’i yang dikuatkan oleh al-Syaukani dan hukum homo yang disamakan dengan pelaku zina, sulit untuk direalisasikan sebab persyaratannya harus dapat menghadirkan empat orang saksi. Untuk menghadirkan empat orang saksi merupakan hal yang tidak mudah, kalaupun memenuhi persyaratan saksi permasalahannya adalah di negara kita tidak menganut hukuman mati untuk para pelaku homo. Menurut

No comments:

Post a Comment

POSTER PLANTAE